Nakita.id -Film tidak bisa dipisahkan dari dunia anak zaman now.
Coba saja lihat sedari pagi hingga menjelang tidur, di tivi selalu berseliweran film-film yang disukai anak.
Film-film yang paling disukai anak sedari zaman old hingga now adalah film hero alias film pahlawan.
BACA JUGAl Sst... Ini Fitur yang Cuma Ada di Oppo, Enggak Ada di Ponsel Lain!
Spiderman, Iron Man, Superman, Batman, adalah sebagian kecil tokoh hero dalam film yang digemari anak sejak dari zaman old hingga zaman now.
Sedangkan yang zaman sekarang tokohnya seperti, Astro Boy, P-Man, Ninja Hatori, Poli si robo car, epic, hingga karya anak bangsa semisal Adit dalam film animasi Adit dan Sopo Jarwo.
Lucunya saat Si Kecil di usia 1-3 tahun sudah mempunyai tokoh idola, acap kali orangtua khawatir. Alasannya karena anaknya kerap bertingkah laku seperti tokoh idola yang dia sukai dalam film.
Malah, saking gandrungnya si anak pada tokoh hero, dia hanya mau mengenakan kostum seperti tokoh idolanya dalam kesehariannya. Sedari bangun pagi hingga tidur malam, bajunya ya kostum itu.
Menurut Rosdiana S.Tarigan, M.Psi., MHPEd., suatu hal yang wajar kalau si batita (anak 1-3 tahun) punya tokoh hero atau tokoh yang ia sukai, kagumi, dan idolakan.
BACA JUGA: Komposisi ASI Hari ini Berbeda dengan Kemarin, Sungguh Menakjubkan
Hal ini berkaitan dengan perkembangan otaknya yang sudah lebih mengerti pada apa yang ia lihat dan dengar dari suatu kejadian yang ada di sekitar dirinya.
Selain itu, mereka juga mulai mempunyai kecenderungan akan sesuatu yang dia sukai dan tidak. "Aku lebih suka Poli daripada Batman. Soalnya Poli lucu" misal.
Masih dalam batas kewajaran, si batita biasanya senang berulang kali menonton film heronya atau berulang-ulang memakai baju bergambar si tokoh hero tanpa mau diganti.
"Pada usia ini, kesenangan anak pada sesuatu masih terbatas. Jadi apa pun yang disuka akan dimintanya berulang-ulang setiap hari. Memang terkesan agak berlebihan kalau dilihat dari sudut pandang orang dewasa, tapi selama tak membahayakan dirinya masih tetap wajar, kok," ujar psikolog dari Empaty Development Center, Jakarta ini.
TAK HANYA YANG BERTOPENG
Penting orangtua ketahui, tokoh hero yang dikagumi batita tak sebatas tokoh yang jago berkelahi dan bertopeng saja.
Mereka bisa saja mengidolakan tokoh hewan yang digambarkan sebagai jagoan seperti Simba, Nemo, atau Willy si paus. Dapat juga tokoh yang digambarkan sebagai orang yang penyayang, baik hati, atau cerdik. Sebutlah Adit dalam film Sopo Jarwo. Karakter tokoh ini malah diceritakan sebagai anak yang antikekerasan, cerdik, baik hati, serta jujur.
Menurut Diana, pengidolaan bisa muncul kapan saja pada setiap anak, saat ia memiliki kesan mendalam pada figur tertentu.
"Orang-orang terdekat bisa juga menjadi tokoh hero bagi anak. Selain orang tua, bisa juga guru di kelompok bermainnya, kakek, atau lainnya. Anak mengagumi guru mungkin karena ia kerap diperlakukan dengan baik. Sedangkan ia terkesan pada sang kakek, mungkin karena sering mendengar cerita tentang kepahlawanannya sehingga memberi kebanggaan secara turun-temurun dalam keluarga tersebut."
BACA JUGA: Jangan Memotret Menara Eiffel di Malam Hari, Ternyata Ini Sebabnya
Uniknya, kata Diana, pemilihan anak pada seorang tokoh idola tak kenal jender. Dalam artian, anak perempuan bisa saja gandrung pada Superman sementara anak laki-laki kagum pada kelincahan epic.
Hal tersebut sah-sah saja. Justru Diana mengimbau orang tua agar jangan bias jender karena baik anak perempuan dan laki-laki harus memiliki kesetaraan.
Pemujaan pada seorang tokoh hero pun tak bisa dikatakan dapat menggambarkan kepribadian anak. Jadi bukan berarti anak yang energik dan aktif pasti suka tokoh yang macho, misalnya. Bisa saja, ia menyukai figur yang lembut sifatnya. "Pemilihan anak pada suatu tokoh hero lebih pada penggambaran norma atau nilai yang dianut dalam lingkungan keluarganya. Jadi bukan pada masalah kepribadiannya," ujar Diana.
HAL YANG MESTI DIWASPADAI
Hanya saja, psikolog lulusan Universitas Indonesia ini mewanti-wanti agar orang tua memantau siapa tokoh hero yang dikagumi si kecil. Jangan sampai anak salah pilih; yang dikagumi justru tokoh antagonis yang punya karakter buruk. Ini bisa saja terjadi, umpamanya, karena anak sering terekspos film tentang penjahat sehingga dia berkeinginan jadi tokoh penjahat tersebut.
Meski demikian hindari mencela dan memarahinya. Lebih baik jelaskan saja, "Dek, lebih keren Adit, kok Jarwo sih. Kan Jarwo jail, licik, males. Adit pintar, soleh, penurut pula."
Hal lain yang patut dicermati juga mengenai implikasi pengidolaan, karena bisa saja Si Kecil jadi meniru-niru perilaku tokoh pujaannya. Jika Spiderman piawai memanjat gedung, Si Kecil pun akan coba-coba memanjat dinding rumah.
Bis ajuga anak yang memuja Barbie, mungkin akan meniru gaya berpakaian bahkan rambut si boneka cantik ini.
Nah, untuk soal ini, menurut Diana, selama apa yang dilakukan anak tidak membahayakan, biarkan ia meniru-niru sang idolanya itu. Kecuali tentu jika ia sudah berbuat hal yang berisiko, semisal "terbang" dari jendela rumah karena ingin seperti Superman.
Memang tak mudah bagi orang tua untuk mengatakan kepada si batita bahwa Superman hanya sekadar tokoh di film yang sebenarnya tidak bisa terbang.
BACA JUGA: 3 Abangnya Meninggal karena Kurang Gizi, Kerja Keras Anak ini Berhasil Bungkam Para Pencemoohnya
Penjelasan seperti itu masih terlalu kompleks diterima jalan pikirannya.
Jadi cukup jelaskan, "Adek kan bukan Superman. Kalau Adek loncat dari jendela bisa jatuh dan kakinya bisa patah."
Namun, untuk menutup rasa penasaran anak akan sensasi terbang ala Superman, bisa juga, orang tua menciptakan suatu dramatic play. Misal, mengajak anak tengkurap di atas bantal yang agak tinggi untuk kemudian menggerakkan tangan dan kakinya seolah sedang terbang di suatu ketinggian.
Kalaupun si batita ingin meniru perilaku melompat atau memanjat, mintalah ia melakukannya dari tempat yang tak terlalu tinggi dan terjangkau. Namun, tetap dalam pengawasan orang tua atau orang dewasa yang ada bersamanya.
MANFAAT TOKOH HERO
Jadi, saran Diana, hindari meremehkan tokoh hero Si Kecil, apalagi dengan kata-kata celaan, seperti, "Apa sih bagusnya Spiderman?" karena hal ini dapat mematikan kreativitas dan inisiatifnya.
Si Kecil pun akan merasa kurang kompeten dalam memilih sesuatu yang disukainya atau tokoh yang diidolakannya. Kelak, rasa penghargaan terhadap dirinya tidak terbentuk optimal.
Lagi pula jika Si Kecil memiliki tokoh hero, orang tua dapat memetik beberapa Kanfaat, yakni:
* Sebagai Media Penanaman Nilai. Adanya pengidolaan anak pada tokoh hero dapat mempermudah orang tua dalam memasukkan berbagai nilai-nilai kehidupan. "Spiderman itu sayang sama anak baik yang mau meminjamkan temannya mainan," begitu misalnya.
* Panutan. Umpamanya, saat anak sulit makan, kita dapat mengatakan, "Popeye jadi kuat kan kalau makan bayam. Adek kalau makan bayam juga bisa jadi jagoan."
BACA JUGA: Miliki 9 Kepribadian, Perempuan Ini Jadi Pasien Kepribadian Ganda Pertama di Indonesia
* Menumbuhkan imajinasi. Bila orang tua dapat mengolah rasa suka anak pada tokoh tertentu menjadi suatu permainan yang imajinatif dan menyenangkan, maka imajinasi anak pun bisa berkembang dengan baik. Umpamanya, "Kita buat topeng kertas biar kayak Batman yuk!"
Menurut Diana, dengan bertambahnya usia si kecil, tokoh hero ini bisa berganti. Namun bisa juga tidak. Tergantung seberapa sering tokoh hero tersebut terekspos dan bagaimana pola pikir anak nanti.
Jika pengidolaannya pada tokoh hero tersebut difasilitasi misalnya orang tua selalu membelikan pernak-pernik yang berkaitan dengan tokoh itu termasuk buku dan filmnya maka kesukaan anak pada idolanya bisa bertahan lama.
Sebaliknya, bila ekspos tokoh tersebut dan dukungan orang tua kurang, ditambah pola pikir anak sudah lebih meningkat, kesukaannya akan tokoh hero itu hanya sesaat. Toh, berlanjut atau tidak kesenangan si kecil pada tokoh tertentu, hal ini normal saja.
TOKOH HERO "IMPOR" LEBIH LAKU
Anak zaman now cenderung lebih memilih tokoh hero "impor", seperti Spiderman, Superman, Batman atau lainnya ketimbang tokoh hero made in Indonesia sebutlah Gatot Kaca, Si Kancil, Diponegoro, Jendral Sudirman dan lainnya.
Mengapa? Karena umumnya tokoh hero lokal jarang sekali terekspos media, baik media elektronik maupun cetak. Meskipun ada, jumlah dan frekuensinya jauh lebih sedikit.
Buku-buku cerita kepahlawanan tokoh lokal pun dikemas kurang menarik.
Kalaupun orang tua menceritakan kehebatan si tokoh, si kecil akan sulit membayangkan sosok atau karakternya, karena dianggap terlalu abstrak.
BACA JUGA: Moms, Begini Cara Mengenali Perkembangan Janin yang Tak Normal
Jadi tak heran, jarang batita yang mengidolakan tokoh hero lokal. Kecuali jika memang si tokoh punya kaitan langsung dalam keluarga, kakek, umpamanya. Mau tak mau anak akan selalu mendengar cerita kepahlawanannya dan bisa secara langsung melihat wajah si kakek dari foto.
Sebaliknya, lanjut Diana, tokoh hero impor banyak terekspos melalui berbagai media, dari film hingga buku. Jika anak bisa melihatnya dengan lebih detail; bagaimana wajah, karakter, dan gerak-geriknya, maka tokoh hero tersebut akan lebih merasuk dalam dirinya.
Bagaimana Moms, sudah lebih paham kan bagaimana mendampingi Si Batita, yang umumnya sudah memiliki tokoh hero dalam hidupnya.
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR