Nakita.id - Vaksin di Indonesia tidak hanya memegang peranan penting untuk kesehatan masyarakat Indonesia sendiri tetapi juga masyarakat luas secara global.
Terhitung hingga tahun 2018, vaksin di Indonesia didistribusikan dan digunakan oleh 136 negara di 50 benua.
Bahkan Indonesia dinyatakan sebagai Center of Excellence atau Pusat Penelitian vaksin dan bioteknologi untuk negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) seperti Malaysia, Arab Saudi, dan lain sebagainya.
Mirisnya, menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013, sebanyak 8,7% anak berusia 12-23 bulan di Indonesia ternyata tidak pernah mendapatkan imunisasi.
Rupanya masih ada kekhawatiran dan kesalahpahaman masyarakat Indonesia mengenai vaksin.
"Masih banyak informasi hoax dan tidak valid yang beredar di masyarakat tentang vaksin. Hal inilah yang kemudian membuat kekhawatiran di masyarakat," ujar N.Nurlaela Arief., MBA, Head of Corporate Communication Bio farma saat diwawancarai Nakita.id di Bandung, Jumat (2/2).
Memang tak dapat dipungkiri, masih banyak informasi yang kerap mengaitkan vaksin dengan masalah kesehatan seperti demam, kelumpuhan, dan bahkan autisme.
Bahkan beberapa diantaranya mengaitkan vaksin dengan masalah agama serta budaya.
Akibatnya banyak masyarakat yang tidak melakukan vaksin dan lebih memilih cara-cara tradisional untuk mengganti fungsi vaksin.
Misalnya dengan cara memberikan ASI.
Nah lantas benarkan ASI dapat menggantikan vaksin?
Berikut penjelasannya.
BACA JUGA: Sekolah Tempat Penularan Difteri. Kemenkes Wajibkan Vaksin Sebagai Syarat Masuk Sekolah
"Tubuh kita memiliki dua sistem kekebalan tubuh. Ada sistem kekebalan umum dan sistem kekebalan spesifik.
Untuk kekebalan umum, bisa kita dapatkan dengan cara makan makanan yang bergizi, ASI, istirahat yang cukup, olahraga, dan upaya lainnya.
Adapun untuk kekebalan tubuh kita dapatkan melalui vaksinasi," jelas dr. Mahsun Muhammadi, MKK selaku Kepala Bagian Manajemen Mutu Unit Klinik dan Imunisasi Bio Farma.
Meskipun ASI memiliki sejumlah manfaat dan kebaikan bagi tubuh, tetapi Mahsun menekankan bahwa ASI tidak dapat menggantikan fungsi vaksin.
Sebab ASI hanya dapat membentuk kekebalan tubuh secara umum dan tidak bisa membentuk kekebalan tubuh secara spesifik.
"ASI tidak bisa menggantikan vaksin. ASI memang dibutuhkan tubuh tetapi vaksin juga dibutuhkan. Jadi keduanya harus diberikan secara pararel kepada bayi dan anak-anak," ujarnya.
Menurut penjelasan Mahsun, ada beberapa penyakit menular serius yang tidak dapat dicegah hanya dengan pemberian ASI.
Misalnya penyakit Polio, Campak, Rubella, TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B, dan beberapa penyakit menular lainnya yang terbukti sangat berbahaya sehingga dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian.
"Untuk penyakit yang ringan, ASI memang masih bisa mengatasinya kondisi tersebut. Namun jika bakteri atau virus tersebut sangat berbahaya dibutuhkan kekebalan yang sifatnya spesifik dan aktif. Dalam hal ini didapatkan dari vaksin," tambahnya.
Nah Moms, agar tidak ada kekhawatiran dan kesalahpahaman mengenai vaksin yuk kita mengenal lebih dalam dengan istilah ini.
BACA JUGA: Yeay! Kereta Bandara Bisa Gratis untuk Si Kecil, Ini Syaratnya
Moms tentu paham jika saat seseorang sakit, tubuhnya sedang terkena bakteri atau virus.
Namun selain dapat membuat tubuh sakit, bakteri dan virus ternyata juga dapat membuat tubuh lebih kuat.
"Bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh sebetulnya mempunyai dua efek, yaitu efek sakit seperti panas, cacat, bahkan meninggal. Serta efek merangsang kekebalan tubuh. Nah, prinsip inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para ahli untuk membuat vaksin," jelas Mahsun.
Mahsun menjelaskan, vaksin sebenarnya terbuat dari bakteri atau virus yang telah dijinakan sedemikian rupa sehingga aman ketika masuk ke dalam tubuh.
"Ada yang dijinakan ada pula yang hanya kita ambil komponen baiknya sehingga tidak menimbulkan efek yang merugikan. Tetapi justru bisa merangsang timbulnya kekebalan tubuh," tambahnya.
Untuk pembuatan satu vaksin, dibutuhkan waktu setidaknya 10 hingga 15 tahun untuk penelitian.
Adapun untuk produksi vaksin rutin, dibutuhkan waktu 4 hingga 6 bulan tergantung dari jenis vaksin yang sedang diproduksi.
Di Bio Farma, produsen vaksin di Indonesia, pembuatan vaksin dilakukan melalui 7 tahap.
"Pembuatan vaksin biasanya dilakukan sekitar 7 tahap. Mulai dari pemilihan bibit penyakit yang baik, penanaman, panen, kultivasi, pemurnian, pengemasan, hingga akhirnya distribusi.
Membuat vaksin itu tidak mudah, sangat high regulated dan ketat. Setelah tahap produksi ada uji klinis dalam beberapa tahapan untuk meyakinkan kualitas dan keamanannya," jelas Nurlaela.
Untuk itu, Nurlaela menghimbau masyarakat untuk tidak khawatir lagi dengan kualitas dan keamanan vaksin di Indonesia.
"Lebih dari 150 negara di dunia menggunakan vaksin. Bahkan di negara-negara maju, konflik, perang memberikan vaksin pada bayi dan anak anaknya.
Bagaimana hal ini menggambarkan bahwa vaksin itu sangat penting dan bisa menjadi pilihan paling efektif untuk menimbulkan kekebalan dan mencegah penyakit," tambahnya.
BACA JUGA: Wah, Raffi Ahmad Mau Bikin Sekolah? Begini Penjelasannya
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR