Nakita.id - Tak ada pasangan suami-istri yang sudah memiliki anak lalu satu atau dua tahun kemudian menginginkan bercerai.
Namun tak semua pasangan suami-istri beruntung sehingga keputusan berpisah pun terpaksa harus diambil.
Membahas hal ini, Sonora Parenting bersama Nakita.id mengadakan bincang-bincang bertema "Semua Demi Si Kecil, Seperti Apa Tangis dan Tawa Single Parents?" pada Jumat (11/5/2021).
Lantas, ketika Moms sudah menjadi single parents apa saja hal yang harus dilakukan?
"Memang kalau untuk menjadi single parents itu tentu tidak mudah banyak sekali tantangannya.
Apalagi selama prosesnya tersebut tetapi bukan berarti kita menyerah dengan keadaan, tetap harus tangguh, kuat, apapun yang terjadi demi kebahagiaan anak-anak.
Yang pertama yang bisa kita lakukan pastinya kalau dalam kondisi tersebut kita harus bisa memberitahu kepada anak-anak dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Kemudian membicarakannya di waktu yang tepat. Ketika anak dalam kondisi baik, ketika orang tua juga memiliki waktu yang luang," ucap Poetri Hanzani selaku editor Nakita.id.
Sementara, Lucy Lidiawati Santioso, M.Psi, seorang psikolog juga menjelaskan hal yang harus dilakukan pertama kali dilakukan saat sudah jadi single parents.
Baca Juga: Jadi Single Parent Penuh Tantangan? Ini Cara Mengumpulkan Kekuatan Mental untuk Mengasuh Anak
"Kalau dari sisi psikologi sebenarnya kita harus berjuang buat anak, katanya anak adalah kebahagiaan orang tua.
Saya sering kali mendampingi pasien saya yang pasca perceraian ataupun yang proses di mana orang tua tidak menyiapkan diri sebelumnya.
Sementara pada saat mereka proses perceraian, anak tidak melihat apa-apa. Jadi orang tua tidak memperlihatkan gejala kalau mereka akan bercerai. Tiba-tiba papa atau mamanya sudah tidak ada, anak menjadi bingung.
Nah kalau anak menjadi bingung itu proses anak mentalnya bertanya-tanya mungkin dia tak akan bertanya tapi secara bawah sadar anak terpukul dengan keabsenan salah satu orang tua," jelas Lucy.
Lucy lalu menambahkan memang ada beberapa persiapan yang harus dipersiapkan khususnya dalam perkembangan anak.
"Fokusnya untuk kebahagiaan anak karena sudah memiliki anak. Tetapi pasangan ketika salah satu tidak bahagia itu akan mempengaruhi juga pada pertumbuhan anak.
Jadi mau bercerai atau tidak bercerai kalau salah satunya tidak bahagia akan berpengaruh ke pertumbuhan dan perkembangan mental anak," kata Lucy.
Lucy mengatakan anak kecil dan anak SD rawan emosinya saat terjadi perceraian, untuk tahu emosinya Lucy menggunakan permainan di pasir.
Dari situ Lucy melihat anak merasa bingung apalagi kalau salah satu orang tua mendoktrin anak bahwa Moms jahat misalnya.
"Bercerai tak apa-apa tapi jangan merusak mental anak dengan figur orang tua yang tak baik, orang tua yang menyakiti mamanya misalnya atau perilaku-perilaku yang dilihat anak.
Karena ke depannya anak kalau cewek dia akan jadi takut menikah, ia jadi takut sama figur yang namanya laki-laki.
Nanti pas besar dia akan benci sama papanya karena dia melihat figur ayah yang selalu menjelek-jelekan mamanya padahal dia tak pernah melihat mamanya seperti itu.
Jadi perkembangan mental anak yang didoktrin sama berbagai hal itu yang perlu kita pikirkan bersama gitu ya. Bercerai boleh tetapi baik-baik saja," ucap Lucy.
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR