Helmi mengatakan, sejak awal ayahnya sebenarnya percaya dengan adanya virus corona SARS-CoV-2 dan memahami bahwa saat ini tengah terjadi pandemi Covid-19 di berbagai negara.
Akan tetapi, sebaran hoaks yang masif, terutama sejak rencana vaksinasi nasional mulai digulirkan pemerintah, membuat sang ayah akhirnya terpapar informasi menyesatkan.
Menurut Helmi, informasi-informasi sesat, seperti vaksin Covid-19 terbuat dari babi, dan tudingan bahwa vaksin berbahaya, membuat sang ayah takut dan akhirnya menolak untuk divaksin.
Belum lagi hoaks tentang interaksi obat yang diklaim memperburuk kondisi pasien Covid-19 dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Menurut Helmi, hal ini menyebabkan ayahnya takut minum obat dan takut dirawat di rumah sakit.
Baca Juga: Kapan Anak Usia di Bawah 12 Tahun Bisa Dapat Vaksin Covid-19? Kemenkes Beri Jawabannya
Helmi mengungkapkan, pengalaman pahit yang ia alami dan rasakan ini membuatnya sadar terhadap bahaya dari informasi yang menyesatkan.
"Kalau dari yang saya rasakan, literasi digital itu ternyata harus ada. Kalau bahasa Islamnya kan memang kita harus ber-tabayyun terhadap semua informasi kan. Mencari informasi yang benar, meng-cross check semua berita, enggak cuma percaya dari satu saja, tapi yang perlu kita cek kan kajian ilmiahnya juga seperti apa," kata Helmi.
Tak hanya itu, Helmi juga berpesan kepada semua orang di luar sana agar tidak mudah menyerah ketika mengedukasi orang tua dengan informasi yang benar, terutama yang berkaitan dengan Covid-19.
"Jangan putus semangat untuk ngingetin orangtua. Itu yang jadi salah satu penyesalan saya sebenarnya. Kok enggak setiap hari diingetin terus, minimal untuk vaksin lah," kata Helmi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Helmi, Hoaks Covid-19 yang Merenggut Nyawa Papaku..."
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR