Nakita.id - Kebutuhan anak pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis (Cole dan Bruce, 1959).
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan primer seperti makan, minum, tidur, atau perlindungan diri.
Sedangkan kebutuhan psikologis yang disebut juga kebutuhan sekunder dapat mencakup kebutuhan untuk mengembangkan kepribadian seseorang.
Contohnya adalah kebutuhan untuk dicintai, kebutuhan mengaktualisasikan diri, atau kebutuhan untuk memiliki sesuatu, dimana kebutuhan psikologis tersebut bersifat lebih rumit dan sulit diidentifikasi segera.
Dengan memenuhi kebutuhan tersebut, anak akan cerdas dan bahagia.
Yuk ketahui lebih lanjut tentang kebutuhan, yang dikemukakan Lindgren (1980):
1. Kebutuhan Jasmani
Artinya, kebutuhan untuk makan, minum, berpakaian, dan tinggal di rumah yang dapat memberikan keamanan dan kenyamanan secara fisik.
Penuhi kebutuhan di atas dengan baik agar anak bahagia.
Penuhi kebutuhan gizi anak, berikan pakaian yang bersih dan nyaman, dan tinggal di rumah yang dapat memberikan keamanan dan kenyamanan secara fisik.
2. Perlunya Kasih Sayang
Kebutuhan ini berkaitan erat dengan kebutuhan anak untuk diperhatikan, diterima, dan diakui.
Oleh karenanya, limpahkan perhatian yang tulus kepada anak. Sentuhlah anak dengan dekapan dan pelukan.
Bermainlah bersama dan ajaklah ia bersosialisasi.
3. Kebutuhan untuk Memiliki
Di usia prasekolah, anak-anak mulai merasakan kebutuhan untuk memiliki teman dan bersosialisasi.
Mereka senang menjadi pusat perhatian.
Anak prasekolah juga bisa memuji diri sendiri, membanding-bandingkan, dan mengadu.
BACA JUGA : Minum Campuran Bawang Putih dan Madu Saat Perut Kosong Selama 7 Hari, Lihat Apa yang Terjadi
Menginjak usia sekolah (antara kelas 1-3), anak-anak sudah mulai meninggalkan dirinya sebagai pusat perhatian.
Namun demikian mereka masih suka memuji diri sendiri dan membanding-bandingkan, sehingga kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki masih dominan.
Namun demikian, anak usia ini juga menggantungkan diri pada orang yang dirasa punya otoritas, keunggulan, atau kekuatan.
Ia akan menjadikan sosok yang disenanginya itu sebagai panutan identifikasi diri. Oleh karena itu, banyak anak di tahapan ini lebih menuruti kata teman dekat atau gurunya ketimbang orangtua.
Apalagi bila anak menginjak kelas yang lebih tinggi (4-6) dan merasa harus mendapat pengakuan dari kelompok sebaya, ia akan memilih menjadi bagian dari kelompok tertentu.
Betapa pun anak kagum terhadap teman atau gurunya, orangtua tetap harus menjadi figur panutan yang utama bagi anak.
Bagaimanapun, orangtua memiliki kepentingan mempertahankan posisi itu karena anak adalah tanggung jawabnya, baik di kala senang dan susah.
BACA JUGA : Hal Menakjubkan Akan Terjadi Jika Letakkan Bawang Bombay dalam Kaos Kaki Semalaman
Caranya tidak lain dengan menjalin komunikasi intensif dan efektif (salah satunya tidak menghakimi), memberikan perhatian, dan menanggapi setiap keluhan anak. Dengan begitu, kepercayaan anak terhadap orangtua tidak luntur.
Arahkan anak agar masuk ke sebuah kelompok yang mampu membangun nilai-nilai positif seperti kelompok olahraga, seni, budaya, sains, dan sebagainya.
4. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan ini erat kaitannya dengan kebutuhan berprestasi.
Kebanyakan ditemui pada anak-anak SD kelas tinggi, dimana ia ingin menjadi yang terhebat dengan meraih prestasi, baik akademis maupun non-akademis.
Sikap dan tindakan tersebut muncul dari kebutuhan untuk diakui.
Aktualisasi jelas sangat berkaitan dengan kompetensi, alias kemampuan melakukan sesuatu.
Agar anak memiliki keterampilan, orangtua jelas harus memberikan banyak stimulasi, sekaligus menerapkan disiplin, dan mengajarkan kemandirian.
Anak-anak yang mampu memaksimalkan potensinya, tentu akan merasa bahagia ketimbang mereka yang potensinya terkubur dalam-dalam.
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR