Menurut kajian literatur yang telah dilakukan tim, senyawa flavonoid merupakan senyawa dalam daun kirinyuh yang dapat menurunkan kolesterol.
Flavonoid sendiri dinilai dapat menghambat aktivitas enzim HMGCR, yang berperan penting dalam produksi kolesterol dalam tubuh.
Apabila enzim tersebut dihambat aktivitasnya, tentu produksi kolesterol dalam tubuh akan berkurang.
Penelitian yang dilakukan oleh Shafira dan tim adalah memformulasikan kirinyuh dalam sediaan nanopartikel ekstrak, kemudian diuji efektivitasnya dalam menurunkan kolesterol pada tikus yang mengalami hiperkolesterol.
Hasilnya, pemberian nanopartikel ekstrak daun kirinyuh dapat menurunkan kadar kolesterol pada tikus secara signifikan.
Salah satu keunggulan yang ditawarkan dari inovasi ini yaitu, penggunaan kearifan lokal daun kirinyuh yang diambil dari Imogiri, Kabupaten Bantul.
"Daun ini merupakan gulma yang ada di area sekitar sawah dan dapat mengganggu tanaman lain," ucap Shafira.
Menurutnya, jika tidak ada yang mengetahui khasiat dari tanaman ini, tentu akan dibuang begitu saja.
"Jadi, pemanfaatan daun kirinyuh sebagai sediaan nanopartikel ekstrak tentu akan membantu mengurangi gulma yang merugikan tersebut," jelasnya.
Penelitian ini diharapkan mampu dikembangkan lebih lanjut pada masa yang akan datang dengan melakukan uji klinis.
Selain itu, inovasi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk terciptanya obat herbal terstandarisasi penurun kolesterol yang lebih aman, tidak menimbulkan banyak efek samping, dan terbukti efektif dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Source | : | KOMPAS.com |
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR