“Kejaksaan dan hakim itu belum responsif dan tidak memahami Undang-undang KDRT tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga secara utuh, dan kejaksaan dan hakim tidak berpedoman kepada pedoman nomor 3 tahun 2019 tentang tuntutan perkara tindak pidana umum yang dikeluarkan per tanggal 3 Desember 2019, dimana ketentuan pada Bab 2 butir 6 dan 7, serta tidak mempedomani pedoman nomor 1 tahun 2021 tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara pidana,” Bongkar Margareth.
Ya, hakim dan jaksa seharusnya bisa berpedoman kepada 7 perintah harian jaksa agung.
“Karena sangat bijak, hakim dan jaksa itu harus berpedoman kepada 7 perintah harian jaksa agung yang merupakan norma atau kaidah dalam pelaksaan tugas perkara. Ini benar-benar sudah dituangkan di dalam perintah pedoman yang tadi sudah saya sampaikan termasuk Perma nomor 3 tahun 2017 terkait dengan penanganan perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum,” tutup Margareth.
Berkat koordinasi yang dilakukan Kementerian PPPA dengan berbagai pihak, maka tuntutan Valencya pun kini sudah dicabut.
Valencya mengaku sangat terharu usai tuntutannya tersebut dicabut.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR