Nakita.id - Moms pasti banyak melihat pemberitaan tentang perempuan yang mengalami kekerasan.
Bahkan ada yang sampai kehilangan nyawa karena membela apa yang menjadi haknya.
Semakin maraknya fenomena ini, menandakan bahwa kesetaraan gender di Indonesia masih menjadi hal tabu.
Anggapan perempuan adalah objek paling lemah masih ditemukan, sehingga kekerasan masih dialami.
BACA JUGA: Miris! Kekerasan dan Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Masih Bermunculan
Catatan Tahunan 2017 Komnas Perempuan, terdapat 259.150 jumlah kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2016.
Sebanyak 245.548 kasus diperoleh dari 358 Pengadilan Agama dan 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengadaan layanan yang tersebar di 34 Provinsi.
Moms, angka tersebut bukan jumlah yang sedikit.
Semestinya, kita tak bisa lagi menutup mata dari kasus-kasus menyedihkan ini.
“Kekerasan bisa terjadi pada siapapun anggota keluarga, pelaku kekerasannya juga bisa siapapun, hanya saja biasanya yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak,” ungkap Ratih Ibrahim, Psikolog sekaligus pendiri Personal Growth.
BACA JUGA: Kesetaraan dan Keadilan Gender Dimulai dari Lingkungan Rumah Tangga
Menurut Ratih, kekerasan banyak dialami oleh perempuan dan anak-anak karena merekalah yang paling dianggap lemah.
Perempuan secara struktur di dalam keluarga diposisikan paling lemah, terlebih anak-anak.
Penyebab terjadinya kekerasan bukan cuma karena kurangnya kesadaran kesetaraan gender, foktor ekonomi juga turut berpengaruh.
Namun Ratih mengungkapkan penyebab kekerasan yang sering kali diabaikan, yaitu menjalani perkawinan yang tidak bahagia.
BACA JUGA: Alami Perlakuan Tidak Menyenangkan, Model Dylan Sada Beri Pesan Ini Untuk Para Korban Kekerasan
"Sering kali perkawinan yang tidak bahagia, tidak sungguh-sungguh saling mencintai, motivasi perkawainannya juga tidak sehat, itu juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada keluarga," ungkap Ratih.
Lantas bagaimana cara mencegah kekerasan di dalam rumah tangga?
Yaitu dengan menciptakan adanya rasa saling menyayangi, bukan hanya pada kemasannya, tapi juga dijalankan dengan tulus.
"Saling hormat, saling mengasihi, mengasihinya itu tulus bukan untuk kemasan saja, dan rasa bahwa keluarga itu adalah satu, itu yang menjadi dasar supaya kekerasan itu tidak terjadi," kata Psikolog lulusan Universitas Indonesia
BACA JUGA: Berdiri di Atas Tanah Seluas Satu Hektar, Begini Mewahnya Rumah Baru Uya Kuya!
Bagaimana cara menyikapi kekerasan dalam rumah tangga?
"Berikan pendidikan dan value yang baik, semua orang adalah equal semua orang sesama, semua orang adalah pihak yang harus dicintai dan dilindungi itu adalah hal yang harus ditumbuhkan dalam keluarga," ungkap Ratih.
Orangtua yang paling berperan untuk menciptakan kultur kesetaraan gender di lingkungan rumah tangga.
"Ibu dan bapak, salah satu yang paling bisa menginspirasi kemudian mengondisi supaya itu ada dalam keluarga," kata pendiri Personal Growth.
BACA JUGA: Anak Mengalami kekerasan Seksual. Ini Yang Perlu Dilakukan Orangtua
Apa yang dilakukan saat mengalami kekerasan?
Pihak yang paling menyadari adanya tindak kekerasan yang harus menghentikan itu.
"Apabila terjadi kekerasan apa yang perlu dilakukan? Tentu pihak yang paling sadar kalau itu kekerasan dia yang harus mengambil sikap untuk melindungi si korban.
Bisa datang kepada support system, misalnya keluarga besar, kepada RT RW, pihak berwajib maupun kepada komnas perempuan supaya tindakan advokasi dan bantuan bisa dilakukan," tutup psikolog Ratih Ibrahim.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Fadhila Afifah |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR