Nakita.id - Belakangan ini, kasus Covid-19 di Indonesia kian meningkat.
Hal ini sejalan dengan munculnya varian baru Covid-19 yakni varian Omicron.
Hingga hari ini, Rabu (9/2/2022), tercatat sebanyak 4,5 juta warga terpapar Covid-19.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah, salah satunya mengejar vaksinasi booster untuk menurunkan risiko gejala Covid-19.
Namun di tengah meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, satu virus berbahaya kembali muncul.
Bahkan, virus tersebut dinyatakan menginfeksi 12 orang yang berada di Gunungkidul.
Sebanyak 12 warga Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan terjangkit virus Antraks.
Hal ini dibenarkan oleh Dinas Kesehatan Gunungkidul setelah memeriksa 26 sampel warga ke Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLivet) Bogor.
Mengutip dari Kompas, beberapa warga yang terinfeksi Antraks mengalami kulit melepuh.
Baca Juga: Pengobatan Covid Omicron Bisa Dilakukan dari Rumah, Tapi Ini Syarat yang Perlu Dipenuhi Sebelumnya
Akan tetapi dari 26 sampel, hanya 12 yang dinyatakan positif Antraks.
"(12 positif), untuk yang lainnya negatif," kata Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Dewi Irawaty saat dihubungi, Rabu (9/2/2022), mengutip dari Kompas.
Warga yang positif antraks tinggal di Kapanewon Gedangsari dan Kapanewon Ponjong.
Dinas Kesehatan Gunungkidul disebut masih terus memantau lokasi munculnya kasus
"Surveilans masih terus dilakukan," kata Dewi. Dewi menyebut antraks merupakan jenis penyakit zoonosis, yakni hanya menular dari hewan ke manusia, tidak antar manusia.
Meski demikian, ia mengatakan dasar pencegahan antraks tetap pada perilaku warga, agar selektif memilih daging yang segar dan pastikan dari hewan yang sehat.
Sementara itu, hewan ternak yang diduga menjadi penyebab tertularnya Antraks telah mendapat penanganan.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul telah melakukan serangkaian upaya untik meminimalisasi penyebaran oleh hewan ternaik.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Retno Widyastuti menyarankan, hewan ternak seperti sapi dan kambing dalam kondisi mati langsung dikuburkan, untuk mencegah risiko penularan Antraks.
Baca Juga: Waspada, Kasus Positif Antraks Ditemukan di Gunungkidul, Ini Gejala Antraks pada Manusia
Karena menurut data dan penelitian, penularan Antraks paling tinggi justru terjadi saat ternak sakit dan lalu disembelih.
Hal ini menyebabkan bakteri Antraks yang berdiam di darah akan kontak dengan udara dan membentuk proteksi, sehingga lebih mudah menular.
Selama ini masyarakat memilih untuk memotong ternak sakit atau mati secara mendadak karena tak ingin rugi.
Setelah disembelih ada yang dijual ke warga sekitar atau sering dikenal istilah lokal brandu, selain itu juga dijual ke pedagang.
"(ternak mati atau sakit) Merasa eman (sayang), jadi kalau ada ternak sakit atau mati lebih dipilih dipotong kemudian dijual," kata Retno.
Oleh sebab itu, Plt Kepala DPKH Gunungkidul, Kelik Yuliantoro menyampaikan bahwa pemerintah tengah menggodok aturan untuk ganti rugi ternak yang mati demi mencegah adanya penjualan hewan ternak yang mati.
"Kita upayakan agar ada ganti rugi ternak yang mati, sehingga langsung dikubur. Untuk besarannya masih dibahas, karena anggarannya kan belum masuk ke dalam APBD," kata Kelik.
"Upaya ini untuk mencegah hewan ternak disembelih lalu dibrandu," kata Kelik.
Selian itu untuk keamanan pihaknya terus melakukan pemantauan kepada Tempat Pemotongan Hewan (TPH) yang ada di Gunungkidul untuk memastikan hewan yang dipotong dalam keadaan sehat.
Baca Juga: Waspada! Penyakit Antraks Kembali Ditemukan pada Sapi dan Kambing di Gunungkidul
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR