Seperti yang dialami oleh Ani Herna Sari, S.IP., M.Med.Kom, mantan pengidap TBC sekaligus Ketua Organisasi Rekat Peduli Indonesia, ia terinfeksi TBC sejak 2011.
Saat terinfeksi TBC pun Ani sedang berbadan dua, dan berobat kesana-kemari.
Pada awalnya, Ani tidak langsung didiagnosis terinfeksi TBC, dan dianggap sebagai batuk biasa saja.
Sampai akhirnya, Ani pun benar terinfeksi TBC. Awalnya, Ani pun sempat drop ketika didiagnosis mengalami penyakit tersebut.
Ani mengaku, alasan dirinya kuat menjalani TBC sendiri adalah karena bayi yang dikandung dan juga keluarganya.
Kampanye #141CEKTBC
Diskriminasi terhadap pasien TBC sebenarnya bisa terjadi karena banyaknya masyarakat yang kurang mendapatkan edukasi mengenai penyakit tersebut.
Organisasi STPI telah melakukan survey ke 100 responden, dan ternyata setengah dari responden tersebut sebenarnya belum benar-benar mengerti mengenai TBC.
Maka dari itu STPI mengaungkan kampanye #141CEKTBC.
Maksud dari #141CEKTBC sendiri adalah apabila ada gejala 14 hari batuk maka solusinya hanya satu cek ke dokter.
"Sehingga jika ada gejala seperti batuk selama 14 hari tidak reda-reda maka tidak ada toleransi lagi cek ke dokter segera," tutur dr. Henry Diatmo, MKM, Direktur Eksekutif STPI.
Kampanye #141CEKTBC sudah dijalankan sejak bulan Februari 2022 lalu. Adanya kampanye ini diharapkan masyrakat tidak menganggap remeh gejala dari TBC seperti batuk.
"Masyrakat mulai berubah perilakunya, jangan anggap remeh," tutup dr. Henry.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kampanye tersebut Moms bisa mengunjungi sebsite https://141.stoptbindonesia.org/ atau WA : +62 811-9961-141.
Baca Juga: Sempat Berjuang Lawan TBC Kelenjar, Fitri Tropica Hamil Anak Pertama
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR