Siti Fadilah secara gamblang menyoroti beberapa kejanggalan terkait kasus gagal ginjal akut ini.
Pertama, ia menyayangkan keputusan pemerintah yang langsung menyebutkan penyebabnya adalah tercemar EG dan DEG, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.
Menurut Siti Fadilah, langkah yang harus diambil pemerintah adalah mengumumkan jumlah pasien yang terkena gangguan ginjal akut akibat obat sirup.
Sekaligus, ia menambahkan bahwa pemerintah juga harus menyampaikan secara rinci jenis sirup apa saja yang diminum pasien tersebut.
Berikutnya, mantan Menkes periode 2004-2009 ini menyoroti pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang menyampaikan tidak pernah memeriksa kadar EG dan DEG.
Dikatakan, obat sirup tercemas apabila kadar EG maupun DEG lebih dari 0,1%. Hal itu sudah tertuang dalam kompendium informasi obat (farmakope) Amerika Serikat maupun Indonesia.
“Kalau satu kemasan obat, kemudian kita tidak tahu mengandung EG dan DEG berapa, kita tidak bisa menyalahkan dia (obat) dong.
Kemudian, semua obat sirup di-stop. Padahal, yang tidak boleh yang ada kandungannya EG dan DEG melebihi 0,1%,” tuturnya.
Ia juga menyoroti bahwa ditetapkannya tersangka dari kasus gangguan ginjal diduga akibat kandungan EG dan DEG.
Menurut Siti Fadilah, bukan seperti itu seharusnya, sebab hal ini terjadi karena kelalaian tata kelola.
“Ini kan masuknya kebobolan, kebobolan bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tetapi kesalahan sistem, barangkali itu,” tutupnya.
Baca Juga: Mengenal Ciri-ciri Anak Terkena Penyakit Gagal Ginjal Akut, Bagaimana Tanda-tanda Awalnya?
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR