Selain, karena ia selalu dianggap baik, bukan tak mungkin saat berperilaku buruk pun tetap dianggap baik, hingga ia jadi tak belajar untuk menyadari kapan ia berbuat salah.
Padahal, anak harusnya belajar, di antara kebaikan-kebaikan yang dipersepsikan orangtuanya, pasti juga ada keburukan dan ia pernah "terpeleset" atau berbuat salah.
Pembandingan yang selalu membenarkan perilaku anak juga dapat memicu anak untuk tak belajar berempati pada orang lain, termasuk belajar memahami ada orang yang salah.
Jika terus-menerus demikian, bisa saja kelak membuat anak tak pernah mendengarkan orang lain karena ia merasa yang paling benar.
Persaingan tak sehat
Parahnya lagi, perbandingan antara kakak-adik bisa memunculkan persaingan tak sehat di antara meraka.
Ini karena yang satu dipuja-puja sementara yang satunya selalu disalahkan.
Tak mustahil yang “terkalahkan” berusaha untuk mencari cara demi menyingkirkan atau menyakiti saudaranya yang menjadi saingannya itu.
Tentu hal ini akan merusak hubungan dalam keluarga.
Cari penyebabnya
Yang seharusnya dilakukan adalah mencari penyebab dari kekurangan anak dan kelebihan anak.
Baca Juga: Stop Membandingkan Anak, Jika Tidak Ingin Anak Menjauh Dari Orang Tua
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR