Nakita.id - Seiring dengan berkembangnya zaman, gaya hidup pun semakin berubah menjadi semakin mudah.
Akan tetapi gaya hidup yang sekarang ini justru punya dampak negatif terhadap lingkungan, termasuk produksi sampah.
Maka dari itu, perubahan sangat diperlukan guna membendung gaya hidup yang merusak.
Salah satunya adalah dengan menerapkan gaya hidup zero waste (tanpa sampah).
Konsep gaya hidup ini sudah menjadi solusi permasalahan sampah dan lingkungan Indonesia sejak lama.
Great Eastern Life Indonesia menjadi salah satu pihak yang menyerukan gaya hidup ini.
Kampanye utama 'Reach for Great' ini berlandaskan salah satu pilar keberlanjutan perusahaan, yakni berfokus pada lingkungan.
Kampanye ini merupakan hasil kerja sama dengan Saya Pilih Bumi, yang merupakan bagian dari National Geographic Indonesia.
Kolaborasi ini dilakukan lewat kampanye bertajuk 'Reach for a Greener Tomorrow' sejak 26 Oktober, bertepatan dengan Sustainability Day.
Lalu, untuk talkshow sendiri diadakan di Salihara Art Center pada Selasa (21/2/2023).
Tepatnya, pada puncak rangkaian aktivitas kampanye sekaligus bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional.
Baca Juga: Sambut Hari Pangan Sedunia, Kenali Teknik Zero Waste Cooking untuk Kurangi Sampah Makanan
"Kita ingin menginspirasi masyarakat untuk bisa memiliki kehidupan yang lebih baik," kata Roy Hendrata selaku Head of Marketing Great Eastern Life Indonesia.
"Definisi ini kan banyak indikatornya. Kalau mau hidup lebih baik lagi ada pribadi yang lebih hebat, jadi lewat premis itu kami memiliki sustainability pillar," lanjut Roy mengatakan.
Namun, untuk menjalankan gaya hidup tanpa sampah tidak bisa dilakukan sendiri.
Perlu ada kesadaran terhadap permasalahan lingkungan, keinginan melakukannya, dan mengetahui cara penerapannya.
Aktor Indonesia Ramon Y. Tungka menekankan, gaya hidup zero waste tidak hanya dijalankan secara sendiri, tetapi punya pengaruh pada lingkungan sosial sekitarnya.
"Kalau kita lakukan sendirian, mungkin akan cepat, tetapi enggak akan kemana-mana. Makanya perlu dilakukan secara bersama-sama," lanjut Ramon.
Kesadaran bersama untuk menerapkan gaya hidup tanpa sampah sangat penting, mengingat emisi bisa dihasilkan dari barang yang dibuang.
Di dalam suatu lembaga, bahkan korporat sekalipun, gaya hidup tanpa sampah bisa diwujudkan.
Sistem bisa dibentuk dari anggota yang bersama-sama membentuk kebiasaan.
Pada akhirnya, kebiasaan tersebut menjadi budaya, sehingga memengaruhi sistem lembaga untuk mewujudkan gaya hidup tanpa sampah.
Di sisi lain, Siska Nirmala selaku penjelajah dan inisiator 'Gerakan Ekspedisi Nol'mengatakan bahwa pada awalnya untuk menerapkan gaya hidup tanpa sampah memang sulit.
Baca Juga: Contoh Proses Kimia Hijau dalam Kehidupan Sehari-hari, Yuk Cari Tahu!
Kesulitannya disebabkan ketergantungan untuk mengonsumsi berbagai barang penghasil sampah.
Memulai gaya hidup zero waste ini perlu cara yang bertahap dari diri sendiri.
Dari cerita Siska, dirinya baru memulai gaya hidup tanpa sampah sejak 2012.
Berkomitmen untuk hidup tanpa sampah, pada awalnya, sangat berat karena dilakukan sendirian.
Hatinya bergerak melakukan hidup tanpa sampah ketika mendaki Gunung Rinjani yang penuh dengan sampah.
Seiring tahun demi tahun berjalan, dia mendapati bahwa gaya hidup tanpa sampah sudah banyak disuarakan dan dilakukan.
Hal ini mempermudah bagi masyarakat lainnya untuk turut serta.
Baca Juga: Agar Hidup Lebih Berkelanjutan, Bolehkah Menggunakan Furnitur Kayu di Rumah? Ini Penjelasannya
Ibu Hamil Tidak Boleh Duduk Terlalu Lama, Ini Risiko dan Solusi untuk Kehamilan Sehat
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR