Nakita.id - Begini ternyata cara membuat anak cerdas.
Kuncinya antara Moms dan Dads saling #BerperanSama.
Orangtua mana yang tidak bangga punya anak yang sangat cerdas, tapi perlu diketahui jika tingkat kecerdasan anak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor biologis dan eksternal.
Kalau internal tergantung dari genetik orangtua, kalau ekstrenal tergantung bagaimana Moms dan Dads mendidiknya sejak dini.
Menciptakan anak yang cerdas tidak cukup dengan membelikannya mainan-mainan edukatif atau memasukkannya ke sekolah yang bagus dan mahal.
Sebaliknya, anak cerdas lahir dari pola parenting anak yang tepat dan efektif dari proses yang panjang dan kompleks.
Melansir dari Kompas, berikut tips #BerperanSama orangtua untuk menciptakan anak yang cerdas seperti disarankan oleh para psikolog.
Anak cerdas akan lahir ketika ia dibiarkan untuk mengembangkan imajinasi dan bermain sesuka hati.
Moms dan Dads mungkin tergoda untuk mengatur jadwal anak sedemikian rupa agar ia mendapatkan skill yang berguna untuk mengasah otak, tapi psikolog mengatakan hal itu justru keliru.
Bebaskan anak untuk melakukan yang ia suka, termasuk berinteraksi dengan gawai atau komputer.
Jangan lupa untuk tetap mengawasi dan memberikan batasan penggunaan gawai tersebut.
Baca Juga: Dads Bisa Berperan Sama Dengan Moms Membiasakan Anak Bangun Pagi, Ini Tipsnya!
Perkembangan teknologi bisa membantu kita menciptakan anak cerdas bila dimaksimalkan sesuai potensinya.
Kita misalnya bisa menggunakan teknologi virtual reality untuk mengajarkan banyak hal pada anak, misalnya cara bermain olahraga tertentu atau memperkenalkan anak pada hewan prasejarah yang sudah punah.
Memperbanyak bertanya pada anak akan melatih skill problem solving sekaligus mempertajam imajinasi anak.
Misalnya, ketika tengah berkendara, Moms dan Dads bisa mengajukan pertanyaan sederhana pada anak, seperti “apa yang akan terjadi kalau kita melanggar lampu lalu lintas?”
Metode parenting seperti ini menunjukkan keberhasilan bila anak kemudian sering mengajukan pertanyaan yang dimulai dengan “mengapa”.
Ya, pertanyaan seperti ini akan membuat orangtua lelah, tapi ingatlah bahwa itu merupakan pertanda orangtua sudah dalam jalur yang benar untuk menciptakan anak cerdas.
Benar, anak memang seharusnya bermain dengan siapa saja.
Namun, Moms dan Dads berhak membatasi anak bergaul dengan teman-teman yang toxic agar ia tidak terpengaruh dengan pergaulan seperti itu.
Pola parenting anak bisa buyar ketika sekolah dan tenaga pengajar di dalamnya tidak menunjukkan visi yang sama dengan orangtua.
Ingat, anak akan berada di sekolah sekitar 6 jam per hari sehingga institusi ini sangat berperan untuk membentuk pola pikir anak, terutama dalam hal akademis.
Jika memungkinkan pilih sekolah yang dikenal akan kepintaran siswanya, agar anak terpacu untuk berada di level yang sama.
Baca Juga: Berperan Sama Pilah dan Pilih Tontonan TV untuk Anak, Ini Dia Tips yang Bisa Dads Lakukan
Yang tak kalah penting, pilih sekolah yang mendukung setiap bakat anak yang berbeda-beda serta memiliki program yang dapat mengembangkan potensi anak.
Setiap anak memiliki karakternya masing-masing, tugas orangtua hanyalah mengarahkan.
Anak yang pendiam jangan dipaksa menjadi anak yang aktif secara fisik, begitu pula anak yang lebih suka aktivitas di luar ruangan jangan dipaksa belajar di dalam kelas dalam waktu yang panjang.
Sebaliknya, orangtua bisa mengarahkan karakter anak tersebut menjadi keuntungan baginya, misalnya anak pendiam dapat diberi banyak buku bacaan yang meningkatkan intelegensinya.
Selama anak tidak berperilaku menyimpang dan masih dalam batas kewajaran, hormati keinginan anak untuk menjadi dirinya sendiri.
Orangtua juga harus ingat bahwa anak cerdas tetaplah anak-anak yang suka bermain.
Jadi, selalu sediakan waktu baginya untuk menyalurkan kegiatan dalam bentuk lain, misalnya berolahraga atau bahkan sekadar main video games.
Ketika menerapkan pola parenting anak demi menciptakan anak cerdas, tidak jarang orangtua melakukan kesalahan yang disadari maupun tidak.
Beberapa kesalahan tersebut, antara lain:
- Memiliki ekspektasi yang tidak realistis
- Tidak memiliki aturan atau menerapkan batasan
- Tidak konsisten
Baca Juga: Berperan Sama Saat Anak Marah, Dads Bisa Lakukan 6 Hal Ini untuk Menenangkan Si Kecil
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR