Nakita.id - Setiap tahunnya, Pekan ASI Sedunia atau World Breastfeeding Week diperingati pada tanggal 1-7 Agustus.
Melalui rangkaian Pekan ASI Sedunia ini, para Moms diingatkan kembali akan pentingnya menyusui bagi busui maupun bayi. Khususnya, pemberian ASI secara eksklusif yang tak kalah pentingnya dalam pencegahan stunting.
Selain untuk mencegah stunting, tentunya ada sederet manfaat yang dirasakan dari pemberian ASI eksklusif ini. Apa saja? Yuk cari tahu selengkapnya dalam artikel berikut!
Moms tentu mengetahui kalau masa menyusui adalah 2 tahun, termasuk 6 bulan pertama untuk pemberian ASI eksklusif.
"Sebenarnya, menyusui diawali dengan suatu proses yang dinamakan standar emas pemberian makan bayi, yaitu Inisiasi Menyusu Dini (IMD) secepatnya sebelum kita sampai ke ASI eksklusif," terang Pracista Dhira Prameswari dalam wawancara eksklusif bersama Nakita, Senin (21/8/2023).
"Kemudian, dilanjutkan dengan rawat gabung dimana bayinya digabung dengan ibunya. Lalu, mulai ASI eksklusif," ujar Ketua Divisi Komunikasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Pusat yang akrab disapa Sita ini.
Sita menekankan, ASI eksklusif disini berarti tidak adanya asupan lain selain ASI.
"Jadi, enggak pakai tambahan susu formula, enggak pakai tambahan air putih kalau haus bayinya, atau MPASI dini sampai bayi berusia 6 bulan," katanya menegaskan.
"Tentunya ini diluar (penggunaan) obat-obatan ya, karena terkadang ada ibu-ibu yang khawatir kalau bayinya sakit dan dikasih obat jadi enggak bisa ASI eksklusif," tambahnya.
Padahal, menurut Sita, penggunaan obat tidak membatalkan bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif tersebut. Demikian pula, ketika ibu menyusui hendak memberikan ASI eksklusif ke anaknya.
Kemudian setelah 6 bulan, Sita mengatakan untuk lanjut ke MPASI lokal atau yang dibuat secara rumahan sambil tetap menyusui bayi hingga usia 2 tahun.
Baca Juga: Pentingnya ASI Cegah Stunting, Kandungan Gizinya Pengaruhi Jangka Panjang Pertumbuhan Si Kecil
"Manfaatnya adalah, dengan melaksanakan standar emas makanan yang baik itu selama 28 hari pertama atau hampir sebulan pertama, untuk bayi yang langsung menyusui itu risiko kematiannya menurun hingga 33 persen," ungkap Sita.
Sita menjelaskan, semakin lama waktu bayi dipisahkan dari ibunya atau tidak mendapat kesempatan menyusui langsung, risiko kematiannya bisa semakin meningkat.
"Jadi, belum sampai 6 bulan sudah ada manfaatnya ya yang sangat penting itu," ucapnya tegas.
Kemudian dari segi kandungannya, Sita juga menjelaskan bahwa ASI memiliki zat hidup di bawah mikroskop, sedangkan susu formula tidak sama sekali.
Selain itu, ASI juga lebih mudah dicerna bayi dan tidak bikin sembelit. Bahkan, bayi bisa tahan pup sampai sekitar satu minggu karena penyerapannya yang begitu baik oleh ASI.
"Dan juga, sistem imunnya lebih baik. Enggak gampang alergi, enggak gampang eksim, enggak gampang diare," sebut Sita.
"Terus juga, ada studi yang membuktikan bahwa IQ-nya (bayi yang disusu langsung) lebih tinggi daripada yang tidak disusu," tambahnya.
Tak sampai di situ. Menurut Sita, ASI, terutama ASI eksklusif, juga bermanfaat untuk mengaktifkan sinyal dari bayi pada ibu menyusui itu sendiri.
"Misalnya, bayinya sedang sakit atau kondisi tubuhnya sedang kurang fit. Itu air liurnya membawa informasi tentang kondisi tubuh si bayi, mungkin lagi ada virus atau apa.
Saat bayi menyusu, air liur itu sebenarnya masuk ke saluran ASI ibunya. Kemudian, saluran ASI ibunya ini mendapat informasi bahwa bayi butuh ASI mungkin dengan zat kekebalan tubuh atau antibodi lebih banyak. Itulah yang diproduksi oleh ASI ibu dan diberikan kepada bayi," katanya menerangkan.
Baca Juga: Penting Dibaca! Manfaat ASI untuk Mencegah Stunting pada Bayi Menurut BKKBN
Meski banyak sekali manfaatnya untuk bayi dan ibu menyusui, Sita menyampaikan bahwa ada kondisi-kondisi tertentu dimana seorang busui tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya ataupun sebaliknya.
"Ada dokumen yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF, bahkan sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi 'Alasan Medis Penggunaan Pengganti ASI'," ungkap Sita.
Merujuk dokumen tersebut, Sita menyampaikan apa saja kondisi bayi dan ibu menyusui yang mengharuskan pemberian susu formula. Berikut penjabarannya.
Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali formula khusus
- Bayi dengan galaktosemia klasik: diperlukan formula khusus bebas galaktosa.
- Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel / maple syrup urine disease: diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin dan valin.
- Bayi dengan fenilketonuria: dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin (dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan ketat).
Bayi-bayi di mana ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain selain ASI untuk jangka waktu terbatas
- Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 g (berat lahir sangat rendah).
- Bayi lahir kurang dari 32 minggu dari usia kehamilan (amat prematur).
- Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa (seperti pada bayi prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stres iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit dan bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes) jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.
Baca Juga: Praktek Pengasuhan yang Tidak Baik Bisa Sebabkan Anak Stunting, Ini Ulasannya
Ibu-ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang disebutkan di bawah ini harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar pedoman.
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen:
- Infeksi HIV: jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (AFASS).
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui untuk sementara waktu
- Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis.
- Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1): kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas.
- Pengobatan ibu:
• Obat-obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti-epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia;
• Radioaktif iodin-131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia - seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua bulan setelah menerima zat ini;
• Penggunaan yodium atau yodofor topikal (misalnya povidone-iodine) secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari;
• Sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi.
Baca Juga: Banyak yang Bertanya Apakah Stunting Bisa Diobati? Simak Ulasannya
Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui, walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang menjadi perhatian:
- Abses payudara: menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak terkena abses; menyusui dari payudara yang terkena dapat dilanjutkan setelah perawatan mulai.
- Hepatitis B: bayi harus diberi vaksin hepatitis B, dalam waktu 48 jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.
- Hepatitis C.
- Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk mencegah progresivitas penyakit.
- Tuberkulosis: ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman tuberkulosis nasional.
- Penggunaan zat:
• Penggunaan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulan sejenis oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang disusui;
• Alkohol, opioid, benzodiazepin dan ganja dapat menyebabkan sedasi pada ibu dan bayi.
Ibu harus didorong untuk tidak menggunakan zat-zat tersebut, dan diberi kesempatan dan dukungan untuk tidak lagi terlibat di dalamnya.
Untuk informasi selengkapnya, Moms bisa cek tautan berikut. Semoga bermanfaat!
Baca Juga: Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif dalam Mencegah Stunting, Sesuai Tujuan SDGs Tujuan 2030
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR