Studi menunjukkan bahwa negara-negara dengan prevalensi stunting yang tinggi dapat kehilangan sekitar 3% hingga 11% dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka akibat penurunan produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh stunting.
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung lebih rentan terhadap penyakit menular dan non-menular, serta gangguan kesehatan lainnya.
Hal ini membuat mereka lebih sering membutuhkan perawatan medis yang berkelanjutan.
Di tingkat negara, tingginya prevalensi stunting akan meningkatkan beban biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Meningkatnya biaya perawatan kesehatan ini dapat menguras anggaran negara yang seharusnya bisa dialokasikan untuk program-program pembangunan lain, seperti pendidikan, infrastruktur, atau kesejahteraan sosial.
Stunting menghambat perkembangan anak sejak dini, yang berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan dan pelatihan yang dapat mereka terima di kemudian hari.
Negara-negara yang memiliki prevalensi stunting yang tinggi cenderung mengalami keterlambatan dalam pencapaian target pembangunan manusia, seperti tujuan pendidikan universal dan peningkatan literasi.
Rendahnya tingkat pendidikan generasi muda akan membatasi kapasitas mereka untuk mengadopsi teknologi baru dan berinovasi, sehingga mengurangi daya saing global suatu negara.
Anak adalah masa depan bangsa.
Jika stunting tidak segera ditangani, negara akan kehilangan potensi dari generasi muda yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan di masa mendatang.
Memberikan perhatian khusus pada pencegahan dan penanggulangan stunting adalah investasi jangka panjang yang akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Baca Juga: Langkah Tepat Menanggulangi Stunting Sejak Hamil Dimulai dengan Cara Ini
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR