Nakita.id - Nikita Mirzani dikabarkan sudah bisa berkomunikasi dengan sang putri, Laura Meizani atau Lolly.
Seperti kita tahu, hubungan Nikita Mirzani dan Lolly sudah memburuk sejak 2 tahun lalu.
Nikita mengatakan kalau sang putri membuatnya kecewa dengan berhenti sekolah.
Dan lagi, Lolly juga diisukan pernah hamil dan melakukan aborsi.
Nikita Mirzani kemudian melaporkan kekasih Lolly, Vadel Badjideh ke polisi atas dugaan pencabulan dan aborsi.
Lolly sendiri sempat histeris ketika dijemput paksa oleh Nikita Mirzani.
Bahkan kabarnya, Lolly sempat menonjok hidung sang ibu.
Kini, kuasa hukum Nikita Mirzani, Fahmi Bachdim mengatkan kalau hubungan ibu dan anak ini mulai mencair.
Nikita Mirzani disebut sudah menjalin komunikasi dengan sang putri.
"Komunikasi (ada)," kata Fahmi seperti dilansir dari Tribun Seleb.
Fahmi tidak tahu menahu apakah Nikita sudah menjenguk sang anak atau belum.
Baca Juga: 'Hasilnya Nikita Sudah Tahu' Hasil Visum Lolly Bikin Nikmir Syok!
Tapi dia memastikan kalau ada komunikasi di antara keduanya.
"Saya nggak nanya ya (sudah jenguk atau belum), tapi dia berkomunikasi kok," sambungnya.
Berkaca dari hubungan Nikita Mirzani dan Lolly, bagaimana cara mengatasi konflik ibu dan anak agar kembali harmonis?
1. Mengenali Akar Permasalahan
Langkah pertama dalam mengatasi konflik antara ibu dan anak adalah mengenali akar masalah.
Sering kali, konflik yang terlihat di permukaan hanyalah gejala dari masalah yang lebih mendalam. Misalnya, seorang anak yang tampak memberontak mungkin sebenarnya merasa tidak didengar atau kurang mendapatkan perhatian.
Di sisi lain, seorang ibu yang terlalu protektif mungkin merasa khawatir dengan masa depan anaknya.
Oleh karena itu, penting bagi kedua belah pihak untuk melakukan introspeksi dan mencoba memahami apa yang sebenarnya memicu konflik tersebut. Dengan mengenali akar masalah, penyelesaian yang lebih efektif dapat dicapai.
2. Menggunakan Komunikasi yang Terbuka dan Jujur
Komunikasi adalah kunci utama dalam mengatasi konflik, terutama antara ibu dan anak. Salah satu penyebab utama terjadinya konflik adalah kurangnya komunikasi yang efektif.
Banyak ibu dan anak merasa kesulitan mengungkapkan perasaan mereka dengan jujur dan terbuka, yang akhirnya memicu kesalahpahaman.
Baca Juga: Vadel Badjideh Ajukan Restorative Justice, Pihak Nikita Mirzani Ogah 'Mimpi!'
Untuk memperbaiki hubungan, penting bagi ibu dan anak untuk menciptakan ruang di mana mereka bisa berbicara secara terbuka tanpa takut dihakimi atau disalahkan.
Kedua belah pihak harus siap untuk mendengarkan pandangan dan perasaan satu sama lain tanpa menyela atau memberikan komentar negatif.
Komunikasi yang jujur dan penuh empati dapat membantu membangun kembali kepercayaan dan saling pengertian.
3. Memahami Perbedaan Generasi
Salah satu sumber konflik antara ibu dan anak sering kali berasal dari perbedaan generasi.
Setiap generasi memiliki pandangan, nilai, dan kebiasaan yang berbeda, yang dapat menyebabkan bentrokan antara cara pandang ibu dan anak.
Misalnya, seorang ibu yang tumbuh di zaman yang berbeda mungkin memiliki ekspektasi tradisional mengenai pendidikan, karier, atau pernikahan, sementara anaknya mungkin memiliki pandangan yang lebih modern dan independen.
Daripada memaksakan pandangan masing-masing, penting bagi kedua belah pihak untuk memahami dan menghargai perbedaan ini.
Ibu dan anak harus belajar berkompromi dan mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh keduanya.
Dengan memahami perbedaan generasi, konflik dapat diminimalkan, dan hubungan bisa lebih harmonis.
4. Menerapkan Pendekatan Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan merasakan apa yang mereka rasakan.
Dalam situasi konflik, sering kali ibu dan anak terlalu fokus pada sudut pandang mereka sendiri sehingga lupa untuk mencoba memahami sudut pandang lawan bicara.
Untuk mengatasi konflik, penting bagi ibu dan anak untuk saling berempati.
Seorang ibu mungkin bisa mencoba melihat dari perspektif anaknya yang sedang menghadapi tekanan dari sekolah atau pekerjaan, sementara anak bisa mencoba memahami kekhawatiran dan kecemasan ibu yang mungkin berasal dari rasa sayang.
Dengan pendekatan empati, keduanya dapat merasa lebih dimengerti dan dihargai, sehingga konflik dapat mereda.
5. Mengatur Ekspektasi yang Realistis
Konflik antara ibu dan anak juga sering muncul dari ekspektasi yang tidak realistis.
Ibu mungkin memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap anaknya, baik dalam hal akademik, karier, maupun perilaku, sementara anak merasa tertekan atau bahkan tidak mampu memenuhi harapan tersebut.
Penting bagi ibu untuk menyadari bahwa setiap anak memiliki bakat, minat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Memaksa anak untuk mengikuti jalur yang tidak sesuai dengan potensinya hanya akan menyebabkan frustasi dan konflik.
Di sisi lain, anak juga perlu berkomunikasi secara jelas mengenai batas kemampuan dan keinginannya agar ibu bisa menyesuaikan ekspektasi.
Dengan mengatur ekspektasi yang lebih realistis dan berbasis pada kenyataan, konflik bisa diminimalisir, dan anak akan merasa lebih dihargai dan didukung.
Baca Juga: Kondisi Lolly Sudah Lebih Baik, Nikita Mirzani Ingin Sang Putri Bercerita di Pengadilan
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Diah Puspita Ningrum |
KOMENTAR