Itulah yang membuat gambaran Soeharto berbeda di depan mata calon mertuanya, selain tentu saja karena hubungan dekat keluarga pamannya dengan orangtua Hartinah.
“Perkawinan kami tidak didahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami oleh anak muda di tahun delapan puluhan sekarang ini. Kami berpegang pada pepatah, ‘witing tresna jalaran saka kulina,” kata Soeharto kepada Ramadhan KH, dalam Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya.
BACA JUGA: Nikita Mirzani Putuskan Berhijab, Alasannya Buat Uya Kuya Menangis!
HINGGA MAUT MEMISAHKAN
Tak ada bulan madu bagi mereka karena tiga hari setelah pernikahan, Soeharto harus kembali ke Yogyakarta untuk berdinas. Mereka pun tinggal di Jalan Merbabu Nomor 2.
Seminggu setelah itu, Soeharto harus meninggalkan sang istri karena ditugaskan ke Ambarawa untuk menghadapi serangan Belanda dari Semarang.
Menjadi istri tentara di zaman Perang kemerdekaan memang berat. Bahkan, saat harus melahirkan anak pertamanya, Hartinah terpaksa tak bisa ditemani Soeharto yang sedang bertempur. Meski begitu, dia tetap tegar dan setia.
Pernah suatu hari, Soeharto terlihat penat karena tugas militer dan hampir menyerah. Hartinah dengan lembut berkata, “Aku dulu menikah dengan tentara, bukan dengan sopir. Jadilah tentara yang bermartabat.”
Buka Cabang ke-14, Nikmati Kelezatan Kuliner di Justus Steakhouse Asthana Kemang
Source | : | intisari |
Penulis | : | Shevinna Putti Anggraeni |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR