Para peserta berasal dari usia 40 hingga 69, peserta diuji kekuatan penalarannya, memori serta waktu reaksinya.
Dari situ disimpulkan bahwa mereka dengan retina tertipis adalah orang-orang yang kemungkinan gagal dalam salah satu tes tersebut.
"Sangat mungkin bahwa perawatan akan lebih efektif dalam memperlambat atau menghentikan demensia pada tahap awal penyakit.
Juga, dengan menargetkan orang-orang pada tahap awal, kemungkinan harus merancang uji klinis yang lebih baik untuk perawatan dan meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang," demikian dikatakan Paul Foster, Profesor dari University College London Institute of Ophthalmology seperti dikutip dari Indian Express.
BACA JUGA: Perempuan Lebih Mungkin Meninggal Saat Terkena Serangan Jantung!
Kehilangan memori, dan jenis penurunan kognitif lainnya sering dianggap sebagai gejala awal demensia.
Tes mata ini bisa menjadi cara untuk mengidentifikasi orang-orang yang berisiko lebih tinggi mengalami demensia.
Tapi, terlepas dari keunggulan tes ini, beberapa ilmuwan juga mempertanyakan hubungan antara demensia dan ketebalan retina.
Mereka berpendapat bahwa temuan tes ini tidak serta merta akurat atau cukup handal untuk mengukur kemampuan kognitif.
Akan tetapi, metode ini akan tetap populer karena cuma membutuhkan sedikit pengeluaran dan merupakan cara non-invasif untuk mendeteksi demensia. (*)
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR