Nakita.id - Belum kering betul luka Indonesia atas bencana gempa yang terjadi di Lombok beberapa waktu lalu.
Kini, masyarakat Donggala, Sulawesi Tengah, harus merasakan duka yang sama.
Gempa yang melanda Donggala, Sulawesi Tengah terjadi pada hari Jumat (28/9/2018) pukul 17.02 WIB dan berkekuatan 7,7 skala Richter.
Baca Juga : Tsunami Palu Lebih Dahsyat dari Donggala, Begini Keadaan Pasha 'Ungu'
Sebelumnya, BMKG memberikan informasi mengenai potensi tsunami, namun dicabut beberapa saat kemudian.
Nyatanya, tsunami terbukti menerjang Palu dan Donggala sekitar pukul 17.00 WITA atau 18.00 WIB.
Gempa yang terjadi di Donggala tersebut menyebabkan satu orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka dan sejumlah bangunan rusak.
Baca Juga : Opie Kumis Harus Istirahat Gara-gara Asam Lambung, Tinggalkan Kebiasaan Ini!
Namun, sampai saat ini belum diketahui benar berapa jumlah kerusakan yang diakibatkan gempa dan tsunami tersebut.
Indonesia memang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik, sehingga bencana gempa memang harus diantisipasi sejak awal.
Bicara soal gempa dan tsunami, Jepang merupakan negara yang hampir setiap hari harus berurusan dengan bencana alam ini.
Baca Juga : Tsunami di Palu Lebih Tinggi dari Tsunami di Donggala, Begini Penjelasan dari BMKG
Seperti yang diketahui, Jepang memang negara yang kerap dilanda gempa dan tsunami.
Bahkan, nama tsunami sendiri diambil dari bahasa Jepang yang berarti "ombak besar lautan."
Oleh karena itu, negara Samurai ini memutar otak untuk mencari solusi bagaimana cara mengurangi kerusakan saat terjadi gempa, dan salah satu cara mereka adalah dengan membangun rumah anti gempa.
Baca Juga : Hanya Menyusui 5 Menit, Sharen Khawatir dengan Kondisi Anak Keduanya
Tidak hanya Jepang, ternyata Indonesia juga punya rumah anti gempa yang sudah dibangun oleh nenek moyang kita.
Dilansir dari Intisari.id, rumah adat Nias ternyata memiliki konstruksi anti gempa yang dapat meminimaisir kerugian dari kerusakan infrastruktur bangunan.
Strukturnya hampir sama seperti dengan rumah anti gempa di Jepang, yakni dengan menggunakan konstruksi rumah bergoyang.
Baca Juga : Hanya Menyusui 5 Menit, Sharen Khawatir dengan Kondisi Anak Keduanya
Bukan hanya rumah adat Nias, tapi rumah adat Panggung di Kalimantan dan rumah ada Sumba memiiki kontruksi bangunan yang sama.
Seperti halnya Jepang yang menggunakan air bag untuk memisahkan rumah dari tanah saat terjadi gempa.
Rumah Panggung juga memiliki tiang-tiang yang menjadi pemisah rumah dengan tanah saat gempa terjadi.
Baca Juga : Ajak Keluarga ke Pekan Raya Indonesia 2018, Diskon Sampai 90% Moms!
Nah, bagaimana dengan cara membangun rumah biasa yang tahan gempa?
Dilansir dari laman Kompas.com, Iman Satyarno, dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa material dan struktur bagunan penahan gempa harus benar-benar diperhatikan.
"Jadi, kalau mau buat rumah, dipentingkan infrastrukturnya," ucap Iman.
Baca Juga : Gempa Tsunami Palu: Beredar Video Amatir Gambarkan Mencekamnya Lokasi Bencana
Baca Juga : [GloryStory] Hati–hati Berucap Pada Anak! #LovingNotLabelling
Buku Saku Panduan
Untuk mengantisipasi adanya korban akibat reruntuhan rumah saat gempa, pemerintah membuat buku panduan mengenai "Persyaratan Pokok Rumah yang Lebih Aman."
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Nia Ramadhani Ungkap Pola Asuh Pada 3 Anaknya
Buku panduan ini sudah diterapkan di Yogyakarta, Padang dan Bengkulu setelah ronkstruksi pasca gempa.
"Jadi, ketika ada masyarakat ingin membangun tipe rumah tembok ada guide (panduan), mencampur semen satu ember, pasirnya harus empat ember.
Biasanya masyarakat berlebih mencampur pasirnya," kata Iman.
Baca Juga : Gempa Tsunami Palu: Palu Diguncang Gempa, Pasha Ungu Wakil Wali Kota Sedang Lakukan Acara Ini
1. Bahan bangunan
a. Campuran beton: 1 ember semen, 2 ember pasir, 3 ember kerikil dan setengah ember air.
Ukuran kerikil maksimum 2 mm, gunakan semen tipe 1, dan tambakan air sedikit demi sedikit agar adonan beton pulen.
b. Mortar: 1 ember semen, 4 ember pasir, air secukupnya.
c. Fondasi: dibuat dari batu kerikil dan batu kali yang keras.
d. Kayu harus berkualitas baik, keras, berwarna gelap, tidak ada keretakan, dan lurus.
Baca Juga : 5 Cara Ini Ampuh Hilangkan Stres Selama Kehamilan, Coba Yuk Moms!
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Olla Ramlan Bersyukur Tidak Pernah Ucapkan Ini pada Anaknya
2. Struktur utama
a. Ukuran minimum fondasi adalah lebar ke atas 30 cm, lebar ke bawah 60 cm dan tinggi 60 cm.
b. Balok pengikat berukuran 15 x 20 cm, tulangan utama 10 mm, tulanga begel 8 mm, jarak antar tulangan begel 15 cm, dan tebal selimut beton 15 cm.
c. Spesifikasi kolom
Ukuran kolom 15 x 15 cm, tulangan baja utama 10 mm, tulangan begel baja 8 cm jarak antar begel 15cm, tebal selimut beton 15 mm.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Begini Cara Mengatakan Bodoh, Malas, dan Nakal yang Benar Pada Anak
d. Balok pengikat harus punya tulangan utama 10 mm, tulangan begel 8 mm, dan panjang tekukan minimal 5cm.
Baca Juga : Kenalkan Claudia Kim, Perempuan Asia Pemeran Nagini di Fantastic Beast 2!
3. Struktur atap
a. Bingkai ampig: terbuat dari struktur beton ukuran 15 x 12 cm.
b. Ampig terbuat dari susunan bata dengan komposisi 1 semen : 4 pasir.
c. Pada bagian gunung atau ampig terbuat dari baja yang diplester.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Tak Disangka, Ucapan Orangtua Seperti Ini Akan Membentuk Anak Jadi Sombong
Tulangan utama 10 mm, begel 8 mm dan tebal selimut beton 1 cm.
d. Gunangakn bahan ringan seperti GRC (Glassfiber Reinforced Cement)
Baca Juga : Perubahan Pada Tubuh Jika Jarang Berhubungan Intim, Bisa Jadi Depresi
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Tak Disangka, Ucapan Orangtua Seperti Ini Akan Membentuk Anak Jadi Sombong
4. Dinding
a. Diameter angkur 10 mm, dipasang dengan panjang 40 cm setiap lapis 6 bata.
b Dinding dilester dengan perbandingan 1 semen : 4 pasir dengan tebal 2 cm.
c Luar area tembok maksimum 9 meter persegi.
d. Jarak antar kolom maksimum 3 meter.
Baca Juga : Cegah Diabetes Hingga Kanker, Ini Khasiat Tak Terduga Larutan Kunyit dan Air
5. Pengecoran
a. Pengecoran beton dilakukan setiap 1 meter, pastikan bekisting rapat dan dapat dilepas setelah 3 hari, saat pengecoran beton dimampatkan dengan tulangan atau bambu agar tidak ada celah.
b. Pengecoran balok di rangkai di atas dinding, bekisting balok harus diberi penyangga agar kokoh dan dapat dilepas setelah 3 hari.
Selengkapnya, bisa disimak di bawah ini.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Kebiasaan Orangtua Seperti Ini Membuat Anak Laki-laki Menjadi Feminin, Kisah Nyata!
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com,intisari.id,Nakita.id |
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Nakita_ID |
KOMENTAR