Selain itu, ada komponen berpikir. Biasanya orang-orang akan terus khawatir atau merenung. Dengan ini, stres bisa dikaitkan dengan masalah kecemasan.
Dalam kalimat yang lebih ringkas, ahli farmasi, Kevin Leivers, memaparkan perbedaannya.
"Depresi adalah kesedihan terus menerus dalam jangka waktu yang panjang dan membutuhkan perawatan. Sementara stres terbentuk dari tekanan emosional dan mental," jelas Kevin.
Meskipun mampu meningkatkan risiko, namun stres tidak didefinisikan sebagai penyakit mental. Dr. Jane Devenish, ahli farmasi dari NHS Standards and Services, mengakui bahwa gejala kedua kondisi ini terkadang saling tumpang tindih.
Ia pun menjelaskan perbedaannya. "Secara signifikan, depresi berbeda dari stres. Saat mengidap depresi, mood Anda selalu buruk dan itu memengaruhi kehidupan sehari-hari. Sementara, stres hanyalah salah satu pemicunya,” kata Devenish.
Sama seperti stres, depresi juga bisa menimbulkan gejala sakit fisik. Selain itu, gejala emosionalnya mengganggu konsentrasi dan cara Anda memandang diri sendiri.
Saat orang mengalami depresi, umumnya ia akan merasa putus asa, terisolasi, tidak merasa terhubung dengan orang lain, dan tak lagi menikmati kehidupannya. Jika tidak segera ditangani, depresi akan membuat seseorang ingin bunuh diri.
Orang-orang yang mengidap depresi, membutuhkan bantuan dari ahli. Bisa berupa obat-obatan atau terapi.
Jika Anda melihat teman atau keluarga yang menunjukkan tanda-tanda depresi seperti menarik diri dari lingkaran sosial, mengabaikan hal-hal yang biasanya disukai, dan selalu putus asa, jangan hakimi mereka.
"Jika kenalan Anda mengalami gejala deprese, hal terbaik yang harus dilakukan adalah memastikan mereka tahu bahwa Anda peduli dan dapat bercerita kapan saja," pungkas Devenish.
Mencegah depresi dengan menikmati ruang hijau
Dibanding berdiam diri di rumah, para ahli menyarankan agar kita lebih banyak menghabiskan waktu di ruang hijau.
Selain membuat suasana hati menjadi lebih baik, hal ini juga dapat meningkatkan kesehatan mental kita.
Baca Juga : Ersya Aurelia Pamer Adegan Ranjang di Televisi, Ini Potret Cantiknya
Dalam studi yang terbit di JAMA Network Open, Jumat (20/7/2018), hal ini penting khususnya untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan atau lingkungan kumuh.
Para ahli telah membuktikan hubungan antara kedua hal tersebut di kota Philadelphia, Pennsylvania. Pertumbuhan ruang hijau di kota tersebut secara signifikan dapat menurunkan stres, perasaan tidak dianggap, dan meningkatkan kesehatan mental warganya.
"Ruang hijau adalah intervensi struktural yang sederhana dan murah, namun dapat meningkatkan kesehatan banyak orang," kata rekan penulis studi Dr. Eugenia South asisten profesor dari Fakultas Kedokteran, Universitas Pennsylvania, dilansir Time, Jumat (20/7/2018).
Dalam penelitiannya, para ahli mengidentifikasi 541 lahan kosong di kota Philadelphia dan membaginya dalam kelompok. Satu kelompok terdiri dari beberapa lahan dalam radius 400 meter.
Di dalamnya ada lahan yang digunakan untuk membuang sampah ilegal, area tempat pembuangan mobil, dan ruang hijau.
Selanjutnya, ahli mewawancarai 421 orang yang tinggal berdekatan dengan lahan-lahan tersebut.
Mereka tahu menjadi bagian dalam studi tentang kesehatan di perkotaan dan mereka diminta menjawab pertanyaan seputar kesehatan mental.
Setelah survei awal dilakukan, para ahli memilih 37 kelompok lahan untuk dijadikan ruang hijau, 36 kelompok lahan lain digunakan untuk membuang sampah dan pemeliharaan ringan, dan 37 sisanya dibiarkan begitu saja.
Dalam waktu satu setengah tahun, ahli mewawancarai ulang 342 peserta. Sepertiga dari peserta tinggal di wilayah ruang hijau.
Mereka yang tinggal di area ruang hijau, tingkat depresinya turun sampai 41 persen dan perasaan tidak berguna turun sampai 51 persen, dibandingkan dengan peserta yang tinggal di area yang tidak direstorasi.
Source | : | psychology today,consumer health digest,kompas,lifestyle.kompas.com,Health and Wellness |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR