Nakita.id.- Sudah lama diketahui, dampak rokok berupa penyakit-penyakit mematikan, terjadi juga di Indonesia.
Survei ekonomi yang pernah dilakukan di Indonesia juga menyebutkan dampak rokok pada ketangguhan ekonomi keluarga dimana pengeluaran untuk rokok ternyata menyedot anggaran rumah tangga yang seharusnya bisa diperuntukkan untuk biaya sekolah dan perbaikan gizi anak.
Sayangnya, meski tahu bahaya penyakit mengintai, di antara negara-negara Asia, rokok di Indonesia dipasarkan dengan harga yang rata-rata sangat murah, dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand dan bahkan India.
Di Indonesia, kenaikan harga rokok per tahun masih di bawah kenaikan pendapatan dan harga barang, tidak heran jika rokok pun menjadi lebih terjangkau dalam lima belas tahun terakhir.
Satu bungkus rokok di Indonesia dapat dijual seharga Rp 5.900,00 (0,45 US$), termasuk yang termurah di dunia.
Rata-rata harga satu bungkus rokok di Indonesia sekitar US$ 1,65 jauh lebih rendah dari harga rata-rata harga di dunia (yang adalah US$ 3,38) maupun di Asia Pasifik (yang adalah US$ 4.67) dan menduduki ranking rokok termurah peringkat 10 dari 36 negara Asia Pasifik.
Baca Juga : Berita Kesehatan : Media Sosial Kurangi Risiko Depresi Bagi Lansia
Pada laporan resminya di tahun 2015, Oxford Business Group juga menyoroti bahwa di Indonesia rokok dapat dijual secara eceran dengan harga rata-rata US$ 0,10 (atau sekitar Rp 1.000) per batang.
Terkait cukai; Indonesia merupakan negara dengan struktur cukai rokok paling kompleks di dunia, di mana saat ini terdapat 10 tingkatan cukai.
Sistem cukai bertingkat ini menyebabkan harga rokok sangat bervariasi di Indonesia.
Banyaknya variasi harga mengurangi efektivitas kenaikan cukai dalam mengendalikan konsumsi rokok. Mereka yang memiliki uang terbatas, termasuk keluarga miskin dan anak-anak, dapat dengan mudah membeli rokok yang lebih murah.
Baca Juga : Berita Kesehatan: Superbug Menyebar Di Berbagai Rumah Sakit Seluruh Dunia Pada Level Mematikan!
Para penggiat antirokok dan praktisi kesehatan berulangkali menggemakan argumen kenaikan tarif cukai dan pemanfaatannya untuk mendukung jaminan kesehatan nasional.
Hal itu tercetus dalam paparan di Diskusi Media dengan tema "Polemik Cukai Rokok: Apa Peran Media?" di TierSpace Kebayoran Jakarta (09.10/2018).
Diskusi ini menghadirkan narasumber dan peserta dari kalangan media yaitu Bambang Harymurti (Komisaris Tempo), Wisnu Nugroho(Pemimpin Redaksi Kompas) dan Anindita Sitepu, Direktur Program, CISDI( Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives,) suatu lembaga yang berperan sebagai pusat inisiatif strategis pembangunan nasional Indonesia.
Diskusi ini dipandu Bayu Sutiyono dari Kompas TV.
Baca Juga : Berita Kesehatan : Pembekuan Darah, Mematikan Tapi Banyak Yang Belum Tahu!
Peningkatan tarif cukai dan struktur cukai yang lebih sederhana dengan demikian saat ini menjadi argumen yang berkembang bagi penyelamatan nyawa, perlindungan kesehatan, perlindungan kesejahteraan anak-anak dan keluarga miskin, serta mendukung pembangunan di Indonesia – khususnya untuk mendukung kebutuhan pembiayaan JKN
Sejumlah simulasi pun telah dibuat, yaitu jika cukai rokok dinaikkan 16%, maka dipercaya akan mengurangi konsumsi sebesar 4,7%.[7]
Bank Dunia memperkirakan bahwa bila peningkatan cukai rokok di Indonesia rata-rata sebesar 47% dan struktur cukai rokok dikurangi menjadi 6 tingkatan saja, maka akan mengurangi permintaan rokok sebesar 10,4% dan meningkatkan pendapatan pemerintah sebesar 8,4% (Rp 12.875 triliun).
Baca Juga : Berita Kesehatan : Omega-3 Tak Ampuh Atasi Mata Kering
Kenaikan tersebut disinyalir memberikan dampak positif bagi kesehatan, mencegah biaya kesehatan keluarga dari penyakit akibat rokok, menekan belanja anggaran pemerintah, dan meningkatkan produktivitas ekonomi penduduk.
Meski bukan merupakan tujuan utamanya, peningkatan cukai rokok juga dapat menjadi sumber alternatif pendanaan untuk prioritas kesehatan dan pembangunan.
Hal ini direspons oleh sebuah survei pada tahun 2016 yang mengungkapkan bahwa mayoritas non-perokok (80%) dan perokok (75%) mendukung kenaikan harga rokok.
Baca Juga : Berita Kesehatan : Kematian Akibat Cuaca Panas Akan Semakin Meningkat
Survei ini juga menunjukkan lebih dari 72,3% perokok mengatakan bahwa mereka akan berhenti merokok jika harga rokok di atas Rp 50.000 per bungkus; jauh di atas harga saat ini.(*)
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR