Kalau pergi hajatan atau ke pasar, aku tidak diajak lagi. Ibu malah suka mengajak kakakku atau sepupu.
Mungkin karena aku terlalu gemuk, ya. Ibu, kan, terlalu berat untuk menggendongku.
Menginjak usia empat tahun, aku dimasukkan orang tua ke TK Muslimat.
Lalu, usia enam tahun aku sudah dimasukkan SD. Padahal, aku belum lulus TK, masih di tengah-tengah masa sekolah.
Rupanya Ibu enggak sabaran, ingin aku segera masuk SD. Dia bilang "Lama banget sih di TK. Kok enggak lulus-lulus sih."
Akhirnya, aku dititipin di SD Inpres Dawuhan Lor 2. Dulu, kan, bisa begitu.
Katanya kalau enggak bisa ngikutin pelajaran, enggak naik kelas. Sebaliknya kalau bisa ngikutin ya diterusin. Eh ternyata Disa naik kelas.
Baca Juga : Berita HOAX Kesehatan: Tanggapan Dokter Reisa Tentang Memotong Bulu Mata Bayi Agar Lentik
IKUT LOMBA CERDAS CERMAT
Sebagai murid SD Dawuhan Lor 2, aku cukup fanatik. Waktu itu, di antara muridnya ada semacam persaingan dengan SD Dawuhan Lor 1.
Kata orang, SD Dawuhan Lor 1 lebih bagus dari sekolahku. Tapi aku keukeuhbahwa sekolahkulah yang lebih bagus.
Alasanku waktu itu, di depan gedung sekolahku bakal dibangun SMP yang akan di beri nama SMP Negeri I Sukodono.
Ketika masih proses pembangunan, aku sudah ngebayangin di depan sekolahku akan banyak anak SMP lewat di depan sekolah.
Tentu sekolahku bakal lebih ramai dibanding SD Dawuhan 1.
Memang benar. Begitu SMP itu mulai beroperasi, suasana di lingkungan sekolahku semakin ramai saja.
Lucunya, seingatku waktu masih kelas 4 SD, salah seorang murid SMP itu mengirim surat padaku.
Namun, sumpah sampai sekarang aku enggak tahu siapa yang mengirim surat itu.
Surat itu isinya mau kenalan saja. Penampilanku waktu SD memang keren dan lucu.
Baca Juga : 7 Faktor yang Meningkatkan Risiko Stroke pada Perempuan
Meski gendut, kulitku putih sehingga menarik. Kalau pakai baju, pasti roknya pendek. Selain itu, ke mana-mana diikuti pembantu.
Itu sebabnya gengsiku cukup tinggi. Dalam hati aku selalu mengatakan Huh, aku cantik kok. Dikenal banyak orang. Populerlah.
Sudah begitu, aku termasuk anak pintar. Mau bukti? Aku terpilih mewakili sekolah ikut lomba Cerdas Cermat. Itu, lo, lomba adu pintar antarsekolah yang waktu itu sedang populer.
Anggota tim tiga orang. Aku tampil bersama dua temanku Yuyun dan Fathoni.
Mula-mula kami lomba antarsekolah tingkat desa. Karena menang, kami diikutkan ke tingkat kecamatan.
Wah senangnya, beberapa guru memberikan kami semacam kursus kilat.
Lebih senang lagi, guru memberikan kami susu dan makanan yang enak.
Prestasi lain, aku juga mewakili sekolah ikut lomba nyanyi. Kali ini, aku sendiri yang maju.
Di olah suara, prestasiku cukup lumayan. Aku sering ikut lomba sampai tingkat kecamatan.
Aku masih ingat refrain salah satu lagu yang sering kunyanyikan Tri li li li li. Dengarlah suaranya burungku bernyanyi gembira.
Urusan tarik suara memang tidak ada yang menandingiku di sekolah. Padahal aku tidak pernah belajar menyanyi secara khusus.
Baca Juga : Meski Kaya Manfaat, 4 Kondisi Tubuh Ini Tidak Dianjurkan Konsumsi Daun Salam
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Source | : | intisari |
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR