Menanggapi kasus Desy, ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hardinsyah mengatakan tak masuk akal.
"Pertama, kok enggak masuk akal, dalam arti makanan itu masuk ke lambung kita itu dicerna dan dihancurkan. Kemudian masuk ke usus sudah partikel kecil, kecuali kalau dia batu atau biji jambu yang keras," kata Hardinsyah dihubungi Kompas.com, Selasa (10/10).
Menurut Hardinsyah, kerupuk seblak yang berasal dari tapioka (aci) tentu sangat bisa diproses dalam lambung.
"Daging saja ada yang lebih kenyal, seperti kikil, bisa diproses. Karena ada enzim-enzim di dalam lambung kita. Ada enzim untuk mencerna protein, lemak, karbohidrat," katanya.
"Kalau mungkin ada endapan sebelumnya, harusnya dokter bisa menjelaskan," jelas Hardinsyah.
Hardinsyah memberi contoh, endapan itu berasal dari sambal yang cabainya tidak ditumbuk sampai halus sehingga ada biji cabai yang mengendap dan menginfeksi usus.
Meski begitu, perlu diperhatikan pula kebiasaan anak dalam mengonsumsi makanan dan minuman.
Baca Juga : Berita Kesehatan: Kisah Perjuangan Persalinan Winda Viska, Urin Sudah Berwarna Merah Akibat Preeklamsia
"Kita enggak tahu juga kan, mungkin ini puncaknya saja. Proses terjadi dulu-dulu, (tapi) belum terasa benar. Kita kan enggak tahu kebiasaan makan si anak. Harus didalami, entah ada bahan-bahan berbahaya yang termakan," ujar Hardinsyah.
Perlu dipahami radang usus buntu pada anak disebabkan oleh bakteri yang menginfeksi perut hingga menyebar ke usus buntu dan menyebabkan penyumbatan.
Radang usus buntu pada anak juga bisa disebabkan oleh pengerasan tinja atau pembengkakan kelenjar getah bening yang terletak di usus.
Jadi meskipun makanan pedas dan biji-bijian kecil dapat menyebabkan penyumbatan di usus buntu, tetapi hal ini bukanlah penyebab utama terjadinya radang usus buntu.
Baca Juga : Riset Buktikan 90% Manusia Tidak Tahu Dirinya Mengalami Gangguan Fatal Ini
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
Source | : | Kompas.com,Facebook,Mayo Clinic,kids health |
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR