Gaucher Disease, Penyakit Langka Yang Belum Banyak Dikenal, Tapi Cukup Banyak Menyerang Anak Indonesia.

By Soesanti Harini Hartono, Rabu, 4 Oktober 2017 | 07:15 WIB
Gaucher bisa ditemukan pada anak-anak, bahkan juga sejak bayi. Anak dengan penyakit ini akan mengalami pembesaran hati, limpa, pucat, pendarahan, dan gangguan pertumbuhan. Angka kejadian penyakit gaucher adalah 1 : 60.000. (Santi Hartono)

Nakita.id.- Saat ini diketahui ada lebih dari 6.000 jenis penyakit langka yang ada di dunia ini, dan hanya sekitar 5 persen penyakit langka yang sudah memiliki terapi, salah satunya adalah gaucher disease.

Penyakit gaucher adalah kelainan metabolik bawaan yang disebabkan kekurangan enzim acid-β glucosidase pada tubuh yang berfungsi untuk memecah substansi lemak pada tubuh yang dikenal dengan glucosylceramide (GL-1). Kelainan genetik yang menyebabkan penyakit gaucher bersifat resesif, penderita memiliki 2 gen abnormal bawaan dari kedua orangtuanya.

Ketika tubuh tidak menghasilkan jumlah enzim yang cukup, maka GL-1 akan menumpuk pada bagian sel Lisosom. Proses ini akan membuat sel menjadi semakin besar yang disebut dengan sel Gaucher.

Gaucher bisa ditemukan pada anak-anak, bahkan juga sejak bayi. Anak dengan penyakit ini akan mengalami pembesaran hati, limpa, pucat, pendarahan, dan gangguan pertumbuhan. Angka kejadian penyakit gaucher adalah 1 :  60.000.

Penyakit ini termasuk ke dalam Lysosomal Storage Disorders (LSD), yaitu kelompok kelainan metabolik bawaan (Inborn Metabolic Disorders). Menurut Dr. dr. Damayanti R Sjarif, SpA(K) kelainan metabolik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan sistem metabolisme seseorang tidak dapat berfungsi dengan sempurna.

Baca juga: Ternyata Ini Penyebab Perut Buncit Yang Tak Disadari

"Umumnya zat makanan seperti protein, lemak dan karbohidrat akan dicerna oleh sistem metabolisme namun akibat kekurangan suatu enzim tertentu maka sistem metabolisme tidak dapat memecah zat makanan sehingga akan terjadi penumpukan di dalam bagian tubuh tertentu," ungkap dr. Damayanti dalam acara diskusi media yang bertema “Kelainan Metabolik Bawaan dan Perkembangan Terbaru di Indonesia” yang diadakan oleh Sanofi Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia  di Jakarta, Selasa (3/10/2017).

Sel Gaucher dapat ditemukan di beberapa bagian tubuh seperti limpa, hati dan sumsum tulang. "Ketika sel Gaucher tidak bekerja secara normal, maka mereka akan menyerang sumsum tulang yang akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan," ungkap dr. Klara Yuliarti, SpA(K) Staf Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM pada kesempatan sama.

Pada beberapa kasus yang ditemukan, gejala dapat teridentifikasi sejak lahir, namun pada beberapa pasien gejalanya sangat minimal sehingga tidak terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian.

"Gejalanya bisa berupa perut membuncit karena adanya penumpukan zat makanan di daerah hati dan limpa. Gejala lainnya seperti rasa nyeri pada tulang dan sendi, cepat merasa letih, pendarahan ataupun mudah memar. Penyakit ini dapat mempengaruhi kerja hati, paru dan juga otak," jelasnya.

Klara memberikan sebuah contoh kasus penyakit Gaucher yang mendapat terapi sulih enzim di Rare Diseases Center of Excellence  RSCM.

Menurut ceritanya, ada seorang anak laki-laki berusia tiga tahun yang datang ke poliklinik nutrisi dan penyakit metabolik. Untuk usianya yang sudah mencapai tiga tahun, ukuran tubuh anak tersebut sangat kecil dan perutnya membuncit.

Baca juga: Kenali Penyakit Slapped Cheek Syndrome Pada Anak

Orangtua dari anak tersebut sudah pernah membawanya ke puskesmas ketika perut mulai membuncit pada usia tujuh bulan, tetapi dikira sekadar kembung. Namun, belakangan mulai terasa ada benjolan, pembesaran hati, dan limpa.

“Tadinya disangka langerhan cell histiocytosis (LCH) lalu dikirim ke hematologi dan onkologi. Tidak sesuai lagi lalu dikembalikan,” kata Klara. Hal ini, menurut Klara, cukup wajar mengingat bahwa pada umumnya, pasien gaucher membutuhkan waktu beberapa bulan dari gejala awal untuk didiagnosis. Lalu, hanya 20% dokter yang dapat memikirkan Gaucher pada pertemuan pertama.

Setelah dirujuk ke bagian poliklinik nutrisi dan penyakit metabolik, para dokter menduga bahwa anak tersebut mengalami Gaucher. Itupun terbantu dengan riwayat kesehatan keluarga sang anak menunjukkan adanya dua anggota keluarga yang meninggal di usia balita dengan perut membuncit. Hasil tes laboratorium juga menunjukkan nilai hemoglobin, leukosit dan platelet yang rendah.

Selain itu, hasil pemeriksaan CT Scan juga menunjukkan adanya pembesaran hati dan limpa. Dugaan para dokter pun terkonfirmasi setelah dilakukan pungsi sumsum tulang, survei tulang, dan pemeriksaan enzim.

Ternyata, anak tersebut menderita Gaucher tipe 1 yang paling sering terjadi. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan gejala awal biasanya terjadi ketika penderita masih anak-anak. Gejala umumnya sesuai dengan yang ditunjukkan anak tersebut, yaitu pembengkakan limpa dan nyeri tulang.

Meski tidak memengaruhi kinerja otak; tipe penyakit ini dapat menimbulkan masalah lain seperti mudah lelah, pendarah, memar, dan sakit paru.

Penanganan untuk Gaucher tipe 1 adalah plenektomi parsial atau total, transfusi, analgetik untuk nyeri tulang, dan berbagai suplemen.

Selain itu, ada juga terapi sulih enzim (ERT) yang biayanya luar biasa. “ERT ini butuh 2 vial untuk dua minggu. Satu vial-nya Rp 22 juta dan harus dilakukan seumur hidup. Jadi, biayanya sekitar Rp 1 miliar per tahun,” ujar Klara. Untungnya, RSCM berhasil mengajukan donasi untuk anak tersebut.

Setelah dilakukan terapi sulih enzim tiga bulan, terlihat kemajuan pada bocah itu. Perutnya semakin mengecil. “Sekarang perutnya mengempis, anaknya bisa jalan lebih jauh, bisa tidur lebih enak, dan semua parameter test lab yang jelek sudah membaik,” kata Klara.

Dari kasus ini, dokter Klara mengingatkan jika pasien Gaucher bisa didiagnosis dan terapi secepat mungkin akan menghasilkan hal yang amat baik. Pasien bisa hidup normal.

Baca juga: Ini Cara Mendeteksi Penyakit Serius Pada Bayi

“Bulan Oktober adalah bulan kesadaran Gaucher, Terapi dini  menghasilkan outcome yang sangat baik dan hidup pasien bisa normal,” ujarnya.

“Karena obatnya langka dan mahal, di sinilah peran kami Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia, selain untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang penyakit langka baik bagi tenaga kesehatan maupun masyarakat secara umum, kami juga ingin membantu dan memudahkan keluarga penderita penyakit langka dalam proses pengadaan orphan food dan orphan drugs,” jelas Peni Utami, pendiri dan ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia. (*)