Pahami Lagi Istilah dan Tanda-tanda Grooming, Gejala Tak Sehat dari Hubungan Asmara

By Amallia Putri, Jumat, 1 Oktober 2021 | 15:38 WIB
Waspadai grooming dalam hubungan (Freepik.com)

Nakita.id - Pernahkah Moms mendengar istilah grooming dalam hubungan asmara?

Sebagian dari Moms mungkin mengetahui istilah grooming sebagai salah satu perawatan hewan peliharaan agar bulunya tetap rapi.

Eits, tapi bukan grooming tersebut yang akan kita bahas kali ini.

Istilah grooming yang kita bahas kali ini biasanya terjadi di dalam hubungan.

Tak hanya hubungan pacaran, sering kali juga kerap terjadi di dalam hubungan suami-istri.

Sayangnya, istilah grooming ini perlu kita waspadai, lo, Moms.

Bagaimana bisa?

Melansir dari Allure, perilaku grooming biasanya dilakukan dengan cara memanipulasi seseorang, dalam hal ini pasangannya untuk mendapatkan kepercayaan.

Baca Juga: Sering Kali Dianggap Tabu, Begini Pentingnya Berbicara Seksualitas Pada Anak Sejak Dini Menurut Kolaborasi Sonora Parenting dengan Nakita.id

Dengan nantinya mendapatkan kepercayaan, orang tersebut bisa saja memaksa pasangannya untuk melakukan sesuatu, termasuk berhubungan seksual.

Menurut Eric Marlowe Garrison, seorang konsultan seks, perilaku grooming biasanya terjadi secara bertahap dan bermaksud untuk memanipulasi pasangan.

Parahnya, grooming ini kerap disalahartikan dengan perilaku mau sama mau.

Padahal, sebetulnya ada usaha-usaha untuk memanipulasi pasangannya.

Bahkan, Komnas Perempuan sudah memasukkan tindakan grooming dalam salah satu bentuk kekerasan seksual.

Di Hari Anti Kekerasan Internasional ini perlu diketahui lebih banyak orang lagi, sehingga kasus grooming tidak lagi terjadi di sekitar kita.

Lalu, bagaimana, sih, biasanya seseorang melakukan grooming kepada pasangannya?

Seseorang yang melakukan grooming biasanya tak terlihat seperti sebuah pemaksaan.

Melansir dari Allure, biasanya seseorang yang melakukan grooming akan melakukan hal yang membuat pasangannya merasa tak enak atau harus membalas kebaikannya.

Misalnya, seseorang memberikan uang dengan nominal tertentu atau barang yang dirasa bernilai.

Perilaku tersebut akhirnya membuat pasangannya menjadi berpikir bahwa ia harus melakukan hal yang baik juga.

Bisa juga seseorang menjanjikan sesuatu kepada pasangannya.

Dari sini pelaku grooming bisa saja mendapatkan kepercayaan dari pasangannya, karena ada sikap timbal balik di antara keduanya.

Di sinilah hal-hal yang buruk dalam perilaku grooming tersebut terjadi.

Seseorang akan meminta pasangannya untuk melakukan hal yang diinginkannya, karena merasa telah melakukan hal yang baik dan kebaikannya harus dibalas.

Baca Juga: Pahami Underwear Rules Demi Cegah Anak Jadi Korban Pelecehan dan Kekerasan Seksual, Bisa Mulai Diberikan Sejak Balita

Menurut konsultan seks, Dawn Michael, PhD, biasanya perilaku seperti ini dimulai dari meminta hal-hal yang bukan berbau seksual dan bisa saja berujung pada hal seksual.

"Pasangan, yang berujung menjadi korban pelecehan, tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Padahal pelaku sedang memanfaatkannya," kata Michael.

Tindakan grooming memang terjadi secara perlahan, namun mengakibatkan trauma pada psikologis korban.

Tahukah Moms, menurut Komnas Perempuan angka kasus grooming yang terjadi di tahun 2020 cukup tinggi.

Dari data yang didapat oleh Komnas Perempuan, setidaknya tahun 2020 ada 300 kasus grooming yang terjadi.

Di masa pandemi ini, kasus grooming banyak sekali terjadi di ranah dunia maya atau yang disebut dengan online grooming.

Pelaku online grooming berusaha untuk membangun koneksi emosional dengan korban melalui media sosial.

Hal yang kerap ditemui, online grooming dilakukan atas dasar mendapatkan keuntungan secara seksual.

Menurut Komnas Perempuan, tindakan ini mengarah pada penyalahgunaan konten digital dan identitas pribadi dengan memaksa mengirimkan foto atau video.

Perilaku grooming bisa saja membuat korban menjadi terisolasi dari dunia luar.

Bahkan, termasuk teman-teman terdekatnya dan keluarganya.

Orang yang melakukan grooming pada pasangannya juga seringkali melarang pergi bersama orang lain.

Bahkan, untuk pergi bersama teman dekat atau keluarga.

Sayangnya, terkadang hal ini tidak disadari oleh kebanyakan korban.

Maka dari itu, jika merasa pasangan sudah marah bahkan melakukan kekerasan hanya karena Moms beraktivitas di luar bersama keluarga atau teman, sangat perlu untuk diwaspadai.

Dampak grooming ini juga bisa mempengaruhi psikologis korbannya.

Korban akan lebih mudah mengalami kecemasan yang disebabkan karena ketakutan akan pasangannya.

Baca Juga: Ternyata, Millenial Moms Lebih Terbuka Berbicara Kekerasan Seksual!

Korban akan ketakutan apabila melakukan sesuatu yang dianggap sebagai kesalahan oleh pasangannya, lalu pasangannya akan bertindak.

Tak jarang, pelaku sampai melakukan kekerasan fisik apabila korban tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.

Korban juga memiliki kepercayaan diri yang rendah dan sering meragukan akal sehatnya sendiri.

Hal inilah yang menjadi alasan korban grooming susah untuk bercerita dan meminta bantuan pada orang terdekatnya, sehingga membahayakan dirinya sendiri.

Akibatnya, korban menjadi khawatir luar biasa jika tak mampu melakukan sesuatu dengan benar atau tidak mau menuruti keinginan pelaku.

Kecemasan akan semakin parah jika korban tiba-tiba sering merasa panik.

Tak jarang, mengalami kecemasan membuat orang menjadi lebih susah untuk tidur.

Lalu, bagaimana jika mengalami tindakan grooming oleh pasangan seperti ini?

Pertamaminta pasangan untuk berhenti melakukan hal tersebut.

Berikan pengertian bahwa Moms sama sekali tidak nyaman apabila diperlakukan seperti itu.

Katakan bahwa Moms membutuhkan waktu juga untuk keluarga dan teman-teman.

Jika ingin mengatakan hal ini kepada pasangan, pikirkan secara matang-matang apa yang harus dikatakan padanya.

Kedua, apabila Moms tidak berani melakukan hal tersebut Moms bisa bercerita kepada orang yang dipercaya.

Bisa teman dekat, orangtua, atau saudara.

Minta pertolongan kepada mereka untuk mengatasi masalah ini.

Baca Juga: Pelaku Pelecehan Seksual Anak Sulit Dideteksi, Lakukan ini Agar Anak Terlindungi!

Ketiga, Moms bisa meminta pertolongan kepada pusat penanganan kekerasan seksual.

Apalagi jika pasangan tetap saja melakukan grooming atau bahkan lebih parah setelah diperingati.

Jika merasa ada yang berbeda dengan kondisi psikologis Moms, segera minta pertolongan kepada psikolog.

Apabila mengetahui seseorang terlibat dalam hubungan yang manipulatif seperti grooming, Moms bisa membantu mencarikan jalan keluarnya.

Minimal saat ia membutuhkan teman untuk bercerita, usahakan Moms selalu bersedia mendengarkan ceritanya.

Sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan, grooming harus diatasi.

Selamat Hari Anti Kekerasan Internasional, ya, Moms.