Nakita.id - Orangtua tidak perlu khawatir ketika melihat perilaku anak berubah menjadi agresif. Salah satu studi menjelaskan bahwa situasi konflik, perlakuan tidak adil, mengalami bahaya, kebencian, dan permusuhan, dapat memunculkan perilaku agresif pada anak. Jika situasi itu terjadi pada Mama, Mama tentu dapat mengontrol emosi dan mengekspresikannya secara kontruktif. Tetapi tidak begitu dengan anak, karena ia masih belum mampu mengatur perilakunya sesuai norma sosial dan upaya yang dikehendaki.
Baca: Kiat Menghadapi Anak Membantah Tanpa Emosi
Anak mengekspresikan ketidakpuasannya dengan keras tanpa merasa khawatir bagaimana orang lain akan memandangnya. Ia akan menjerit, berteriak, dan melemparkan barang-barang sampai Mama kadang dibuat malu karena ulahnya. Tetapi anak akan melawan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, entah itu memohon, marah, berteriak, dan memukul. Pendek kata, apa yang menjadi hasil dari perlawanan anak adalah agresinya.
Perilaku agresif pada anak usia 3 tahun terjadi sebagai bentuk protesnya terhadap sikap orang dewasa, terutama orangtuanya. Coba perhatikan, saat anak dihukum oleh orangtuanya, agresivitas anak akan meningkat dari biasanya. Jika Mama tidak meneruskan hukuman tersebut, anak akan cepat mengerti cara apa yang bisa ia gunakan untuk mendapatkan keinginannya. Dan, perilaku ini dapat dipastikan akan terus dilakukannya dalam waktu yang lama.
Baca: 5 Faktor yang Membuat Anak Cepat Emosi
Hal ini berbeda dengan anak usia 4 hingga 5 tahun, yang sudah mampu mengendalikan emosinya dan mengingat norma-norma sosial. Dia sudah mengerti bagaimana harus bersikap dan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Kendati demikian, setelah usia 5 hingga 6 tahun, perilaku agresif pada anak adalah bentuk spesifik dari hubungannya dengan orang lain.
Sekarang kita lihat, apa saja penyebab utama dari perilaku agresif anak-anak:
1. Butuh Perhatian
Anak yang tidak mendapat belaian dan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya akan memperlihatkan perilaku ini. Dia akan selalu mencari cara agar orangtuanya dapat memberikan perhatian lebih kepadanya. Perilaku agresif anak bisa menguji ketulusan kasih sayang orangtuanya.
Baca: Tip Agar Ibu Tak Mudah Marah dengan Anak
2. Kecewa
Anak yang tidak dapat mengekspresikan kekecewaannya pada orangtua akan mulai berperilaku agresif. Ia bisa saja merasa tersinggung karena kehadiran adik bayi di rumahnya, perceraian orangtua, kehadiran orangtua tiri, terpisahnya anak dari keluarga (misalnya karena dirawat di rumah sakit, atau dititipkan ke rumah nenek), janji yang tidak dipenuhi, juga hukuman yang tidak adil.
3. Ketidakberanian
Sering terjadi anak merasa tidak berguna atau bodoh, mulai berperilaku agresif. Dalam hal ini, agresi anak-anak terwujud sebagai reaksi defensif. Hal ini lalu tergantung pada orangtua, apakah upaya ini akan berkembang menjadi perilaku yang menetap, atau bisa dihilangkan.
Baca: Ini Penyebab Mengapa Mulai Usia Dua Tahun Anak Susah Diatur
Ada baiknya Mama melakukan beberapa cara ini untuk mengurangi perilaku agresif pada anak:
1. Cobalah mencari tahu apa penyebab sebenarnya dari perilaku agresif si kecil.
2. Yakinkan pada anak bawa dia memiliki orangtua yang menyayanginya. Berjanjilah agar Mama Papa akan lebih memerhatikannya, dan tidak mudah memberi hukuman.
3. Diskusikan pada anak tentang emosi yang ada pada dirinya. Katakan bahwa normal saja jika Mama Papa marah padanya. Tetapi, beritahu alasan mengapa Mama marah, yaitu karena ingin menunjukkan mana yang baik dan yang tidak baik.
4. Berikan "bantal kemarahan". Bantal kemarahan ini sebagai wadah untuk meluapkan emosi sang anak. Jelaskan kepada anak, ketika ia sangat marah dan ingin melawan, dia bisa menggunakan bantal tersebut untuk meluapkan kemarahannya.
5. Siapkan kertas di saku anak. Selipkan potongan kertas di saku anak, untuk membantu dia agar tidak meluapkan kemarahannya dengan kontak fisik. Saat mulai marah, mintalah ia meremas atau merobek-robek kertas tersebut dan tidak mendekatinya dulu.
Baca: Mengendalikan Emosi Si Kecil Tanpa Ikut Marah
Ingat ya Mam, untuk mengurangi perilaku agresif anak, intinya Mama mencaritahu apa penyebab kemarahannya. Bukan ikut terpancing kemarahannya, lalu ikut melupakan emosi Mama.
Penulis | : | Bonita Ningsih |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR