Nakita.id - Pernikahan dini atau di bawah umur memang sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu.
Menurut data Badan PBB untuk Perlindungan Anak (Unicef) yang dirilis Daily Mirror pada Maret 2018 lalu, dalam 10 tahun terakhir tren pernikahan anak di seluruh dunia menjadi sebesar 25 juta orang.
Sedangkan di Indonesia, kita ambil salah satu Provinsi Sulawesi Selatan, sepanjang Januari hingga Agustus ini sudah mencapai angka 720 kasus pernikahan anak, menurut data dari Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Baru-baru ini viral pernikahan seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dengan seorang anak perempuan berusia 14 tahun pada 16 Desember 2018 kemarin.
Informasi ini awalnya diunggah melalui akun Instagram @makassar_iinfo.
Bocah laki-laki tersebut bernama Habibie, sedangkan bocah perempuan bernama Asma Wilgalbi.
Raut wajah keduanya seolah bahagia saat sedang melangsungkan prosesi suapan satu sama lain.
Dalam unggahan akun @makassar_iinfo, tertulis, "Istrinya umur 14 tahun dan suaminya umur 9 tahun, dua insan ini disatukan dalam ikatan pernikahan... mereka berdua pertama kali bertemu saat main waterboom di permandian... bagaimana kalian yang pacaran bertahun-tahun tapi tak kunjung di nikahi... jangankan mau dinikahi di berikan kepastian saja tidak pernah...
Kisah : Asma Wilgalbi ❤ Habibie (16 Desember 2018)"
Melansir laman Kompas.com, beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi (MK) telah menaikkan batas usia perkawinan anak, sesuai dalam uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Namun, dalam putusanya, MK hanya mengabulkan sebagian permohonan pemohon.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Sebelumnya, ketentuan batas usia menikah yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ditentang oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat sipil.
Mereka mengkritisi batas minimal usia perkawinan perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.
MK menilai UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak.
Dalam UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun.
Lalu, bagaimana kondisi mereka yang telah menikah di usia begitu muda?
Berikut beberapa kesaksian 'korban' dari pernikahan anak yang dilansir dari laman Global Citizen.
Menggunakan nama samaran, Gloria dan Mary, berasal dari pedesaan di Zambia, Afrika membagikan kisah hidupnya untuk memberi pemahaman lebih baik tentang pernikahan anak yang kerap terjadi di lingkungannya karena masalah ekonomi.
Kisah Gloria
Orangtua Gloria menyambung hidup dengan mencari ikan di sungai untuk dijual agar bisa menghidupi anak-anaknya, dari makan hingga sekolah.
Jika tidak beruntung, terpaksa Gloria dan adik-adiknya harus melewati hari dengan rasa lapar.
Ketika ayahnya meninggal, kehidupannya menjadi semakin sulit.
"Saya seharusnya di sekolah pada saat saya menikah," ujar Gloria yang masih berusia 17 tahun.
"Saya berumur 12 tahun ketika saya menikah dengan seorang pria berusia 35 tahun. Mereka mengatakan bahwa pria itu akan menjaga saya, saudara saya, dan ibu saya, karena tingkat kemiskinan."
"Saya menangis karena saya terlalu muda untuk menikah," lanjutnya.
"Aku tidak mau, aku tidak mengerti arti perkawinan, aku dipenuhi rasa takut," sambung perempuan itu.
Namun, Gloria sadar kehidupan keluarganya cukup memprihatinkan, hingga akhirnya gadis kecil ini setuju.
Alih-alih mendapat mas kawin yang dapat menghidupi keluarga Gloria, sang suami justru hanya memberi satu ekor kambing.
Dalam peran barunya sebagai seorang istri, Gloria harus berhenti sekolah, mencari pekerjaan untuk mendukung keuangan suaminya dan ia juga harus mengurus sang suami.
Kehilangan terbesar bagi Gloria adalah kebebasannya.
"Ketika saya tinggal dengan ibu saya bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan," lanjutnya.
"Sekarang di rumah saya dibawa, saya tidak bebas. Saya takut karena dia tidak memperbolehkanku untuk melakukan apa saja, dan hanya dia yang memutuskan apa yang harus dilakukan."
Sebagai seorang pengantin di usia anak-anak, Gloria juga mengalami teror dan rasa sakit dari hubungan fisik yang tidak diinginkan.
Setelah enam bulan, dia menemukan bahwa dirinya telah hamil, yang mana saat itu Gloria baru berusia 13 tahun.
"Ketika saya hamil, saya merasa sangat sakit karena saya belum siap untuk hamil pada usia itu. Saya tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara melahirkan bayi."
Ketika Gloria hamil, suaminya meninggal dunia.
Setelah pemakaman suaminya, saudara laki-laki sang suami yang juga penerus tanah serta propertinya, menikahi Gloria.
Dalam pernikahan keduanya, dia sering mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan dia kehilangan bayinya.
Di bawah ancaman dan tertindas, dia merasa tidak bisa mencari bantuan setelah mengalami keguguran.
Bertahun-tahun berlalu, sampai Gloria akhirnya hamil lagi.
Dia masih hamil ketika suaminya yang kedua juga meninggal dan Gloria, yang masih anak kecil, ditinggalkan sendirian saat melahirkan.
"Jika anak saya bisa mendapatkan pendidikan, hidupnya akan berbeda dari saya," katanya.
"Ketika anak-anak diasuh di sekolah, mereka dididik dan mereka memperoleh manfaatnya. Saya ingin memberi tahu orang lain bahwa ketika kau menikah pada usia dini, hal-hal menjadi sulit dan kau kehilangan semua hakmu dan kau akan sangat menderita."
Baca Juga : Berbeda dengan Film, Begini Malam Pernikahan Pasangan di India
Mary
Ibu dan ayah Mary meninggal dengan cepat, meninggalkan Mary dan kelima adik laki-laki dan perempuannya untuk tinggal bersama saudara tertua mereka, dalam komunitas nelayan yang miskin.
Dia tidak ingin menikah karena dia masih sangat muda, tetapi, ketika seorang pria mendekati keluarga yang ingin menikahi Mary, dia menerima karena kakaknya tidak bisa menjaga semua adik-adiknya.
Jika Mary menolak, dia akan dipaksa untuk meninggalkan rumah, karena anggota keluarganya tidak dapat merawatnya.
Tidak ada tempat lain untuk pergi dan tidak ada cara untuk mendukung dirinya sendiri, dia menerimanya saat dia baru berusia 14 tahun.
"Saya berharap kehidupan akan membaik, dan bahwa saya akan membantu mengurus saudara-saudara saya yang masih muda," kata Mary yang sekarang berusia 15 tahun, kepada Camfed.
Tetapi Mary dan suaminya tidak memiliki sumber penghasilan, mereka berjuang untuk membiayai diri mereka sendiri, apalagi harus menghidupi saudara-saudara Mary yang lebih muda.
Baca Juga : Berbagai Potret Kue Pernikahan yang Gagal, Ada yang Sampai Meleleh!
Suaminya jarang bekerja dan dia menghabiskan hari-harinya dengan menyapu, memasak, dan membersihkan piring.
Sayangnya, ketika Mary hamil 5 bulan suaminya pergi dan tidak pernah kembali.
Ketakutan, sendirian, dan bersiap-siap membesarkan seorang anak ketika masih kanak-kanak, Mary tidak tahu bagaimana ia akan mengaturnya.
Dia tidak tahu apa-apa tentang kehamilan atau persalinan, yang dia tahu hanyalah bahwa dia terlalu muda untuk melahirkan.
"Bahkan setelah aku punya anak, seakan-akan dia tidak terlihat. Aku belum di usia (yang pas) untuk menjadi seorang ibu."
"Jika ibu saya masih hidup, saya akan di sekolah," tambah Mary.
"Dia biasa menyuruh saya mengurus anak-anak yang ada di sekolah dan tahun depan saya juga akan mulai sekolah. Jika saya di sekolah sekarang, hidup saya akan berbeda. Saya mungkin telah dipekerjakan sebagai guru."
Inilah sepenggal cerita tentang mereka yang merasakan menikah di usia muda, saat teman-temannya bersekolah, mereka tidak, walau sangat menginginkannya namun tidak bisa.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Source | : | Kompas.com,nakita.id,Global Citizen |
Penulis | : | Rosiana Chozanah |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR