Nakita.id - Di tengah ramainya momen debat capres dan cawapres 2019, Ira Koesno kembali menjadi perbincangan masyarakat.
Ira Koesno ditemani Imam Priyono kembali menjadi moderator debat capres 2019 kemarin Kamis (17/1/2019).
Sosok Ira Koesno ini memang sudah berpengalaman sebagai pembaca acara dan moderator debat.
Baca Juga : Ira Koesno Sengaja Pakai Cincin Guna Hindari Pertanyaan Menikah, Ternyata Sosok Ini Tipe Lelaki Idamannya!
Pada 2017 silam, Ira Koesno sempat menghebohkan media sosial lantaran membuat publik gagal fokus menonton gelaran debat cagub dan cawagub DKI Jakarta.
Saat itu nama Ira Koesno menjadi trending topic hingga muncul berbagai meme menggunakan fotonya ketika menjadi moderator.
Banyak pula yang langsung mencari tahu identitas dan kehidupan pribadi Ira Koesno sebagai moderator yang selalu sukses membuat gagal fokus.
Setelah ditelusuri, Ira Koesno sudah terjun sebagai seorang pembawa acara sejak tahun 1996.
Pastinya banyak yang terkejut ketika mengetahui usia Ira Koesno rupanya sudah menginjak 49 tahun.
Pasalnya, Ira Koesno terlihat jauh lebih muda dengan penampilannya yang modis seolah tak menyangka jika sudah berkepala 4.
Jangan salah pula kalau Ira Koesno juga masih berstatus single atau belum pernah menikah di usia 49 tahun.
Baca Juga : Syahrini Unggah Foto Isyaratkan Sudah Punya Pasangan, Benarkah Sudah Menikah dengan Reino Barack?
Tentu banyak yang terkejut dan bertanya-tanya seorang perempuan cantik dan cerdas seperti Ira Koesno belum juga menikah.
Secara umum, perempuan karier memiliki alasan tersendiri mereka tidak buru-buru menikah atau selalu berpikir berulang kali setiap kali hendak melangkah ke jenjang pernikahan.
Kini terlihat semakin banyak kaum perempuan urban yang memilih untuk tetap hidup melajang dan sibuk berkarir.
Pada 2013 silam, Kompas Female pernah melakukan polling bahwa hampir 68% perempuan pilih berkarier karena mengejar role model sebagai istri, ibu dan profesional.
Sisanya, hanya 27% yang menjadikan gaji besar sebagai alasan mereka untuk berkarier.
Lalu sebanyak 5% adalah perempuan karier yang memiliki tujuan untuk meraih posisi tertinggi.
Berdasarkan penelitian lembaga public relations Zero Group menemukan sebanyak 15% perempuan usia 21-33 yang memiliki keinginan untuk memimpin sebuah organisasi atau perusahaan besar.
Sementara itu, sejumlah perempuan karier lama melajang seperti Ira Koesno tentu memiliki alasan tersendiri, salah satunya tentang kebebasan.
Baca Juga : Nagita Slavina Curhat Rumah Tangga, Raffi Ahmad Akui Jarang Ngobrol Intim Sama Istri
1. Takut kehilangan kebebasan
Anak perempuan yang menyaksikan wanita yang didominasi oleh kaum laki-laki di tengah keluarganya, seringkali berkembang menjadi figur yang protektif terhadap kebebasan pribadinya.
Kondisi serupa pun bisa dipicu dengan pengalaman perempuan itu yang kerap melihat lelaki sebagai figur yang selalu mengambil keputusan dalam segala hal.
Bagi perempuan, kebebasan adalah sesuatu yang bisa dicapai melalui pendidikan, karier, dan kemampuan finansial.
Dengan meningkatkan jumlah kaum perempuan yang memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama, dalam setiap sisi kehidupan, persentase yang memilih "menghargai" dan "mempertahankan" kebebasan pun kian meningkat.
2. Terus mencari pasangan yang "pas"
Seorang perempuan dengan penampilan cantik, serta karier yang hebat, namun melajang, sering mengundang perhatian.
Ada kemungkinan, perempuan semacam ini terus mananti proposal 'terbaik' bagi pendamping hidupnya. Sering kali harapan mereka lebih tinggi dari apa yang mereka dapatkan.
Akibatnya, mereka terus mencari si 'Mr. Right', seperti apa yang disebut dalam mitos dan sulit dipahami.
Baca Juga : Usai Disebut Jadi Penghalang oleh Keluarga, Kekasih Vanessa Angel Diminta Lakukan Ini oleh Warganet
3. Patah hati traumatis
Masa berpacaran yang panjang, dan berakhir dengan perpisahan karena pengkhianatan, atau ketiadaan restu orangtua, mendatangkan efek traumatis mendalam.
Biasanya, perempuan yang ada dalam posisi ini mengalami kesulitan untuk membuka hati, dan lalu memilih untuk hidup melajang.
4. Merawat orangtua
Bagi banyak perempuan lajang, kewajiban untuk merawat orangtua yang kian renta, menjadi rintangan dalam perjalanan membangun rumah tangga.
Ide untuk meninggalkan orangtua yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga besar, membuat perempuan menjadi merasa bersalah. Akhirnya, mereka memilih untuk hidup tanpa menikah.
5. Sinisme dan ketidakpercayaan
Ketika seorang gadis melihat pengalaman buruk yang dialami wanita yang berpengaruh dalam hidupnya saat berumahtangga, maka dia akan langsung menyimpulkan arti pernikahan.
Gadis itu mulai mengasosiasikan 'pernikahan' dengan rasa sakit, penderitaan, dan pengkhianatan.
Pernikahan yang buruk dalam lingkaran sosial seorang perempuan, bisa membuat dia sinis, dan kehilangan kepercayaan pada institusi sakral itu.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com,wikipedia,Nova |
Penulis | : | Shevinna Putti Anggraeni |
Editor | : | Kunthi Kristyani |
KOMENTAR