Nakita.id - Telah banyak diketahui jika labelling pada Si Kecil dapat memberikan dampak negatif.
Namun, apakah Moms mengetahui kenapa melabeli anak lebih banyak memberikan dampak negatif?
Dijelaskan dalam laman Psychology Today, pelabelan sebenarnya merupakan suatu alat yang digunakan manusia untuk menyelesaikan hal yang sulit dimengerti, tapi perlu kita pahami.
Baca Juga : I Am an ActiFE Mom, In Control, and Protected
Walau dimaksudkan untuk hal positif, label yang diberikan terutama pada manusia merupakan akar permasalahan sosial yang kerap kita temui.
Para peneliti mulai mempelajari efek kognitif dari pelabelan pada 1930-an, ketika ahli bahasa Benjamin Whorf mengusulkan hipotesis relativitas linguistik.
Menurut hipotesisnya, kata-kata yang kita gunakan untuk menggambarkan apa yang kita lihat bukan hanya kata ganti tanpa makna, mereka benar-benar menentukan apa yang kita lihat.
Mungkin Moms masih ingat ramai pembahasan gaun berwarna putih emas atau hitam biru.
Saat kita menganggap gaun itu berwarna putih emas lalu mendengar orang lain berkata gaun itu berwarna hitam biru, bisa jadi Moms pun melihat warna lainnya.
Baca Juga : Tak Perlu Panik, Siapkan 8 Hal Penting Ini Sebelum Melahirkan
Ya, label semacam itu mengubah perspektif kita tentang warna.
Label membentuk lebih dari persepsi kita tentang warna; mereka juga mengubah cara kita memandang target yang lebih kompleks, seperti manusia.
Jennifer Eberhardt, seorang psikolog sosial di Stanford, dan rekan-rekannya menunjukkan kepada mahasiswa berkulit putih sebuah foto seorang pria yang secara ambigu rasial, dapat masuk ke dalam kategori "putih" atau kategori "hitam".
Pada separuh siswa, wajah itu digambarkan sebagai milik seorang pria kulit putih, dan untuk separuh lainnya digambarkan sebagai milik seorang pria kulit hitam.
Baca Juga : Jangan Konsumsi Makanan Ini Sebelum Tidur, Bikin Tidur Tak Nyenyak!
Dalam satu tugas, eksperimen meminta siswa untuk menghabiskan empat menit menggambar wajah saat duduk di layar di depan mereka.
Meskipun semua siswa melihat wajah yang sama, mereka yang cenderung percaya bahwa ras adalah karakteristik manusia yang berurat berakar yang cocok dengan stereotip yang terkait dengan label.
Label rasial membentuk lensa melalui dengan siswa melihat pria itu, dan mereka tidak mampu melihatnya secara terpisah dari label itu.
Ini membuktikan setelah kita melabeli sesuatu, pandangan kita pun akan terpengaruh memercayai label tersebut.
Misalnya dalam perspektif kita, ketika Si Kecil melakukan sesuatu dan terlihat buruk, Moms mungkin akan melontarkan label 'nakal', atau sebutan buruk lainnya.
Padahal belum tentu menurut orang lain atau dalam skala lainnya, Si Kecil benar-benar nakal.
Akan tetapi karena Moms terlanjur memberikan label 'nakal', tiap Si Kecil melakukan hal itu Moms akan menganggapnya nakal, atau pada kejadian lainnya.
Baca Juga : Bisa Cegah Kanker dan Diabetes, Seduhan Kunyit Ternyata Kaya Manfaat!
Semakin sering Moms mengucapkannya, Si Kecil akan ikut memercayai anggapan itu.
Tak hanya Si Kecil, orang lain di sekitarnya pun bisa jadi ikut melabelinya dan semakin kuat menanamkan anggapan identitas buruk tersebut pada Si Kecil.
Akibatnya citra Si Kecil tampak buruk, dan anak yang seharusnya tak nakal justru mengikuti anggapan tersebut.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Source | : | Psychology Today |
Penulis | : | Anisa Annan |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR