Nakita.id – Saat mengurus Si Kecil, Moms pasti berharap bahwa Si Kecil selalu dalam keadaan tenang dan menyenangkan.
Namun, layaknya orang dewasa, Si Kecil tentu pernah rewel, marah, bahkan mungkin mengamuk sampai membuat Moms kesal untuk menghadapinya.
Ketika Si Kecil mengetahui konsekuensi dari perilakunya, tetapi terus marah dan membuat ulah, sebagai orang tua mungkin Moms sudah tidak tahu lagi apa yang bisa dilakukan, dan kemudian tercetuslah kata-kata yang melabeli anak sebagai anak nakal.
Mungkin Moms melakukannya tanpa sadar, namun hal itu secara tidak langsung memberi tahu Si Kecil bahwa ia nakal.
Bahkan lebih parahnya lagi, hal tersebut dapat membuat ia merasa bahwa perilaku sebaik apapun yang dilakukan, tetap membuat ia merasa menjadi anak yang nakal dan buruk.
Yang dilakukan orang tua tersebut mungkin memang bukan hal yang disengaja.
Namanya manusia pasti pernah melakukan kesalahan.
Namun ternyata, melabeli anak dengan sebutan nakal secara berulang, lambat laun dapat berdampak pada harga diri anak loh, Moms.
Baca Juga : I Am an ActiFE Mom, In Control, and Protected
Seiring waktu, anak mungkin akan melihat diri mereka sebagai seseorang yang "buruk" atau “nakal”, karena mereka terus mengulangi perilaku buruk, kemudian menerima konsekuensi dari orang tua, dan membuat orang tua menjadi frustrasi.
Selain berdampak pada harga diri, hal tersebut juga perlahan membentuk citra negatif pada diri anak.
Pastinya hal tersebut bukanlah hal yang diinginkan oleh orang tua.
Tentu orang tua menginginkan anak-anak memiliki perilaku yang baik, sekaligus memahami apa itu perilaku yang buruk.
Maka dari itu, mulai sekarang berhenti melepaskan diri dari kebiasaan melabeli anak dengan “buruk” dan “baik”.
Melansir dari laman goodtherapy.org, berikut adalah beberapa cara untuk menghapuskan kebiasaan melabeli anak:
1. Menunjukkan dan menyebutkan hal-hal apa saja yang menurut Moms baik & buruk
Sebagai contoh, Si Kecil memukul adiknya tidak mau berbagi mainan.
Alih-alih mengatakan, hal itu “buruk", tunjukkan bahwa yang buruk adalah perilaku memukulnya.
Katakan kepada anak, "Tidak baik untuk memukul ketika sedang marah."
Ketika kita menunjukkan perilaku yang tidak baik, itu membantu kita untuk tidak masuk ke dalam siklus "baik" versus "buruk".
Contoh lain, ketika Si Kecil duduk di lantai dan menunggu dengan sabar, kemudian Moms mengatakan bahwa ia “anak baik”.
Tunjukkan apa yang ia lakukan: yaitu duduk dan menunggu dengan sabar.
Ketika dia tahu apa yang dia lakukan yang membuatnya menjadi anak laki-laki yang “baik”, dia akan dapat mengasosiasikan perilaku itu ke kategori perilaku yang baik.
Mengkategorikan perilaku dapat menjadi salah satu cara Si Kecil untuk mengetahui bagaimana membuat pilihan yang benar.
Terus dukung Si Kecil untuk mencoba hal-hal baru sambil tetap mendampinginya
2. Mengajak Si Kecil berdiskusi tentang perilaku mereka dan bertanya secara baik-baik apa yang bisa mereka lakukan sebagai ganti dari konsekuensi jika mereka melakukan perilaku yang kurang baik.
Pertanyaan tersebut dapat membantu Si Kecil belajar bagaimana melihat sebab dan akibat dari suatu perilaku.
Hal ini juga bisa menjadi alat pembelajaran dan pembentukan karakter untuk mempersiapkan anak melihat lebih banyak sebab dan akibat ketika dia bertambah tua nantinya.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Anak Yang Memiliki Trauma Labelling Cenderung Mendapat Nilai Jelek Di Sekolah
Mengingatkan anak bahwa dia adalah anak yang luar biasa, memiliki kesempatan yang besar, dan dicintai tanpa syarat juga dapat memperkuat perasaan positif pada diri, terlepas dari apakah anak itu telah melakukan kesalahan atau tidak.
Walau bagaimanapun, tujuan mengasuh anak adalah membantu membentuk seorang anak untuk memiliki perasaan diri yang baik, untuk mengetahui bagaimana berperilaku dengan tepat, dan untuk dapat mengoreksi diri sendiri, maupun mengetahui ketika dia tidak membuat pilihan yang baik.
Ketika perilaku "buruk" ditangani secara langsung, perilaku itu mencegah orang tua dari kata-kata yang menyakiti hati anak.
Yang terpenting adalah fokus kepada perilakunya, bukan melabelinya ya Moms.
Source | : | Goodtherapy.org |
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR