Nakita.id - Maraknya pemberitaan #JusticeforAudrey membuat banyak orang peduli terhadap kasus penganiayaan ini.
Diduga seorang siswi SMP, Audrey (AU) dianiaya oleh 12 siswi SMA hingga kini terbaring di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan serius.
Bahkan pada Rabu (10/4/2019) pihak berwajib telah menetapkan tiga siswi SMA terduga pelaku pengeroyokan yaitu FZ alias LL (17), TR alias AR (17) dan NB alias EC (17) sebagai tersangka.
Baca Juga : Berikan yang Terbaik, Bahan Alami Harus Jadi Pilihan Utama Agar Bayi Terlindungi
Dugaan awal kasus ini terjadi karena bullying yang dilakukan oleh 12 siswi SMA kepada Audrey.
Setelah kasus ini diangkat menjadi kasus nasional, banyak warganet memberikan label 'bully' pada 12 siswi SMA yang terlibat dalam penganiayaan Audrey.
Bahkan pada konferensi pers salah satu dari terduga pelaku menceritakan kalau ia juga mengalami tekanan dari warganet.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Berhenti Melabelling Anak Bak Seorang Putri, Ini Dampak Buruknya
"Saya salah satu dari terduga pelaku 2 orang ini. Saya meminta maaf kepada korban dan keluarga korban.
Dan kalian semua harus tahu di sini saya juga korban karena saya sekarang sudah dibully, dihina, dicaci, dimaki dan diteror padahal kejadian tidak seperti itu," ujar satu di antara terduga pelaku seperti dilansir dari Tribun Pontianak.
Jika diperhatikan, label-label intimidasi banyak ditujukan pada ke-12 siswa SMA terduga pelaku oleh warganet di media sosial.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Cara Tepat dan Sehat Memberikan Pujian pada Si Kecil Agar Tak Berdampak Negatif
Salah satu label yang paling banyak digunakan yaitu "tukang nge-bully", "penindas", atau "pelaku kekerasan".
Pada kasus ini pelaku dan korban sama-sama merupakan anak-anak yang masih berada di bawah umur.
Meski sudah beranjak remaja, bukan tidak mungkin labelling yang disematkan warganet pada mereka dapat melekat hingga dewasa dan meninggalkan jejak trauma.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Tanda-tanda Seorang Pembully, Apa Kita Salah Satunya?
Menggunakan label berarti mengirim pesan bahwa perilaku seseorang tidak berubah dari satu situasi ke situasi berikutnya.
Psikolog Stanford University Carol Dweck dalam bukunya "Mindset: The New Psychology of Success" mengatakan label dapat membatasi bagaimana anak-anak melihat diri mereka sendiri.
Selain itu, label juga dapat menentukan bagaimana anak-anak lain dan orang dewasa melihat diri mereka.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Jika Tak Ingin Menyakiti Anak, Jangan Katakan Ini pada Anak Saat Moms Marah!
Dweck berpendapat "setiap label mengirimkan pesan yang memberi tahu anak-anak cara berpikir tentang diri mereka sendiri."
Baik label positif maupun negatif dapat menyebabkan masalah.
Menurut Dweck, "ketika Anda diberi label positif, Anda takut kehilangannya, dan ketika Anda diberi label negatif, Anda takut jika Anda layak mendapatkannya."
Anak-anak yang terlibat dalam bullying kemudian diberi label 'bully' cenderung akan dihindari dan mungkin memberi orang dewasa izin untuk menunjukkan cemoohan.
Baca Juga : #LovingNotLabelling 5 Tips Untuk Orangtua Agar Berhenti Melabeli Anak
Menggunakan label mungkin menunjukkan kalau bullying adalah murni "kesalahan" anak.
Label ini juga akan memungkinkan kita untuk mengabaikan faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap perilaku bullying.
Sebab ada banyak faktor yang membuat seseorang bisa terlibat bullying atau bahkan menjadi pelakunya.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Memberi Label pada Anak Membuatnya Menjadi Pribadi yang Mudah Marah
Untuk mengurangi intimidasi satu pihak, penting untuk fokus pada semua faktor ini.
Jadi, jika Moms tergoda untuk menggunakan istilah "penindas," atau"bully" sebagai label untuk anak-anak yang terlibat dalam penindasan, sebaiknya jangan lakukan.
Fokus lah pada perilaku, bukan pada label yang dilekatkan pada anak.
Sebab, perilaku bisa diubah, sedangkan label akan melekat dan membentuk stigma pada pikiran anak-anak hingga dewasa.
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Source | : | nakita,Tribun Pontianak,stopbullying.gov |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR