Sebetulnya sistem peradilan pidana anak itu, untuk kejahatan yang melampaui batas dari yang dilakukan oleh seorang anak.
Misalnya membunuh, menganiaya menyebabkan korban terjadi pendarahan, menyebabkan korbannya lumpuh, menyebabkan korbannya cacat, pencurian yang berulang-ulang.
Jadi sifat agresif anak-anak itu yang tidak bisa lagi disembuhkan itulah yang dibawa kepengadilan.
Atau pun anak itu merupakan residivis dan ancaman hukumannya sama dengan ancaman hukuman orang dewasa dan dianggap berbahaya kalau tidak dibina di lembaga pemasyarakatan.
Kejadian ini adalah lumrah, tidak hanya terjadi di Pontianak. Kemudian yang membuat heboh adalah bukan anak-anak ini tapi orang dewasa yang berada di luar lingkaran dan jangkauan anak ini.
Baca Juga : Dengan Ekspresi Datar, Reino Barack Puji Masakan Syahrini, Warganet: 'Baper Nasional'
Banyak fakta-fakta tidak benar diplintir, seolah-oleh benar. Misalnya adanya serangan pada bagian vital korban atau alat kelamin tapi bukti visum yang dilakukan dokter tidak ada.
Kemudian media sosial tidak mempunyai kode etik memberitakan pemberitaan yang ramah anak, tidak seperti media massa yang mempunyai kode etik dan menggali informasi dari berbagai pihak.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Tribun Pontianak |
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR