Nakita.id – Beberapa waktu lalu, pembunuhan yang dilakukan oleh seorang remaja 15 tahun (NF) terhadap bocah 6 tahun (APA) sempat menggegerkan publik.
Selain karena usia pelaku yang masih sangat muda, kisah di balik pembunuhan itu juga sontak membuat publik miris.
Sebab, berdasarkan keterangan pihak kepolisian, pelaku sudah lama memiliki hasrat untuk membunuh.
Film horor pun disebut-sebut menjadi inspirasi bagi NF hingga tega melakukan pembunuhan.
Mirisnya lagi, pelaku ternyata juga telah menggambarkan aksinya dalam sebuah sketsa dan catatan-catatan yang bernuansa kesedihan dan kekerasan.
Meski mengerikan, di sisi lain, kejadian ini seolah menyentil banyak orang, terutama para orangtua.
Pasalnya, saat ini, banyak orangtua yang bisa dibilang begitu membebaskan sang anak untuk menonton berbagai tayangan hanya demi membuatnya tidak lagi rewel.
Hal itu pun semakin diperburuk dengan nihilnya pengawasan dan bimbingan orangtua saat Si Kecil menonton.
Menanggapi hal tersebut, Psikolog Jane Cindy Linardi, M. Psi, Psi, CGA dari Rumah Sakit Pondok Indah, Bintaro Jaya, pun mengatakan bahwa orangtua perlu mendampingi anak sedari dini saat sedang menonton.
“Sejak sedini mungkin, orangtua sebaiknya sudah harus mendampingi anak soal tontonan apa yang boleh dikonsumsi, dan yang tidak boleh,” ujar Jane.
Bagi anak-anak yang masih kecil, Jane menganjurkan para orangtua untuk menyeleksi tontonan anak yang bebas dari kekerasan dan adegan seks.
“Usia anak memang sebaiknya konsumsi film-film yang tidak mengandung kekerasan, adegan seks, dan sebagainya,” sambungnya.
Namun, ketika anak sudah berusia 10-11 tahun, Jane mengatakan tontonan tersebut akan sulit untuk dihindari.
“Namun, saat anak sudah mulai beranjak dewasa, konsep berpikir abstrak mereka di usia 10-11 tahun umumnya sudah terbentuk, mereka akan paham tindak-tindak kekerasan.
Maka dari itu, saat mendampingi Si Kecil, sampaikanlah bahwa tindak kekerasan itu bukan hal yang baik dan dapat terjadi kapan pun dan di mana pun,” jelas Jane.
Oleh karena itu, Jane menyarankan para orangtua untuk setia mendampingi dan aktif mengajak Si Kecil berdiskusi.
“Hal ini (tontonan kekerasan) juga bisa dijadikan bahan diskusi agar anak lebih waspada dan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan saat berhadapan dengan tindakan kekerasan,” ucap Jane.
Sementara itu, untuk usia pra-remaja (kurang lebih usia 12 tahun), biasanya anak akan mulai mengetahui perilaku-perilaku seksual.
Bila Moms memergoki anak mulai menonton tayangan berbau seksual, jangan langsung dimarahi ya, Moms.
Alih-alih memarahinya, Moms bisa lo menjadikan tontonan tersebut sebagai medium untuk mengajarkan pendidikan seksual untuk anak.
Baca Juga: Rindu Serial Keluarga? Cek Referensi Tontonan yang Juga Angkat Budaya Minang Ini Untuk Moms
“Usia pra-remaja (kurang lebih usia 12 tahun) atau pada anak yang sudah mendapatkan pendidikan seksual tentu juga sudah mengetahui perilaku-perilaku atau aktivitas romantis, seperti berciuman dan berpelukan.
Maka, saat menonton film yang terdapat adegan-adegan tersebut, orangtua dapat melakukan diskusi dengan anak.
Misalnya, dengan menjelaskan aktivitas tersebut hanya dilakukan antara pasangan yang sudah menikah atau memberi edukasi singkat terkait pendidikan seksual yang bertanggung jawab,” papar Jane.
Jika Moms sudah mulai mengajak Si Kecil diskusi, hal lain yang tidak kalah penting adalah bagaimana cara membuat anak mampu membedakan tontonan dengan kejadian di dunia nyata.
Lebih lanjut, Jane mengatakan bahwa membuat anak berpikir rasional adalah suatu hal yang tidak boleh terlupakan.
“Selain mengajak diskusi, Moms dan Dads jangan sampai lupa untuk melakukan rasionalisasi, sehingga nantinya anak bisa memahami apa perbedaan antara film dan dunia nyata,” ungkap Jane.
Dalam hal ini, Jane menyarankan para orangtua untuk menggunakan film kartun anak sebagai mediumnya.
“Untuk hal ini, Moms bisa menggunakan film kartun anak. Misalnya, dalam film tersebut terlihat hewan-hewan dapat berbicara. Selesai menonton, diskusikan dengan anak bahwa di dunia nyata hewan tidak dapat berbicara.
Cara lainnya, orangtua juga bisa mengajak anak ke kebun binatang, sehingga Si Kecil dapat melihat secara langsung perbedaan hewan-hewan di dalam film dan dunia nyata,” jelas Jane.
Menariknya, Jane mengatakan bahwa pengawasan bisa tetap dilakukan oleh orangtua yang sama-sama bekerja.
Adapun sejumlah cara yang dapat diterapkan, mulai dari memantau aplikasi yang digunakan Si Kecil hingga meminta bantuan ART atau anggota keluarga yang lain.
“Gunakan fitur pada gawai untuk memantau dan menutup aplikasi-aplikasi yang tidak sesuai dengan umur anak. Orangtua juga dapat meminta support tambahan, baik dari ART (Asisten Rumah Tangga), baby sitter, ataupun anggota keluarga lainnya, seperti kakek dan nenek,” ungkap Jane.
Meski begitu, meluangkan waktu sehabis pulang kerja dan akhir pekan juga sebaiknya tidak dilupakan ya, Moms.
“Selain itu, luangkan waktu juga bersama anak setelah pulang dari bekerja dan pada akhir pekan, agar orangtua dapat memberikan edukasi pada anak terkait tontonan yang seusai umur.
Moms juga bisa mengikutsertakan anak pada kegiatan les/kursus, sehingga Si Kecil memiliki aktivitas tambahan yang positif saat Moms dan Dads masih di kantor,” pungkas Jane.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR