Panduan New Normal untuk Moms: Perempuan dan Pentingnya Dukungan Pasangan untuk Kesehatan Mental Selama Masa Era New Normal
Nakita.id - Sejak diberlakukannya adaptasi menuju new normal awal Juni 2020 lalu, masyarakat masih banyak yang mengabaikan pentingnya mematuhi protokol kesehatan.
Padahal, keberhasilan hilangnya pandemi Covid-19 dan keberhasilan pelaksanaan new normal, berada di tangan masyarakat.
Tak heran bila banyak ahli yang merasa pesimis, Indonesia mampu melalui pandemi Covid-19 dengan segera.
Dari banyaknya masyarakat yang masih abai, seorang Psikolog Klinis yakni Gisella Tani Pratiwi, M.Psi, mengungkap beberapa fakta.
Dalam wawancara melalui pesan dengan Nakita.id, Gisella mengaku masa pandemi Covid-19 ini memiliki berbagai imbas dan pengaruh terhadap kondisi mental, bila dilihat dari kacamata psikolog.
Menurut Gisella, dari hasil observasi yang dilakukan bersama psikolog lainnya, masyarakat memang sudah mulai mampu menghadapi dampak Covid-19, saat era new normal saat ini, dibandingkan selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang lalu.
"Secara umum kami memerhatikan hasil observasi kami, banyak masyarakat yang tadinya di awal beradaptasi dengan kondisi karantina, kalau sekarang memasuki masa new normal. Mulai beranjak tentang kekhawatiran tentang bagaimana menghadapi situasi new normal, bagaimana menghadapi imbas kesulitan-kesulitan finansial yang berpengaruh terhadap kondisi mental seseorang," ujar Gisella seperti yang ia tulis melalui aplikasi pesan.
Ia juga menambahkan bahwa dampaknya bahkan bisa jadi lebih serius, terutama dari segi psikologi dan mental seseorang yang sejak awal sangat terkena dampak wabah Covid-19 ini.
"Yang memiliki gangguan atau dampak psikologis dari segi emosi atau pemikirannya, sekarang menjadi lebih serius. Karena mungkin ada seseorang yang belum sempat mendapat layanan psikologis awal, sekarang sudah mulai terakumulasi ke arah gangguan yang lebih serius; seperti depresi, traumatis lain yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi mental secara keseluruhan," lanjutnya.
Gisella melihat mulai munculnya gangguan klinis, seperti depresi, hingga muncul keinginan untuk bunuh diri yang dibarengi dengan adanya konflik dari keluarga.
"Perilaku kondisi yang tadinya sudah ada, intensitasnya lebih tinggi; konflik keluarga yang toxic, sekarang mengarah ke kekerasan. Gangguan-gangguan klinis seperti depresi, keinginan menyakiti diri, bunuh diri, mulai muncul ke arah situ. Variasinya mulai beragam."
Tak hanya itu, Gisella mengungkapkan hal tersebut juga selalu terjadi setelah masa pandemi-pandemi yang lalu, sebelum adanya pandemi Covid-19.
"Memang banyak masyarakat yang rentan mengalami gangguan kesehatan mental; terutama yang bekerja di garda depan, yang usianya muda, usia lansia."
Hal tersebut tentu saja dipicu oleh adanya konflik dalam keluarga yang akhirnya membuat mental seseorang mengalami kondisi yang kurang baik pengaruhnya.
"Tergantung karakterisitik keluarga. Keluarga yang memiliki konfliktual memungkinkan seseorang mengalami gangguan mental yang kurang baik," jelasnya.
Mengenai kurang sadarnya masyarakat terhadap pentingnya mematuhi protokol kesehatan, Gisella mengungkap berhasil menangkap dua kemungkinan.
"Pertama, mereka sudah merasa frustrasi atau mentok karena tidak kunjung selesai (pandemi Covid-19 -red), sehingga mereka mengarah ke perilaku yang abai, cuek.
"Kedua, mereka kurang memahami secara menyeluruh, mengapa ada protokol tersebut," jawab Gisella.
Akhirnya kondisi kurangnya pemahaman tersebut membuat masyarakat tidak tahu apa yang harus dilakukan saat era new normal saat ini.
"Kondisi pemahaman masyarakat kita secara menyeluruh masih kurang berkembang, secara umum, sehingga mereka kurang memahami meskipun informasi sudah banyak.
"Meski sudah banyak informasi, tapi banyak informasi yang masih bias dan tidak terlalu dipahami. Tidak semua masyarakat punya akses membaca informasi di media internet. Kalau punya akses, dia belum tentu bisa menelaah secara komperhensif," ujar Gisella.
Bahkan menurutnya, masyarakat masih banyak yang belum memahami makna new normal yang tengah digaung-gaungkan saat ini.
"Masih banyak masyarakat yang beranggapan new normal merupakan kehidupan normal seperti biasa. Belum memahami bila ini adalah masa normal baru, masa normal dengan aturan-aturan," ucapnya.
Tak bisa dipungkiri, masa transisi seperti new normal ini memang membutuhkan adaptasi yang tidak mudah, terlebih pandemi Covid-19 ini merupakan kondisi yang tidak pasti.
Banyak berita simpang siur dari berbagai pihak, adanya informasi yang belum merata ke seluruh penjuru negara juga menjadikan masyarakat kebingungan apa yang harus ia lakukan.
Perempuan, Ibu Hamil, dan Ibu Menyusui di Era New Normal
Selain berbicara tentang kesehatan mental secara umum, Gisella juga menjawab pertanyaan mengenai imbas new normal terhadap perempuan, khususnya ibu hamil dan menyusui.
Tak bisa dipungkiri, hal ini tentu sangat berdampak sedikit banyak bagi ibu hamil dan menyusui, terlebih yang masih beraktivitas di luar rumah.
Untuk itu, Gisella mengimbau agar ibu hamil dan ibu menyusui memahami prosedur yang sehat selama masa pandemi Covid-19 masih terus terjadi.
"Mengetahui prosedur yang sehat untuk kondisi menyusui dan kehamilan, perlu konsultasi pada tenaga kesehatan dan dokter," imbau Gisella.
Tak hanya sekadar berkonsultasi, Moms juga harus memiliki rencana dan strategi yang tertata terkait kondisi pekerjaan dan kondisi kesehatan, baik kehamilan maupun kemampuan Moms dalam bekerja.
"Kita perlu merencanakan, perlu memahami, strateginya seperti apa, kondisi pekerjaan saya seperti apa. Sifat pekerjaan saya, mana yang cukup rentan dan mengganggu fungsi pekerjaan terhadap ibu hamil atau ibu menyusui," ucap Gisella.
"Kalau kita udah tau, kemudian kita lihat strateginya. Sesuai dengan realita kemampuan atau kondisi kerentanan kita enggak?" tambahnya.
Selain mengetahui kondisi diri sendiri, Moms juga harus mengetahui apakah Moms memiliki sumber support system selama menjalani masa kehamilan dan menyusui di era pandemi ini.
Baca Juga: Panduan New Normal untuk Moms: Ini Hal yang Harus Moms Perhatikan Saat Mengasuh Si Kecil
"Kita juga perlu mengidentifikasi sumber support system saya siapa?
"Perlu berbagi cerita, berdiskusi dengan pasangan. Yang kedua dengan keluarga yang mendukung. Intinya bangun support system. Sehingga ketika kita punya support system, itu juga mendukung kita secara psikologis," jelas Gisella.
Gisella mengungkapkan pentingnya dukungan dari orang terkasih atau orang terdekat, sehingga perempuan akhirnya merasa nyaman dan aman.
Ketika merasa aman dan nyaman, otomatis kesehatan kehamilan dan juga kondisi menyusui akan baik dan tidak memiliki pengaruh negatif.
Selain memiliki support system, Moms tetap harus merawat dan menyayangi diri sendiri, meski memiliki berbagai peranan sebagai tanggung jawab perempuan.
Karena tak bisa dipungkiri, Moms sering melupakan bagaimana perlu merawat dirinya sendiri di berbagai hal, termasuk dalam pekerjaan.
"Mencoba bernegosiasi apabila ada kondisi khusus dengan pihak tempat kita bekerja, kalau memang ada pekerjaan yang rentan terhadap kondisi kita, sehingga kondisi pekerjaan bisa mendukung kita," ujar Gisella.
"Bagi ibu menyusui dan ibu hamil, penting sekali untuk selfcare dan menjaga keseimbangan mental ibu, karena kondisi psikologis ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Karena memang ibu adalah salah satu orang yang berhubungan langsung pada anak sejak awal kehidupan," jelas Gisella.
Tentu saja, kesehatan mental Moms tak bisa dilepaskan dari dukungan sosial dan support system.
Moms harus memahami pentingnya memiliki sumber dukungan.
"Apa pun yang ibu alami akan mempengaruhi bagaimana perkembangan anak, sehingga penting sekali ibu didukung supaya memiliki kondisi mental yang baik," lanjutnya.
Terakhir, Gisella juga menegaskan pentingnya peran pasangan atau Dads dalam masa hamil dan menyusui yang sedang dialami istri.
Baca Juga: Kembali Beraktivitas di Luar Rumah, Simak Panduan New Normal untuk Moms Hanya di Nakita.id
Bukan tanpa alasan, dukungan pasangan mampu mencegah adanya bahaya dan tekanan terutama bagi Moms dan si Kecil.
"Pentingnya kesadaran pasangan, terutama men-support secara psikologis dengan relasi yang aman dan menghindarkan kondisi-kondisi yang membahayakan atau yang berisiko untuk membawa tekanan psikologis pada tekanan si ibu," tutupnya.
Rayakan Hari Ibu dengan Kenyamanan di Senyaman, Studio Yoga dan Meditasi Khusus Wanita Berdesain Modern serta Estetik
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR