Nakita.id - Menjadi ibu rumah tangga bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
Mengurus suami, Si Kecil, belum lagi membereskan rumah dilakukan dalam waktu bersamaan setiap hari.
Tak jarang, terbesit di benak para ibu: apakah aku sudah berhasil menjadi seorang istri dan ibu yang baik?
BACA JUGA: Bukan Pelit, Ternyata Begini Cara Moms Atur Keuangan Berdasarkan Zodiak
Tidak sedikit ibu di luar sana yang pernah merasa dirinya telah gagal, bahkan dicap gagal oleh orang di sekitarnya.
Apakah Moms salah satunya?
Sebuah surat terbuka yang ditulis ibu berikut ini akan membuka pikiran kita, sesungguhnya tidak ada ibu yang gagal.
BACA JUGA: Jarang Diekspos, Ini Gantengnya Anak Tiri Krisdayanti yang Senyumnya Bikin Gagal Fokus!
Berikut isi surat yang ditulis dalam akun facebooknya.
Sejak awal hamil mual hebat, di tengah kehamilan pun sempat beberapa kali pendarahan, dan terpaksa harus menjalani operasi caesar saat persalinan.
Kemudian orang-orang sekelilingmu mulai meracau menyalahkan.
Bahwa kau kurang ikhtiar, atau tak menjaga kesehatan selama kehamilan, bahkan ada yang bilang kau kurang iman.
Lalu kau merasa menjadi ibu yang gagal.
Atau hamil dan persalinan lancar, tapi entah kenapa begitu IMD ASI tak juga mau keluar, bahkan sehari dua hari hingga batas waktu terakhir ASI diberikan.
Lalu susu formula pun menjadi alternatif yang terpaksa kau pilih dengan penuh pertimbangan.
Tiba-tiba orang yang tak tahu apa-apa menghakimimu sebagai ibu yang tak sempurna karena tak menjalankan amanat Menteri Kesehatan.
Lalu kau merasa menjadi ibu yang gagal.
Atau hamil, persalinan, hingga menyusui lancar.
Tapi kau meninggalkan bayi mungilmu yang baru berusia 3 bulan itu untuk sebuah pekerjaan yang gajinya menjadi sandaran hidup emak bapak di kampung halaman.
ASI yang susah payah kau perah demi bayimu itu mereka bilang tak bisa disamakan dengan ASI yang langsung disusukan.
Pun ditambah komentar sinis bahwa anak-anak para ibu bekerja adalah anak yang terabaikan.
Lalu kau merasa menjadi ibu yang gagal.
Atau hamil, persalinan, menyusui mu lancar, kau juga seorang ibu rumah tangga sejati yang menjiwai peran.
Tapi kau tak mengilmui MPASI homemade ala-ala WHO atau BLW atau Food Combining yang sedang tenar.
Kau lebih memilih membeli MPASI instan yang dijual di pinggir jalan agar dapat menghabiskan lebih banyak waktu menemani anak bermain dan menstimulasi dengan berbagai kreasi seharian.
Lalu berbagai komentar berdatangan akan nilai gizi, rasa, higenitas dan kemasan makanan. Mereka bilang, buat anak kok sembarangan.
Lalu kau merasa menjadi ibu yang gagal.
Atau kau ibu baru yang tak tahu centang perenang dunia parenting kekinian. Marah-marah menjadi kegiatan harian saat anak rewel tak keruan.
Hingga akhirnya kau dipertemukan dengan pakar parenting terbarukan atau kau membaca buku parenting yang mengagumkan.
Lalu kau berkaca diri, menghitung ratusan omelan dan bentakan yang sempat dikeluarkan. Tiba-tiba kau merasakan penyesalan menyesapi setiap ruang di hati dan pikiran.
Lalu kau merasa menjadi ibu yang gagal.
Atau kau sungguh mengikuti setiap postingan pakar parenting kesayangan. Pun membaca berbagai buku parenting yang bertengger rapi di rak buku mu jejer-berjejeran.
Tapi kau punya innercild yang belum berhasil kau taklukkan. Hingga bayang kelam pengasuhan masa lalu masih lebih mendominasi setiap perkataan dan perbuatan.
Lalu kau merasa menjadi ibu yang gagal.
Atau kau sungguh-sungguh mengerti segala teori parenting, pun semuanya telah kau praktekkan.
Tapi anakmu sungguh menguji iman. Kau rasa seakan tak ada teori parenting manapun yang mempan. Padahal kau dan suami telah memberikan sebaik-baik teladan.
Lalu kau merasa menjadi ibu yang gagal.
***
Hai para ibu kesayangan Tuhan
Pervaginam atau caesar, ASI atau susu formula, bekerja di luar rumah atau ibu rumah tangga, MPASI homemade atau instan, dan berbagai gaya parenting yang diterapkan sungguh tak bisa menjadi ukuran keberhasilan.
Setiap ibu menjalani kisah heroik pengasuhannya sendiri-sendiri. Yang unik, yang berbeda satu sama lain, yang mengagumkan, yang pada saatnya nanti meninggalkan kesan di memori.
Setiap ibu memiliki perjuangan dan jalan cerita dalam membersamai anak yang tak sama.
Seorang ibu mungkin berhasil menerapkan teori parenting A, tapi bisa jadi teori yang sama tidak bekerja di kondisi keluarga yang berbeda.
Anak yang tak semontok anak lain yang seumuran, tak segesit anak tetangga depan, atau tak sepandai anak temen fesbukan barangkali pernah mengusik pikiran. Tapi ingatlah bu, itu bukan berarti kau ibu yang gagal.
Sungguh menjadi ibu bukanlah kompetisi siapa yang anak nya lebih sehat, lebih pintar, lebih shaleh.
Menjadi ibu adalah semua perjalanan yang kau lalui bersama anakmu dengan segala jatuh bangunnya, suka dukanya.
Mungkin kau rindu pada rumah yang selalu rapi. Padahal anakmu sungguh menikmati kesempatan yang kau berikan di setiap sudut rumah yang kau bolehkan menjadi tempat bermain dan bereksplorasi.
Mungkin kau merasa bersalah tak mampu memberikan ASI setiap hari. Padahal anakmu merasa nyaman saja berada dipelukmu sambil kau cium pipinya kanan kiri.
Mungkin kau merasa bodoh tak mengilmui berbagai teori parenting masa kini. Padahal instingmu sebagai ibu dan bonding yang kau bangun dengan bayimu sungguh lebih berarti.
Apapun kekurangan mu sebagai ibu. Bagaimana pun jatuh bangun kau rasakan kala menjadi ibu. Percayalah selalu ada tatapan kagum yang tulus di mata, hati, dan pikiran anakmu.
Yang memerhatikan kekhawatiran mu saat sakit menyerangnya.
Yang memedulikan rasa bersalahmu saat kau pamit berkerja.
Yang memaafkanmu saat kau masih perlu menata hati dan jiwa.
Yang melihatmu jatuh bangun mengurus rumah tangga dan dirinya.
Yang bahagia melihat senyummu merekah indah untuknya.
Yang tuluuuuus mencintaimu apa adanya.
Bangun, dan bangkitlah, ibu.
Hapus air mata dan kesedihanmu.
Buang resah dan khawatir yang ada di hatimu.
Buat segala lelahmu menjadi pahalamu.
Peluuk eraat, ciuum, katakan maaf dan terimakasih pada anakmu.
Dan dengan sungguh-sungguh, bisikkan di telinga anakmu itu
I love you
Because our children don't need a perfect mom. They need a happy one for happy moms raise happy kids.
Surat ini menuai reaksi positif, tak sedikit warganet yang membagikan pengalaman dalam hidupnya sebagai ibu.
Bahwa menghakimi sesama ibu adalah mereka yang kurang bisa berempati terhadap kehidupan orang lain, karena setiap ibu memiliki gaya yang tidak sama dalam mengasuh anaknya.
Bahwa melahirkan bayi dengan proses apa pun; normal atau sesar atau program lainnya, harus diingat bahwa ibu tetap pahlawan yang sesungguhnya.
Menjadi ibu rumah tangga atau ibu bekerja adalah pilihan yang harus dihargai, karena setiap keluarga berbeda.
Memberikan ASI penuh atau harus memberikan susu formula kepada anak adalah baik, karena kita tak pernah tahu kisah dibaliknya.
Jadi jangan pernah khawatir Moms, jangan merasa gundah.
Ibu adalah pahlawan sejati dengan tugas mulia.
Tidak ada ibu yang gagal, hanya ada ibu yang berjuang dengan caranya sendiri.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Source | : | Facebook,the asian parent |
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR