Nakita.id - Begini cara mengatasi rasa stres setelah didiagnosis mengidap thalasemia.
Setiap orang tentu saja ingin hidup sehat supaya bisa melakukan banyak hal yang diinginkan.
Namun, tak menutup kemungkinan juga seseorang justru berisiko mengalami berbagai penyakit berbahaya atau kronis.
Menyebalkannya lagi, ada beberapa penyakit yang justru cenderung sulit disembuhkan.
Serta pengobatannya cukup panjang bahkan harus dilakukan seumur hidup.
Salah satu penyakit yang pengobatannya cukup panjang adalah thalasemia Momss.
Thalasemia bisa terjadi apabila Moms mengalami kelainan darah.
Bukan hanya orang dewasa yang bisa mengidap penyakit thalasemia ini.
Tapi anak-anak juga rentan sekali mengalami thalasemia Moms.
Baca Juga: Catat, Ini Makanan yang Sebaiknya Dikonsumsi dan Dihindari Penderita Thalasemia
Pasalnya, penyakit ini bisa dialami seseorang karena faktor keturunan atau genetik.
Misalnya, salah satu di antara Moms atau Dads mengidap thalasemia maka kemungkinan besar anak juga berpotensi mengalami thalasemia.
Nah, ketika seseorang pertama kali didiagnosis mengidap thalasemia tentu saja akan merasa sedih.
Karena apabila seseorang mengalami penyakit ini tentu saja akan terbatas dalam melakukan sesuatu.
Gejala dari thalasemia sendiri adalah mudah lelah, terlihat pucat, pusing, hilang nafsu makan, dan sebagainya.
Gejala-gejala itu lah yang membuat pengidap thalasemia kesulitan dalam beraktivitas.
Rasa sedih yang terus berkelanjutan juga bisa membuat pengidap thalasemia rentan mengalami stres.
Anna Surti Ariana, S.Psi., M.Si., Psi Psikolog Klinis Anak dan Keluarga dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI Depok, Jawa Barat, membenarkan bahwa pengidap thalasemia memang rentan mengalami stres.
Baca Juga: Hari Thalassemia Sedunia, Yuk Kenali Penyebab dan Jenis-jenisnya
"Memang rentan sekali para pengidap thalasemia mengalami stres karena penyakit yang dideritanya. Kalau kita baca dari berbagai penelitian tentang mereka yang mengidap thalassemia ternyata terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kemampuan pasien dalam mengatasi stresnya," ungkap Anna dalam wawancara ekslusif bersama Nakita, Jum'at (6/5/2022).
Faktor Pengidap Thalasemia Mengalami Stres
Salah satu faktor pengidap thalasemia mudah mengalami stres adalah faktor intrapersonal.
"Faktor intrapersonal ini adalah individu (pengidap thalasemia) didukung oleh orang lain di sekitarnya. Keluarganya bisa benar-benar mendampingi dia dengan tenang, ramah, atau justru sebaliknya malah memberikan tambahan-tambahan sumber stress. Misalnya, jadi marah-marah, dan sebagainya," sambung Anna.
Apabila keluarga yang justru jadi sumber stresnya, maka para pengidap thalasemia pun akan lebih sulit menghadapi rasa stres yang dialami tersebut.
Bagi Anna, penting sekali bagi keluarga untuk membantu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi para pengidap thalasemia.
"Oleh karena itu penting sekali supaya keluarga bisa bantu mengatasi masalahnya, dan bisa menjadi pendukung utama bagi anak yang mengidap thalassemia ini," tutur Anna.
Faktor lain yang membuat pengidap thalasemia mudah mengalami stres adalah karena tak dapat mengelolah emosinya dengan baik.
Anna mengatakan, sebagian anak ada yang kesulitan sekali mengatur emosinya.
Hal tersebut bisa disebabkan karena tubuh anak yang bermasalah ataupun Si Kecil tak pernah diajarkan bagaimana cara mengelolah emosi yang baik.
"Kan ada anak-anak yang sulit sekali untuk mengatur emosinya, itu bisa disebabkan karena kondisi tubuhnya yang bermasalah ataupun memang tidak pernah mendapat pengajaran tentang pengelolaan emosi," ungkap Anna.
Sebaliknya, jika anak-anak pengidap thalasemia mampu mengatur emosinya dengan baik maka bisa dengan mudah menghadapi stresnya.
"Tapi untuk anak-anak yang mampu mengatur emosinya lebih mudah terhindar dari stres dan lebih cepat mengatasi stresnya," ucap Anna.
Anna menyarankan, supaya para orangtua bisa memberikan pemahaman kepada anak apa saja yang bisa menjadi sumber stresnya.
Kemudian beri pemahaman tentang masalah yang dihadapinya.
Serta kasih tahu anak, apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Dengan begitu dijamin, anak bisa lebih mampu mengelolah emosinya dengan baik.
"Untuk bisa mengatasi stres juga penting anak memiliki pemahaman masalah, dan ini belum tentu sudah bisa dilakukan oleh anak-anak. Jadi, anak-anak memang perlu diajari terlebih dahulu bagaimana mereka memahami sebetulnya apasih yang menjadi sumber stres atau masalah yang ia hadapi, dan apa yang perlu dilakukan untuk membantu mengatasi masalah tersebut," tutup Anna.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR