Cepat lapar dan banyak minum, contohnya, dianggap sangat wajar di usia bayi mengingat mereka memang tengah menjalani fase pertumbuhan pesat.
Begitu juga banyak pipis yang menjadi salah satu gejala klinis diabetes melitus, di usia bayi akan menjadi amat bias.
Meskipun bayi-bayi besar yang pertama kali dicurigai mengidap diabetes melitus, penyakit ini ternyata juga memiliki hubungan dengan hambatan pertumbuhan.
Itulah mengapa dokter akan mencari tahu faktor apa saja yang memungkinkan bayi sampai mengalami Intra Uterine Growth Retadartion (IUGR), di antaranya kecurigaan terhadap diabetes melitus.
Selain itu, bayi dengan berat lahir rendah (berat lahir kurang dari dari 2.500 gram) juga memiliki risiko mengalami diabetes tipe 2 di kemudian hari.
Pantauan terhadap berat badan inilah yang dijadikan salah satu indikasi para dokter anak untuk merujuk Si Kecil menjalani pemeriksaan kadar gula darah.
Jadi, selain dengan melakukan skrining diabetes melitus pada bayi baru lahir, deteksi dini dilakukan dengan memantau kenaikan berat badan Si Kecil secara teratur setiap bulan.
Si Kecil patut dicurigai mengidap diabetes melitus bila minumnya rakus dan makannya lahap tetapi selama berbulan-bulan berat badannya tidak kunjung naik atau bahkan mengalami penurunan.
Tentu saja sebelum mengarah pada kecurigaan diabetes melitus, biasanya dokter akan memastikan Si Kecil juga tidak terkena penyakit infeksi, semisal Tuberkulosis.
Berdasarkan itulah, untuk deteksi dini diabetes melitus pada bayi, dokter akan menyarankan kepada orangtua agar melakukan pemeriksaan gula darah pada bayinya.
Seorang bayi dikatakan terkena diabetes melitus dan memerlukan suntikan insulin bila ia mengalami kondisi hiperglikemia alias kadar gula darah tinggi yang bersifat abnormal.
Tips Masak Praktis dan Tetap Bergizi untuk Keluarga Tercinta, Moms yang Sibuk Bisa Coba Juga!
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR