Nakita.id - Saat kita sakit dan pergi ke dokter mungkin dokter meresepkan obat dan berkata kalau sudah sembuh obatnya tak usah dihabiskan.
Lalu, ketika kelak nanti kita menderita penyakit yang diduga mirip, bolehkah kita menyimpan obat resep dokter untuk dikonsumsi kembali?
Pertanyaan ini banyak ditanyakan oleh masyarakat.
Tak semua obat-obatan resep dokter bisa disimpan.
Sebab, masing-masing punya daya tahan berbeda dan ini bisa mempengaruhi efektivitasnya.
Selain obat bebas, kita pun kerap menyimpan obat-obatan resep dokter yang sesuai penyakit anak, misal, asma.
Obat-obatan untuk kasus anak dengan penyakit khusus biasanya dokternya memang sudah siapkan obat yang bisa disimpan.
Namun, perlu dipahami, tiap obat punya daya tahannya masing-masing.
Obat berupa sirup/tablet biasanya disesuaikan batas waktu kadaluarsa yang tertera di kemasannya.
Untuk obat yang dibeli hanya beberapa, mungkin tak ada kadaluarsanya, karena kita tak beli satu boks secara khusus.
Sebaiknya, tanyakan pada apotiknya batas kadaluarsanya sesuai yang tertera di boks obat tersebut.
Antibiotik yang sudah dilarutkan harus habis dalam jangka waktu tertentu, misal, seminggu.
Setelah itu tak boleh dipakai lagi.
Begitupun cairan oralit buatan dalam kemasan yang hanya dalam waktu 24 jam.
Setelah itu tak bisa dipakai lagi, karena sudah berubah komposisinya akibat oksigenisasi.
Biasanya obat-obatan seperti ini aturannya dicantumkan secara khusus di labelnya.
Obat jenis puyer biasanya tak dianjurkan disimpan.
Sebab, obat racikan ini diresepkan dokter saat itu sesuai keadaan berat badan si anak dan derajat ringan-sedang-berat penyakitnya.
Jadi, dosis yang diberikan harus dihabiskan dalam waktu tertentu dan biasanya obat-obat ini merupakan obat antibiotik.
Jika disimpan untuk lain kali digunakan lagi saat anak sakit lagi sudah tak tepat lagi, karena berat badan dan usia anak sudah tak sesuai lagi.
Selain itu, obat ini pun mungkin sudah berubah secara fisik. Daya tahan obatnya sudah berubah.
Apalagi bila bahan obat-obatan tersebut merupakan zat yang higroskopis, biasanya antibiotik berupa puyer yang mengandung kombinasi obat batuk-pilek.
Baca Juga: Obat Cacar Bayi Usia di Bawah 1 Tahun, Cari Tahu Penyebab dan Pengobatan Cacar Air pada Bayi
Jadi, disimpan beberapa hari saja sudah seperti jely bentuknya.
Ini karena ada interaksi dengan masing-masing jenis obatnya.
Sebaiknya, bila obat racikan dokter masih tersimpan agar dibuang saja.
Jika obatnya tak mengandung zat-zat higroskopik dan bukan bentuk puyer, sangat penting diperhatikan batas kadaluarsanya dan perubahan fisiknya.
Bila sudah ada perubahan fisik, meski belum batas kadaluarsa, sebaiknya tak digunakan lagi.
Kita bisa lihat, misal, obat bentuk sirup, akan tampak di bawah cahaya lampu seperti keruh atau ada benang-benang atau lapisan yang melayang-layang.
Tentunya hal ini akan mempengaruhi efektivitas obat tersebut dan berbahaya.
Untuk menyimpan obat-obatan khusus resep dokter semisal asma dan lainnya, biasanya dokternya akan memberitahukan dosis pemakaian yang tepat dan sampai kapan efektivitas obat tersebut.
Biasanya bila obat sudah habis pun harus konsultasi ke dokter lagi.
Tentunya penyimpanan obat harus aman dan jauh dari jangkauan anak-anak.
Bila dalam lemari khusus hendalnya dikunci. Sebaiknya semua obat disimpan di satu tempat, tapi per individu. (Sumber: Tabloid Nakita)
4 Rekomendasi Susu Penggemuk Badan Anak yang Bisa Bikin Si Kecil Lebih Gemuk dan Sehat
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR