Nakita.id - Apakah Moms pernah mendengar istilah toxic parenting?
Istilah toxic parenting ini mungkin baru dikenal di sebagian besar kalangan orangtua milenial.
Generasi zaman dulu belum tentu mengenal istilah toxic parenting ini.
Namun, tak ada salahnya bagi Moms belajar dan mengenalkan istilah unik ini.
Sebagai informasi, toxic parenting merupakan sebuah pola asuh yang yang membuat anak menjadi tidak nyaman sehingga kesehatan psikologisnya terganggu.
Dalam kasus ini, orangtualah yang merupakan pelaku toxic parenting.
Kenapa? Karena orangtua yang seharusnya memberikan pola asuh yang baik untuk tumbuh kembang anaknya, Moms.
Nah, jika kita sendiri yang memberikan pola asuh yang toksik, akibatnya anak merasa tidak sehat secara emosional. Bahkan, bisa berkepanjangan hingga dewasa nanti.
Lantas, apa saja tanda-tanda toxic parenting yang kerap ditunjukkan?
Apa saja penyebab dan dampak bahayanya?
Lalu, bagaimana cara mengurangi pola asuh berbahaya ini?
Agar Moms bisa lebih paham lagi terkait toxic parenting, Nakita telah mewawancarai seorang psikolog remaja dan dewasa di Konsultasi Psikologi Ramaniya, Indriyani Virginia, M.Psi, Psikolog.
Tanda-tanda Toxic Parenting
1. Sering membandingkan
Tanda pertama adalah orangtua yang sering membandingkan anak dengan orang lain.
"Termasuk saudara kandung dan sepupu. Bahkan, sama ibu sendiri," ungkap Indri saat diwawancarai Nakita pada Selasa (20/9/2022).
"Kalau bisa, jangan dibanding-bandingkan, karena setiap orang itu unik termasuk anak," ucapnya sambil berpesan.
2. Sering mengatur
Menurut Indri, anak bukanlah miniatur orang dewasa.
"Bisa jadi orangtua punya ambisi dan cita-cita yang belum selesai. Sehingga akhirnya, ambisi dan cita-cita itu ingin dicapai oleh anaknya. Akhirnya jadi sering mengatur," katanya.
"Orangtua sebenarnya boleh mengatur, tapi proporsional dan jangan berlebihan," pesannya.
3. Sering membentak
Berikutnya adalah sering membentak, yang dapat menyebabkan 'kabel' di kepala anak bisa kacau balau.
4. Jarang berempati
"Artinya, tidak mau memahami perasaan si anak dan akhirnya fokus ke orangtuanya saja," ungkap Indri.
5. Sering mengintimidasi
Indri menyebut, intimidasi bisa terjadi karena muncul dari pertanyaan 'kenapa' atau 'mengapa'.
"Dan itu harus hati-hati," tegasnya.
Sebab, menurut Indri, pertanyaan 'kenapa' atau 'mengapa' itu jatuhnya membuat perasaan anak merasa bersalah.
"Kita harus coba ganti dengan kata 'apa'," pesan Indri.
Penyebab Toxic Parenting Bisa Terjadi
Sampai saat ini, masih belum diketahui penyebab pasti dari toxic parenting ini.
Namun, menurut Indri, kemungkinan besar toxic parenting disebabkan oleh orangtua yang mempunyai trauma, luka batin, kesedihan mendalam, atau bahkan kekerasan semasa hidupnya.
"Atau bahkan, dia pernah mengalami toxic parenting sejak kecil," katanya.
"Karena itu (toxic parenting) bisa diturunkan tuh dari generasi ke generasi dan seakan-akan tidak selesai," jelasnya.
Ada juga yang disebabkan oleh ambisi orangtua yang tidak selesai, sehingga kemudian diproyeksikan ke anak.
Meski tujuannya baik, lanjut Indri, orangtua secara tidak sadar memaksakan kehendak pada anak.
Dampak Bahaya jika Toxic Parenting Dibiarkan
Apabila toxic parenting diterapkan terus, Indri menyampaikan bahwa dampaknya bisa berkepanjangan sampai dewasa nanti.
"Itu lukanya ada terus sampai sekarang," sebutnya.
"Jadinya apa? Sebagian besar sumber stres klien yang mengalaminya itu dari ibu kandung sendiri. itu ironi ya," ungkap Indri.
Menurut Indri, mungkin ada pola asuh yang tidak segat.
Akibatnya, anak bisa cemas berlebihan, panik, depresi, self-harm, hingga muncul keinginan bunuh diri.
Baca Juga: 4 Gaya Pola Asuh Anak, 3 di Antaranya Sebaiknya Tak Dilakukan di Rumah
Juga, serba takut, tidak percaya diri, bahkan merasa tidak punya teman.
"Kalau tidak diselesaikan, itu (toxic parenting) akan berulang terus menerus seperti lingkaran setan yang akhirnya disebut dengan trans-generational trauma atau trauma yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya," ungkap Indri.
"Oleh sebab itu, harapannya adalah kita bisa memutus hal itu," tutupnya.
Cara Mengurangi Toxic Parenting
Satu-satunya cara yang bisa Moms lakukan untuk menguranginya adalah dengan mulai sadar dan introspeksi diri.
"Di dalam diri kita, ada gen ayah, gen ibu, juga pola asuh. Gen itu terbentuk sejak awal-awal kehamilan. Bahkan, saat mengandung juga gennya terbentuk," terang Indri.
"Oleh karena itu, bukalah perspektif kita kalau anak-anak kita itu berbeda dan unik," pesannya.
Kemudian, lanjut Indri, latih diri untuk lebih bijaksana melihat perbedaan yang ada.
Lalu, usahakan untuk menahan diri mengomentari dan mulai berempati.
"Rasakan apa yang anak rasakan," pesan Indri.
Semoga penjelasan di atas terkait toxic parenting bermanfaat ya, Moms!
Dorong Bapak Lebih Aktif dalam Pengasuhan, Sekolah Cikal Gelar Acara 'Main Sama Bapak' Bersama Keluarga Kita dan WWF Indonesia
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR