Nakita.id - Kesehatan mental memiliki peran yang besar saat menjalani program kehamilan.
Hal ini karena kesehatan mental erat hubungannya dengan faktor stres.
Tanpa mental yang kuat dan sehat, kita lebih mudah mengalami stres, frustasi, atau depresi berlebihan.
Wanita hamil sering mengalami gangguan psikologi karena mengalami 3 hal perubahan pada tubuhnya.
Diantaranya fisik wanita hamil, lalu hormone progesterone yang meningkat, dan faktor emosi yang naik turun.
Namun, tidak semua wanita hamil mengalami gangguan psikologis yang sama beratnya.
Tentunya kembali lagi ke kepribadian wanita tersebut serta faktor lingkungan sekitarnya seperti keluarga dan pasangan.
Dr. dr. Arie A. Polim, D.MAS, MSc., SpOG (K)-FER, selaku dokter Obgyn dari Morula IVF Jakarta, megatakan, terutama pasangan yang mengalami masalah infertilitas biasanya punya beban mental yang tinggi.
"Beban mental yang cukup tinggi yaitu ekspektasi untuk segera mendapatkan kehamilan," kata dr. Arie dalam seminar bersama Morula IVF, Kamis (20/10/2022).
"Serta stigma keluarga dan lingkungan yang menghakimi mereka terutama kepada pihak wanita," lanjutnya.
Oleh karena itu, dr. Arie menyarankan sebelum persiapan kehamilan wanita perlu mendapatkan dukungan penuh dari keluarga khususnya pasangannya.
Baca Juga: Selamat Hari Kesehatan Mental Sedunia, Jaga Kesehatan Mental Sama Penting Dengan Kesehatan Fisik!
Hal ini supaya beban mental yang sudah terbentuk dapat berkurang dan ia dapat menjalani program hamil dengan lebih tenang.
"Penyebab kegagalan program kehamilan hampir 70% disebabkan oleh karena stres," kata dr. Arie.
Namun, setelah menjalani kehamilan pun gangguan psikologis bisa saja muncul.
Misalnya pada wanita hamil di Trimester 1, mereka sering cemas takut kehamilannya tidak berkembang atau takut keguguran.
Pada trimester II juga bisa muncul saat ibu hamil sudah merasakan besarnya perut dan merasakan gerakan bayi.
Ibu hamil akan mengalami kecemasan apakah nantinya bisa membesarkan bayi dan menjaganya dengan baik.
Kemudian pada trimester III kecemasan akan makin memuncak karena dekatnya proses kelahiran.
Apalagi ibu hamil akan dihantui rasa takut kesakitan pada saat melahirkan.
Oleh karena itu, penting sekali dukungan dari orang sekitar untuk ibu hamil, terutama dari suami.
Pasangan bisa membantu menjaga tingkat cemas ini menjadi lebih rendah dan lebih rileks selama kehamilan.
Kemudian suami bisa menjadi wadah untuk berbicara secara lebih terbuka dengan ibu hamil.
Baca Juga: Manfaat Tanaman Hias untuk Fisik dan Mental yang Jarang Diketahui
Psikolog Masha Tengker dari Amanasa Indonesia, mengatakan pada tahap terakhir gangguan psikologis dapat terjadi setelah fase melahirkan.
"Biasanya dalam 1-2 minggu pasca melahirkan dimana wanita mengalami kelelahan untuk mengurus bayinya serta harus menyusui serta mengurus rumah tangga," katanya.
Selain itu, ibu juga lebih rentan mengalami Baby Blues Syndrome setelah melahirkan.
"Baby Blues Syndrome adalah suatu fenomena yang biasa terjadi setelah melahirkan karena adanya perasaan baru yang tidak menentu serta kelelehan yang terjadi didalam mengurus bayi dan rumah tangga," kata Marsha Tengker.
"Kondisi ini jika bertahan lebih dari 2 minggu akan mengarah kepada gangguan psikologis yang lebih berat seperti depresi postpartum," lanjutnya.
Kemudian dr. I.G.A.N Partiwi SpA, MARS, selaku dokter spesialis anak RSIA Bunda Jakarta juga menambahkan perasaan cemas dan stress ini bisa berpengaruh terhadap produksi ASI.
"ASI yang diproduksi akan semakin berkurang ketika ibu cemas dan stres," kata dr. Tiwi.
"Disinilah pihak ketiga seperti keluarga atau peran suster, dokter. atau adanya homecare bisa ikut membantu," lanjutnya.
"Hal ini supaya si ibu bisa melalui 2 minggu pertama setelah melahirkan dengan lebih baik," ujarnya.
Oleh karena itu, peran dan dukungan keluarga sangatlah diperlukan untuk pasangan yang sedang menjalani program kehamilan, selama kehamilan dan bahkan setelah melahirkan.
Baca Juga: Di Hari Kesehatan Mental Sedunia Harus Tahu Ciri-ciri Mental Breakdown, Apa Moms Mengalaminya?
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Penulis | : | Kintan Nabila |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR