Nakita.id - Reaksi emosi anak ternyata bisa lho diketahui sejak bayi.
Meskipun di usia sangat dini seperti bayi sering kali emosi yang ditunjukkan masih terbatas.
Namun ada cara Moms dan Dads bisa mengetahui reaksi emosi bayi dan melatihnya.
Sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui dan mengenal reaksi emosi bayinya.
Sebab, reaksi emosi berpengaruh pada kehidupan anak nanti, terutama penyesuaian pribadi dan sosialnya.
Awalnya, saat lahir, reaksi emosi bayi masih sederhana. Hanya mengungkapkan emosi kesenangan dan ketidaksenangan.
Ia akan bereaksi senang bila kebutuhan menyusunya terpenuhi, dengan mengeluarkan suara yang tampak puas. Sebaliknya, ia akan bereaksi tak senang dengan menangis bila popoknya basah.
Yang jelas, di bulan-bulan pertama, bayi tak memperlihatkan reaksi emosi yang spesifik, seperti marah. Semua rasa ketidaksenangan akan diekspresikan dengan tangisan.
Nah, pada bulan-bulan pertama ini, respon orang tua terhadap bayi akan berpengaruh nantinya.
Misal, jika pemberian susunya terlambat sementara bayi sangat lapar, maka bayi akan merasa tak nyaman.
Meski dia hanya bisa bereaksi dengan menangis, tapi bibit-bibit emosi rasa kecewa dan marah mulai timbul.
Baca Juga: 4 Cara Ayah Bisa Berperan Sama Mengatakan Tidak pada Si Kecil Tanpa Menggunakan Emosi
Bertambah seiring usia meningkat
Di usia 2 bulan, bayi mulai bereaksi tersenyum bila dirinya merasa senang atau gembira.
Usia 3 bulan, ia bisa bereaksi dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang mengungkapkan kekesalan, bila dirinya kesal atau marah. Walau kadang juga diungkapkan dengan tangisan dan jeritan.
Usia 6-9 bulan sudah mengenal rasa takut. Bukankah saat itu ia sudah mengenal orang-orang di sekitarnya?
Hingga, bila ditinggal orang tuanya, ia akan merasa takut dan mulai mengeluarkan suara-suara ketakutan atau menangis.
Pokoknya, makin usia bayi meningkat, reaksi emosinya makin dapat dibedakan dan bertambah. Reaksi emosinya akan berkembang sejalan makin matang sistem saraf dan ototnya.
Misal, jika di usia 2 bulan emosi kegembiraanya diungkapkan dengan tersenyum saja, makin lama ia akan mengekspresikannya dengan mengeluarkan suara-suara ataupun tertawa.
Bila ia sudah bisa jalan dan berlari, reaksi gembiranya mungkin dilakukannya dengan cara melonjak-lonjak atau berlari-lari.
Demikian pula dengan emosi takut. Mungkin awalnya reaksi takutnya hanya dengan menangis, seolah dirinya tak berdaya dan seperti meminta tolong.
Makin bertambah usia dan motoriknya pun berkembang, ia bisa bersembunyi di balik tubuh ibunya, memeluk ibunya, menarik selimut untuk menutupi wajahnya, atau berlari menghindar dari sesuatu yang membuatnya takut.
Akan halnya rasa marah. Misal, di usia 6 –9 bulan kala bayi sudah mulai bisa melempar-lempar benda.
Baca Juga: Cara Menghadapi Pasangan Pemboros Tanpa Emosi, Ini 5 Hal yang Harus Moms Lakukan
Nah, ketika emosi marahnya terangsang, bisa saja reaksinya dengan melempar. Ketika reaksi tersebut dirasa menyenangkan dan dapat memuaskan emosinya, akan diulang kembali.
Untuk mengetahui apakah ia memang betul-betul dalam emosi marah atau hanya ingin mencoba-coba melempar benda dalam arti dirinya sedang bereksplorasi, kita harus melihat apakah memang ada kebutuhannya yang tak dipenuhi atau ada sesuatu yang membuatnya marah ataukah tidak.
Melatih reaksi emosi anak
Bila reaksi emosi Si Kecil termasuk yang meluap-luap, seperti kalau gembira sampai melonjak-lonjak atau kalau marah sampai melempar barang, maka kita harus mengendalikannya sejak dini.
Paling tidak, meminimalkannya. Jangan sampai, reaksi emosi yang jelek berlanjut sampai si bayi besar.
Sebab, nantinya anak akan belajar untuk menggunakan reaksi ini sebagai alat untuk mencapai tujuannya.
Sebenarnya, bila baru berusia sampai setahun, reaksi emosi anak masih bisa berubah karena baru muncul dan baru akan berkembang.
Caranya, bila bayi ingin minum susu dan menangis tak sabaran, ibu harus segera meresponsnya.
Jikapun harus membuatkan dulu susu botol, maka buatlah di dekat si bayi sambil mengajaknya bicara.
Kalau si bayi sudah bisa merangkak dan kita lihat tampaknya dia kesal karena sulit mengapai mainan yang diinginkan, maka kita bantu dengan mendekatkan mainannya.
Ketika dia sudah bisa meraihnya, kita beri dia pujian.
Baca Juga: Cara Menghadapi Pasangan Pemboros Tanpa Emosi, Ini 5 Hal yang Harus Moms Lakukan
Begitu juga kalau si bayi sudah mulai banyak motoriknya, bila reaksi marahnya dengan cara fisik, seperti menendang, melempar, atau memukul, maka kita harus selalu memberi pengertian.
Jadi, anak dilatih untuk dapat mengendalikan fisiknya, hingga nantinya kalaupun dia marah, mungkin tak sampai bereaksi berbahaya dengan fisiknya.
Mungkin hanya mimik mukanya saja yang tampak memerah.
Namun dalam melatih atau mendidik emosi anak, jangan banyak larangan karena akan menimbulkan rasa takut pada anak.
Sebetulnya bayi belum menyadari ada tidak bahaya bagi dirinya, tapi karena mimik muka ibunya dan nada suaranya menakutkan, maka mengkondisikan si bayi akan rasa takut.
Larangan boleh saja kalau memang ada yang membahayakan.
Kalau tidak, sebaiknya dihindari. Tapi dalam memberitahukannya harus dengan bahasa dan mimik muka yang baik.
Baca Juga: Berperan Sama Mengajarkan Anak Usia 4 Tahun Menghadapi Kekecewaan, Ini yang Bisa Ayah Lakukan
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR