Nakita.id – Puasa merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh seluruh umat Islam.
Meski demikian, terdapat beberapa kelompok yang diberikan keringanan untuk tidak melaksanakannya.
Lantas, bagaimana dengan ibu hamil dan menyusui?
Baik ibu hamil maupun menyusui, keduanya masih membutuhkan banyak nutrisi yang berguna untuk tumbuh kembang bayi.
Apalagi, nutrisi tersebut dibatasi, dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan.
Dalam Islam, kedua kelompok ini dibebaskan untuk boleh tidak berpuasa.
Yuk, simak bagaimana ketentuan selengkapnya berikut ini.
Perempuan yang hamil memiliki ketentuan yang sama dengan orang yang sakit dalam hal boleh tidaknya meninggalkan puasa.
Hal ini tergantung pada kondisi kesehatan dari orang tersebut dan dampak yang akan ditimbulkan.
Dilansir dari NU Online, perempuan hamil yang dalam kondisi diperbolehkan tidak puasa, maka kewajiban mengganti puasanya terdapat dua perincian.
Pertama, ketika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kondisi fisiknya atau khawatir kondisi fisiknya sekaligus kondisi kandungannya, maka dalam dua keadaan tersebut ia hanya diwajibkan mengqadha’i puasanya saja.
Baca Juga: Ibu Hamil Puasa Tapi Mual dan Muntah, Apakah Membatalkan Puasa?
Kedua, ketika ia hanya khawatir pada kondisi kandungannya, dalam keadaan demikian ia berkewajiban mengqadha’i puasanya sekaligus membayar fidyah.
Lebih lanjut lagi, khawatir terhadap kondisi kandungan maksudnya adalah jika tetap berpuasa adalah kekhawatiran akan gugurnya kandungan jika ia tetap melaksanakan puasa sampai selesai.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum melaksanakan puasa bagi perempuan hamil adalah wajib.
Namun, kewajiban ini akan gugur ketika ia memiliki dugaan bahwa jika ittap berpuasa maka akan membahayakan terhadap kesehatannya, seperti akan bertambah sakit atau fisiknya akan lemah.
Begitu juga, untuk perempuan yang menyusui diperbolehkan tidak berpuasa sepanjang berpuasa dapat menganggu kesehatan dirinya dan anak.
Bahwa perempuan yang menyusui itu diperbolehkan tidak berpuasa sepanjang berpuasa bisa membahayakan kesehatan dirinya dan anaknya atau salah satunya.
Menurut madzhab syafi’i, jika seorang perempuan yang sedang menyusui melakukan puasa dan dikhawatirkan akan membawa dampak pada dirinya beserta anaknya, maka ia wajib membatalkan puasanya.
Serta, memiliki kewajiban meng-qadha puasanya.
Namun, jika berpuasa dikhawatirkan dapat kondisi kesehatan anak maka berkewajiban untuk membayar fidyah.
Fidyah diambil dari kata “fadaa” artinya mengganti atau menebus.
Bagi beberapa orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan kriteria tertentu, diperbolehkan tidak berpuasa serta tidak harus menggantinya di lain waktu.
Baca Juga: Ibu Hamil Berpuasa Menyebabkan Berat Badan Turun, Apakah Dampak Janin Menjadi Kecil?
Namun, sebagai gantinya diwajibkan untuk membayar fidyah.
Ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa. Hal ini tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 184.
Salah satu kriteria yang bisa membayar fidyah adalah ibu hamil dan menyusui yang jika berpuasa khawatir dengan kondisi diri dan bayinya.
Dilansir dari laman Badan Amil Zakat Nasional, fidyah wajib dilakukan untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan untuk satu orang. Nantinya makanan akan disumbangkan kepada fakir miskin.
Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi'I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg).
Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.
Cara membayar fidyah ibu hamil bisa berupa makanan pokok.
Misalnya, jika ia tidak puasa 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah 30 takar di mana masing-masing 1,5 kg.
Fidyah boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin atau beberapa orang saja (misal 2 orang, berarti masing-masing dapat 15 takar).
Menurut kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.
Baca Juga: Jelang Puasa Ramadan, Ketahui Keutamaan dari Puasa Rajab Bagi Ibu Hamil dan Bacaan Niat Puasa Rajab
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR