i. Ahmad Soebardjo.
Ada dugaan bahwa sebenarnya Ki Bagoes Hadikoesoemo ingin dimasukkan dalam panitia kecil tersebut.
Akan tetapi, karena ia terburu-buru kembali ke Yogyakarta pada tanggal 21 Juni 1945 setelah melakukan sidang Cuo Sangi In, ia tidak masuk ke dalam panitia yang dibentuk oleh Sukarno melalui rapat tersebut.
Segera setelah dibentuk, Panitia Sembilan melaksanakan pertemuan pada hari yang sama di rumah Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta untuk membahas rumusan pembukaan undang-undang dasar negara yang di dalamnya berisikan dasar negara yang disepakati untuk diambil dari pidato Sukarno tanggal 1 Juni 1945.
Terjadi perdebatan pada rapat tersebut. Sebagian dari anggota Panitia Sembilan menginginkan agar Islam menjadi dasar negara, sementara sebagian yang lain menolaknya.
Usulan-usulan sejumlah anggota untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara mendapatkan sanggahan dari anggota lainnya.
Namun demikian, perdebatan tersebut pun berakhir dengan kesepakatan berupa rumusan sila "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" di dalam Pancasila.
Setelah itu, Mohammad Yamin sebagai salah satu anggota Panitia Sembilan diminta Sukarno untuk membuat suatu teks rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya berisi rumusan Pancasila yang sudah disepakati oleh seluruh anggota Panitia Sembilan.
Namun demikian, teks yang dibuat Mohammad Yamin tersebut dirasa terlalu panjang sehingga kemudian Panitia Sembilan membuat teks yang lebih pendek.
Setelah usai, Sukarno menamakan rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut dengan nama "Mukadimah”.
Soekiman menamainya "Gentlemen’s Agreement" dan Mohammad Yamin menamainya dengan "Piagam Jakarta".
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR