Nakita.id - Pembukaan Bentara Budaya Art Gallery dilakukan bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-41, Selasa (26/9/2023).
Ini merupakan rumah baru bagi puluhan karya maestro seni rupa Indonesia.
Galeri yang terletak di Lantai 8 Menara Kompas, Jakarta ini merupakan bagian dari ruang pameran Bentara Budaya yang dikemas secara modern.
Pembukaan dan peresmian Bentara Budaya Art Gallery diiringi dengan pameran yang menampilkan 37 lukisan koleksi Bentara karya para seniman dari periode tahun 1930-an sampai 2000-an.
Acara ini dihadiri langsung antara lain Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, sertaDeputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Himam.
”Bentara Budaya Art Gallery dapat menjadi tambahan destinasi wisata di Jakarta bagi para pencinta karya seni, khususnya lukisan.
Di usia baru Bentara Budaya diharapkan dapat terus menjadi wadah bagi para seniman mengembangkan berbagai karya yang menggambarkan budaya dan seni Indonesia,” ujar Heru saat memberikan sambutan.
Pembukaan dan peresmian Bentara Budaya Art Gallery diiringi dengan pameran Wajah Manusia Indonesia.
Pameran ini menampilkan 37 lukisan koleksi Bentara karya para seniman dari periode tahun 1930-an sampai 2000-an yang dipilih kurator untuk menggambarkan beragam wajah manusia Indonesia di sejumlah daerah.
Pembukaan Bentara Budaya Art Gallery di Menara Kompas, Jakarta, ditandai dengan pengguntingan rangkaian melati oleh CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, Komisaris Kompas Gramedia Mariani Ojong, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf Muhammad Neil El Hilman, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Deputi Bidang Administrasi dan Pengelolaan Istana Rika Kiswardani, perwakilan Yayasan Bentara Rakyat Agung Adi Prasetya, serta Komisaris Kompas Gramedia Irwan Oetama.
Karya seni yang dipamerkan antara lain karya pelukis legendaris, seperti Affandi, Batara Lubis, Agus Djaya, Sriwati Masmundari, Wied Sendjayani, Hendra Gunawan, Gambiranom Suhardi, dan Ketut Regig.
Baca Juga: Hadapi Teknologi AI, Kompas TV dan Astra International Gelar Journalist Gathering KG Media
Pameran juga dilengkapi wayang kulit, wayang kayu, wayang suket, serta karya seni tiga dimensi, seperti patung dan keramik.
Bentara Budaya Art Gallery juga menyimpan dan memamerkan lukisan karya antropolog ternama Indonesia, Koentjaraningrat.
Meski seorang antropolog, Koentjaraningrat banyak membuat karya seni berupa lukisan dari hasil perjalanannya ke pelosok Tanah Air.
Salah satu yang dipamerkan adalah lukisan tentang anak-anak Sasak yang dibuat pada 1990.
General Manager Bentara Budaya Ilham Khoiri menjelaskan, Koentjaraningrat merupakan antropolog yang melakukan riset dengan melihat kebudayaan masyarakat. Selain mencatat, ia juga mendokumentasikan risetnya tersebut melalui lukisan.
Jadi, karya yang dipamerkan ini merupakan dokumentasi visual Koentjaraningrat terhadap obyek yang diteliti.
Ilham menyebut bahwa Bentara Budaya ingin menunjukkan pesan keberagaman atau kemajemukan Indonesia melalui berbagai koleksi lukisan dan karya seni lain yang dipamerkan.
Keberagaman ini tidak hanya sebatas wajah atau fisik, tetapi juga latar belakang, seperti suku, ras, agama, kebudayaan, tradisi, serta bahasa.
”Melalui pameran ini, publik diajak semakin menyadari bahwa sesungguhnya masyarakat Indonesia itu majemuk dan plural.
Oleh karena itu, kita perlu menjaga pluralitas ini sebagai modal dan didorong agar bisa hidup saling menghargai satu sama lain,” tuturnya.
Menurut Ilham, lukisan, keramik, dan wayang yang dipamerkan tersebut hanya sebagian kecil dari koleksi karya seni milik Bentara Budaya.
Saat ini, diperkirakan total ribuan karya seni dari banyak seniman, termasuk keramik dari abad ke-10, dimiliki Bentara Budaya.
Koleksi tersebut disimpan secara rapi di ruang penyimpanan Bentara Budaya Art Gallery.
Transformasi Bentara Budaya
Bentara Budaya pertama kali didirikan di Yogyakarta pada 26 September 1982. Sejak saat itu, Bentara Budaya mulai dibangun di tempat lain, seperti Jakarta (1986) serta Bali dan Solo (2009).
Bentara Budaya menjadi ruang untuk memanggungkan beragam ekspresi seni dan kreasi, baik Nusantara maupun mancanegara, sekaligus memamerkan ribuan benda seni yang dihimpun pendiri Kompas, PK Ojong dan Jakob Oetama, serta tanda mata dari seniman.
Bentara Budaya kemudian mengembangkan Art Gallery modern di Menara Kompas. Desain galeri terinspirasi dari pohon badam (Prunus amygdalus) dengan cabang-cabang diagonal yang berbaris rapi. Sementara motif wastra, yakni batik kawung (Jawa Tengah-Yogyakarta), tenun Pandai Sikek (Sumatera Barat), dan tenun Maumere (Flores) di galeri mewakili daerah asal perintis Kompas Gramedia yang mencerminkan kemajemukan Indonesia.
Galeri seluas 492 meter persegi berbentuk ”U” ini berpusat pada lampu membran bulat menyerupai matahari sebagai simbol semangat.
Ruang di sayap kiri dan kanan dilengkapi sejumlah partisi portabel yang tersusun secara diagonal.
Sementara aspek pencahayaan memanfaatkan sistem special lighting asal Korea yang dapat diatur bentuk dan pendar cahayanya sehingga karya seni tampil optimal.
Adapun udara dikendalikan dengan sistem pendinginan sentral serta alat air dehumidifier untuk mengatur kelembaban atau relative humidity (RH) sesuai standar museum.
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul "Bentara Budaya Art Gallery, Rumah Baru bagi Karya Maestro Seni Rupa"
Baca Juga: HUT ke-60 Kompas Gramedia, Gelar KG Festival di Bentara Budaya Jakarta
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR