Nakita.id - Setiap tanggal 20 Februari diperingati sebagai Hari Pekerja Nasional.
Mengutip Kompas (18/2/2024), Hari Pekerja Nasional ini diinisiasi oleh Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI), yang mana kala itu banyak serikat pekerja yang ingin menyatukan semangat dalam satu wadah.
Mereka lalu mendeklarasikan pembentukan FBSI ini pada tanggal 20 Februari 1973 oleh Agus Sudono, kemudian berubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia pada kongres tanggal 23-30 November 1985.
Dalam kesempatan itu, muncul ide agar memiliki hari peringatan untuk para pekerja Indonesia.
Tujuannya untuk memberikan semangat dan memotivasi perjuangan para pekerja dalam rangka pembangunan nasional, termasuk bagi para ibu menyusui.
Sayangnya sampai saat ini, hak menyusui ibu pekerja belum terlalu diindahkan di banyak perusahaan di Indonesia.
Hal ini dikarenakan, ibu pekerja yang menyusui dianggap dapat menghambat produktivitas perusahaan itu sendiri.
Padahal, stigma di atas justru benar-benar salah dan harus mulai ditinggalkan.
Terkait hak menyusui bagi ibu pekerja sebenarnya sudah dimuat dalam Konvensi ILO Nomor 183 tentang Perlindungan Maternitas.
Dalam Pasal 10 Ayat 1 disebutkan, "Seorang perempuan harus diberi hak untuk satu atau lebih istirahat harian atau pengurangan jam kerja harian untuk menyusui anaknya."
Selanjutnya dalam Ayat 2 tertulis, "Masa istirahat untuk menyusui atau pengurangan jam kerja harian diperbolehkan; jumlahnya, durasi istirahat menyusui dan prosedur pengurangan jam kerja harian harus ditentukan oleh hukum dan praktek nasional. Istirahat atau pengurangan jam setiap hari kerja akan dihitung sebagai waktu kerja dan dibayar dengan sesuai."
Baca Juga: Diperlukan, Dukungan Perusahaan dalam Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan untuk Tetap Menyusui
Dalam arti lain, waktu untuk menyusui bagi ibu pekerja dihitung sebagai waktu istirahat oleh perusahaan, Moms.
Atau, perusahaan boleh mengurangi jam kerja harian ibu pekerja untuk menyusui anaknya.
Meski begitu, perusahaan tetap harus menghitungnya sebagai waktu kerja dan dibayar penuh sesuai posisi kerja juga peran yang dilakukannya.
Hal serupa juga telah disebutkan dalam Pasal 3 yang berbunyi:
"Setiap anggota, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang representatif, mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa perempuan hamil atau menyusui tidak diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang akan merugikan kesehatan ibu atau anak, atau bila penilaian telah menetapkan risiko yang signifikan terhadap kesehatan ibu atau anaknya."
Selain dari Konvensi ILO Nomor 183, ada pula Rekomendasi ILO Nomor 206 yang menegaskan pentingnya mendukung aspek-aspek ibu pekerja yang menyusui (salah satunya) mendapat dukungan dari tempat kerja agar tetap bisa produktif.
Salah satu dukungan yang bisa diberikan adalah kebijakan perusahaan untuk memiliki pojok laktasi.
Meski kebijakan pojok laktasi ini sudah ada, sayangnya untuk implementasi maupun monitoring terkait kebijakan ini masih menjadi tantangan di Indonesia.
Ini dikarenakan perusahaan di Indonesia memiliki skala yang beragam, mulai dari multinasional, internasional, menengah, hingga kecil.
Untuk perusahaan tingkat menengah dan kecil, rata-rata dari mereka masih belum mampu mengeluarkan biaya untuk membangun ruangan khusus untuk pojok laktasi.
Terutama, jika perusahaan tersebut didominasi oleh perempuan yang aktif melakukan reproduksi, termasuk menyusui.
Baca Juga: ILO Tegaskan Pentingnya Perusahaan Akui Hak Menyusui bagi Ibu Pekerja
National Project Coordinator for HIV/AIDS in the World of Work and Care Economy, ILO Jakarta Early Dewi Nuriana menjabarkan beberapa faktor penyebab dimana sebagian besar ibu pekerja belum mendapatkan hak menyusuinya secara menyeluruh. Diantaranya adalah:
Pertama, sampai saat ini, masih banyak perusahaan yang menganggap bahwa ibu pekerja yang menyusui itu tidak bisa fokus pada pekerjaan utamanya.
"Padahal, kalau misalkan perusahaan peduli dengan yang kita sebut tentang kebijakan dan pelayanan perawatan (pengasuhan) dari masa kehamilan hingga memiliki anak usia balita, perusahaan akan melihat bahwa penting untuk tetap memastikan produktivitas pekerja dengan tanggung jawab keluarga," kata Early, mengutip Nakita (21/8/2023).
Selain dengan tanggung jawab keluarga, lanjut Early, perempuan pekerja khususnya juga memiliki tanggung jawab secara reproduksi untuk menjaga motivasi dan moralnya agar tetap bisa bekerja sekaligus menyusui secara seimbang juga optimal.
Faktor penyebab berikutnya adalah adanya anggapan bahwa membangun pojok laktasi di perusahaan itu sama saja membuang-buang biaya perusahaan.
"Padahal, menyediakan pojok laktasi bukan dianggap sebagai mengeluarkan biaya. Melainkan, sebagai investasi yang bisa menjaga produktivitas dan motivasi bagi ibu pekerja," kata Early dengan tegas.
Early menjelaskan bahwa untuk meningkatkan produktivitas salah satunya adalah ada motivasi.
Menurutnya, motivasi yang dimiliki ibu pekerja ini berhubungan erat dengan melaksanakan pekerjaannya secara optimal meski sedang menyusui, agar tumbuh kembangnya optimal.
Tak semua perusahaan dapat memenuhi hak ibu pekerja yang menyusui, khususnya perusahaan skala menengah dan kecil di Indonesia.
"Sangat wajar apabila perusahaan-perusaahan yang mikro atau yang menengah, karena mereka sedang mengatur cashflow perusahaan agar tetap stabil, tetapi di satu sisi memang harus menerapkan kebijakan (ibu menyusui) tersebut," terang Early.
Sebagai solusi untuk mengatasi masalah ini, Early justru mendorong banyak perusahaan yang ada di suatu gedung atau kawasan untuk sama-sama membuat ruang khusus yang bisa digunakan sebagai pojok laktasi.
Selain pojok laktasi, juga bisa membuat daycare hingga layanan keluarga lainnya.
"Kecuali perusahaan besar, karena pastinya jumlah pekerjanya sudah banyak dan kawasannya juga sudah sendiri," tambah Early berpesan.
Faktor penyebab yang terakhir ini juga perlu diperhatikan menurut Early.
Sebab, isu hak menyusui ini sebenarnya perlu disuarakan dan menjadi bahan diskusi antara Serikat Pekerja dengan manajemen perusahaannya.
Early menyarankan, Serikat Pekerja bisa membuat dialog sosial langsung dengan manajemen perusahaan.
Terutama, jika perusahaan tersebut benar-benar didominasi oleh pekerja perempuan.
Ini bertujuan agar hak menyusui bagi ibu pekerja benar-benar terpenuhi.
Itu tadi penjelasan lengkap mengenai hak ibu pekerja yang menyusui, juga faktor-faktor penyebab dibalik tidak meratanya pemberlakuan kebijakan menyusui di perusahaan Indonesia.
Semoga informasi di atas bermanfaat ya, Moms.
Jika Moms masih penasaran bagaimana pengimplementasian kebijakan menyusui di perusahaan Indonesia, bisa langsung kunjungi https://www.ilo.org/globalcare/.
Baca Juga: Hak Karyawan Seputar Persalinan dan Menyusui
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Kirana Riyantika |
KOMENTAR