"Data menunjukkan adanya pengurangan nyeri sebesar 40% dalam empat minggu pemakaian Dienogest, serta menunjukkan peningkatan nyata dalam ukuran kualitas hidup spesifik (SF-36) setelah 24 minggu pengobatan," ungkap dr. Dewi.
Dirinya juga menambahkan, penelitian pada 29 pasien yang menjalani terapi Dienogest, lebih dari 80 persen pasien yang sel endometriosisinya hilang atau minimal pada minggu ke-24 pengobatannya.
"Real world evidence jangka panjang menunjukkan Dienogest mampu mempertahankan VAS rendah (Visual Analog Scale/parameter untuk mengukur derajat nyeri pada endometriosis) selama lima tahun.
Kemudian, studi ENVISIOeN juga membuktikan bahwa pola pendarahan yang dialami pasien berkurang seiring berjalannya waktu.
Ini yang membuat kami berupaya menyebarkan edukasi terkait kepatuhan berobat, karena hasilnya akan berdampak positif jika pengobatan dilakukan dengan benar,” jelas Dr. Dewi.
Sementara itu, Founder Endometriosis Indonesia Wenny Aurelia mengangkat bicara mengenai pentingnya support system untuk penderita endometriosis yang sedang berjuang di luar sana.
"Pengobatan (endometriosis) secara jangka panjang kerap membuat pasien menghentikan terapi di tengah jalan.
Dalam menjalankan terapinya, pasien tentu butuh dukungan dari keluarga, dokter, dan sesama pasien sehingga mereka tidak merasa sendirian dalam berjuang melawan endometriosis," tutur Wenny.
Wenny juga membuat komunitas Endometriosis Indonesia ini agar dapat menjadi wadah berdiskusi, saling memberikan informasi yang benar tentang endometriosis, juga saling mendukung antar pasien.
"Kami juga senantiasa bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Bayer Indonesia dan para dokter ahli kesehatan, terkait untuk memberikan edukasi dan dukungan bagi pasien.
Hal ini kami harapkan bisa menjadi upaya yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien," tutupnya.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR