Nakita.id - Proses adopsi anak merupakan proses yang cukup menguras waktu dan tenaga.
Oleh karena itu, Moms dan Dads perlu memperkaya diri terlebih dahulu dengan pengetahuan terkait adopsi anak agar bisa lebih siap.
Apalagi, saat ini informasi mengenai adopsi anak sudah bisa ditemukan dengan mudah di internet maupun media sosial.
Melansir dari Child Welfare Information Gateway via Nakita (5/3/2024), adopsi anak merupakan proses hukum yang memberi kesempatan kepada anak untuk tinggal dan hidup bersama dengan orang tua adopsinya hingga beranjak dewasa.
Akan tetapi, anak adopsi masih diberi kesempatan pula untuk menjaga hubungan dengan orang tua biologisnya serta budaya dan komunitasnya, jika memungkinkan.
Meski sudah disahkan secara hukum untuk mengadopsi anak, tugas sebagai orang tua adopsi bukan hanya mengasuh saja.
Tapi juga wajib untuk memberitahu tentang asal-usul sebenarnya kepada anak yang diadopsinya sedini mungkin.
Seperti yang dilakukan oleh salah satu orangtua adopsi, Nouf Zahrah Anastasia, yang sudah mulai mengenalkan adopsi kepada anaknya sejak usia 2,5 tahun.
“Kurang lebih di usia tersebut (2,5 tahun), dari anak saya mulai bisa diajak mengobrol sedikit,” ujarnya saat diwawancarai Nakita melalui telepon, Jumat (22/3/2024).
Lalu, bagaimana cara mengenalkan adopsi ini kepada anak? Tanpa berlama-lama, simak cerita selengkapnya berikut ini.
Akrab disapa Tasya, dirinya mengenalkan adopsi kepada anaknya melalui buku cerita.
“Karena tidak menemukan buku cerita bertemakan adopsi waktu itu (tahun 2005), saya memesan beberapa buku cerita tentang adopsi dari luar negeri,” ungkap Tasya.
“Itulah yang mendorong aku juga untuk menulis buku cerita anak (tentang adopsi), karena minimnya buku cerita tersebut yang ada di Indonesia,” tambahnya menyampaikan.
Selain itu, ibu satu anak ini juga membuat buku cerita tentang adopsi yang berjudul Ketika Aku Diadopsi yang diterbitkan oleh Erlangga for Kids pada tahun 2008.
“Tujuannya sebagai media agar membantu para orang tua yang memiliki anak adopsi untuk dapat membaca bersama dan mendiskusikan hal tersebut dengan media buku tersebut,” katanya menjelaskan.
Tasya kemudian melanjutkan, ketika membacakan buku cerita anak tersebut tujuannya adalah bukan membuat anak langsung mengerti.
Melainkan sebagai tahap awal dengan tujuan mensosialisasikan, membiasakan, atau mengkondisikan agar anaknya terbiasa mendengar kata ‘adopsi’ dan tidak aneh dengan kata tersebut.
“Juga, memberikan muatan positif terhadap kata ‘adopsi’ tersebut,” tambahnya.
“Itu (adopsi) bukan kata yang aib. Itu sebuah proses pembentukan keluarga dan itu baik-baik saja,” katanya menekankan.
Selain melalui buku cerita, ibu satu anak ini juga mengenalkan adopsi melalui film Tarzan keluaran Walt Disney Studios Motion Pictures tahun 1999.
“Anak saya kerap tertawa ketika saya bercerita tentang bagaimana Tarzan diadopsi oleh Kala, sang bunda gorila,” ceritanya.
“Sambil menonton, saya menerangkan walau Tarzan bukan gorila, Kala sangat sayang pada Tarzan dan selalu merindukannya. Demikian pula sebaliknya,” lanjutnya menceritakan.
Baca Juga: Anak Adopsi Kerap Mempertanyakan Identitas Asal Usulnya, Seperti Ini Tanda-tandanya
Selain film Tarzan, Tasya juga menayangkan film-film bertemakan adopsi atau film yang memiliki ragam bentuk keluarga lainnya seperti Finding Nemo (2003) dimana anaknya hanya tinggal bersama sang ayah, The Lion King (1994) dimana anak singa sempat tinggal sendiri terpisah dari ayah dan ibunya, serta Kung Fu Panda (2008) dimana panda diadopsi oleh ayah bangau.
“Film-film ini membantu saya menerangkan bahwa hidup begitu beragam, dan salah satunya adalah kisah anak saya yang diadopsi oleh saya sendiri,” ujar ibu yang hobi hiking ini.
“Saya selalu menceritakannya dengan suasana santai, nyaman, dan tidak ada momen spesial yang dipersiapkan.
Tujuannya untuk tidak membuat topik ini terasa tegang, mengkhawatirkan atau bahkan memalukan. Adopsi adalah baik, membahagiakan, dan sebuah kisah cinta karena mempertemukan jiwa-jiwa yang penuh cinta,” lanjutnya menyampaikan.
Selain membacakan buku cerita anak dan menayangkan film, Tasya juga membiasakan anaknya untuk pergi ke panti asuhan, tempat sebelumnya tinggal, secara rutin.
Seperti, mengenalkannya kepada pengasuh-pengasuh di panti asuhannya, menceritakan di mana pertama kali bertemu, dan lain-lain.
Semuanya dilakukan secara terbuka dan tidak ditutup-tutupi. Bahkan, Tasya dan suami siap menjawab pertanyaan yang keluar dari mulut anaknya itu.
“Saya selalu berusaha membicarakan ini dalam kondisi yang sangat santai, tidak tegang dan tidak ada momen khusus,” ungkapnya.
Selain itu, ketika hendak beristirahat di malam hari, di setiap menutup cerita, dirinya selalu menekankan bahwa yang terpenting adalah ia dan suami sangat mencintai anaknya.
“Meski statusnya adopsi, anak saya tidak perlu khawatir bahwa suatu saat nanti saya akan berhenti menjadi bundanya,” tuturnya.
“Saya juga senantiasa mengajak anak saya untuk mendoakan bunda yang melahirkannya, dan semoga kelak bisa bertemu,” tutupnya.
Baca Juga: Mengenal Proses Adopsi Anak: Pengertian, Prinsip, Dasar Hukum dan Persyaratan yang Wajib Disiapkan
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR