Ini merupakan studi terbesar dan paling menyeluruh mengenai hubungan antara gangguan mood dan chronotype yang dilakukan hingga saat ini.
Temuan tim dilaporkan dalam Journal of Psychiatric Research.
BACA JUGA: Hamish Daud Umumkan Punya Anggota Keluarga Baru, Siapa Ya?
Dari semua peserta, 37% diidentifikasi sebagai orang yang bangun pagi, 10% sebagai yang tidak dan 53% sebagai di antara dua kategori ini.
Pertama, analisis para peneliti mengungkapkan bahwa tidur larut malam/terlambat bangun lebih mungkin untuk hidup sendiri dan cenderung tidak menikah, serta memiliki kebiasaan merokok dan pola tidur yang tidak teratur.
BACA JUGA: Sungsang di Usia 28 Minggu Kehamilan Tak Berbahaya, Ini Penjelasannya
Kemudian, setelah memperhitungkan faktor-faktor pengubah yang memungkinkan, tim melihat bahwa peserta yang bangun lebih awal memiliki risiko depresi yang lebih rendah 12-27% dari pada peserta dengan kategori diantara bangun pagi dan tidak.
Selain itu, peserta tidur larut malam memiliki risiko 6% lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan suasana hati, meskipun peningkatan risiko ini sangat ringan sehingga tidak dapat dianggap signifikan secara statistik.
Menurut Vetter, "Ini memberitahu kita bahwa mungkin ada efek chronotype pada risiko depresi yang tidak didorong oleh faktor lingkungan dan gaya hidup."
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Source | : | Medical News Today |
Penulis | : | Fadhila Afifah |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR