Nakita.id – Anak usias 1-3 tahun alias batita (Bawa tiga tahun) emosinya menjadi sangat kuat.
Ditandai dengan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat atau iri hati yang tidak masuk di akal. Namun kondisi ini pada setiap anak tidaklah persis sama.
Karenanya di sini orangtua setiap hari akan selalu dibuat jengkel dan emosi olehnya. Betul kan Moms?
BACA JUGA: Biasa Sederhana, Begini Cantiknya Naysilla Mirdad Saat Tampil Bak Princess
Untuk diketahui, emosi tersebut timbul dari adanya kebutuhan-kebutuhan internal, seperti lapar, tidak nyaman, dan lain-lain.
Bisa juga lantaran pikiran-pikirannya sendiri (image), seperti melihat orang baru yang masih asing, memasuki lingkungan baru, dan sebagainya.
Dapat pula akibat adanya stimulus dari luar, seperti dipukul dan dicubit.
Namun, mengharapkan batita mampu mengungkapkan emosi yang dirasakan memang butuh kesabaran tersendiri.
Bagaimanapun juga, batita belum mengenal emosinya dengan baik.
Ia membutuhkan proses belajar untuk mengenal emosi yang berbeda-beda itu.
BACA JUGA: Ini Syarat Jika Ibu Hamil Sembuhkan Skoliosis Lewat Terapi Non Operasi
"Batita tidak dapat merasakan ketakutan atau rasa bersalah sebelum ia mempelajari arti adanya kekerasan atau kebenaran. Demikian juga dengan rasa sedih atau depresi, sebelum si anak mengetahui arti kehilangan cinta dan kegagalan," papar Indah Kiranawati Machsus, S.Psi, saat diwawancara Nakita.
Jadi, menurut Indah, batita perlu mengalami dan merasakan terlebih dahulu, barulah ia bisa memahami.
Contoh, si batita ditinggalkan di rumah oleh ibunya hanya dengan pengasuh baru. Saat ditinggalkan itulah, anak merasakan kehilangan cinta dan merasa asing dengan pengasuhnya yang baru.
Akibatnya, timbul perasaan takut pada anak. Nah, saat itulah anak baru dapat memahami rasa takut
Pemahaman emosi yang terbatas pada diri si batita, tak lain karena latar belakang pengalamannya yang masih terbatas.
"Kelak, seiring usia bertambah, pengalamannya pun semakin banyak. Demikian pula dengan perkembangan kognitifnya, sehingga pemahaman akan emosinya jadi semain baik," kata Indah.
BACA JUGA: Emilia Contessa Ungkap Dana Pengobatan Pengobatan Leukemia Cucunya
MENGGALI EMOSI
Untuk membiasakan si batita menjelaskan emosinya, orang tua harus melakukan pendekatan.
Ajak ia berbicara dari hati ke hati dan galilah perasaannya. Namun, hendaknya orang tua waspada karena bisa jadi anak batita belum terlalu paham akan makna kata-kata yang dilontarkan.
Maklum, kosakatanya masih sangat terbatas. Contohnya, makna kata "iri" dan "cemburu". Apalagi pada batita yang mengalami keterlambatan bicara.
Cermati pula anak batita yang kerap menyembunyikan emosinya.
Biasanya ini terjadi bila berkaitan dengan kegiatan di playgroup-nya dan karena kesalahannya sendiri.
Contoh, ia sedih "ditegur" gurunya karena lupa membawa gambar kucing.
Karenanya, pandai-pandailah menggali perasaan si batita dan jalinlah komunikasi yang baik dengan anak sehingga terbiasa mengungkapkan perasaannya.
BACA JUGA: Denada Habiskan Biaya Hampir Rp 400 Juta Dalam Seminggu Untuk Pengobatan Sang Anak
Selanjutnya, jadilah pendengar yang baik pada saat anak mengungkapkan pendapat dan perasaannya. Pahami dirinya.
Niscaya dengan langkah-langkah ini, anak merasa dihargai.
Kelak, ia tak akan sungkan atau takut bercerita lagi. Lewat cara-cara seperti inilah, anak akan terbiasa mengungkapkan emosinya.
"Anak yang dapat mengungkapkan emosinya dengan baik, kelak bakal lebih mudah diterima oleh lingkungan," tandas Indah.
Ia dapat mengungkapkan perasaan dan keinginannya melalui kata-kata tanpa perlu berperilaku agresif atau sebaliknya menarik diri.
BACA JUGA: 4 Orang Ini Dulunya Asisten Artis, Sekarang Malah Jadi Artis Beneran!
Kemampuan ini juga membuatnya lebih mudah dalam memahami perasaan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Dengan begitu, anak juga bakal tumbuh menjadi manusia yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR